Lampung (ANTARA News) - Kapal milik Oong, nelayan asal Kunjir, Lampung Selatan, hancur lebur kena terjangan tsunami yang melanda kawasan Selat Sunda pada Sabtu (22/12) malam. Demikian pula satu-satunya kapal milik Abah, nelayan lain yang mengungsi di lereng Gunung Rajabasa pada Kamis (27/12) malam.

Di tempat pengungsian, para nelayan yang rumah dan perahunya kena terjangan tsunami mencemaskan nasib keluarga mereka selanjutnya dengan alat andalan untuk mencari nafkah yang sudah hancur.

"Mayoritas warga di sini nelayan, dan kapal-kapal kami sudah hancur, bagaimana kami nanti melaut," kata Oong.

"Membuat kapal itu tidak murah, jadi saya berharap ada sedikit bantuan dari pemerintah untuk ini," kata Abah.

Diliputi kecemasan, sebagian nelayan dan warga pesisir Lampung Selatan masih bertahan di pengungsian menyusul peningkatan status Gunung Anak Krakatau dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). Peningkatan status gunung api itu membuat warga tidak boleh beraktivitas dalam radius lima kilometer dari puncak kawah atau sedikitnya satu kilometer dari bibir pesisir Selat Sunda.

Warga antara lain mengungsi di Lapangan Tenis Indoor Kalianda.

Di antara para pengungsi yang berada di sana, ada yang kehilangan keluarga dan kerabat, atau rumahnya tinggal puing-puing karena terjangan tsunami, atau harta bendanya terbawa gelombang besar yang pada Sabtu malam (22/12) menyapu permukiman warga di kawasan pesisir Lampung Selatan termasuk Desa Kunjir dan Way Muli di Kecamatan Rajabasa.

Terjangan tsunami merusak rumah dan perahu warga di Desa Kunjir dan Way Muli. Gelombang besar juga menerjang Dermaga Bom di Kalianda, merusak bangunan dan kapal-kapal yang berada di sana.

Setelah bencana Kunjir dan Way Muli lengang ditinggal sebagian besar warganya mengungsi. Dermaga Bom juga sepi. Hanya beberapa warga yang memilih tetap tinggal, termasuk Jaka, yang menyaksikan rumah-rumah warga terendam air saat tsunami datang.

"Air naik setinggi dada saya waktu itu, dan dua kapal fiber nelayan di sini terbawa hingga badan jalan raya," katanya lagi.

Aparat pemerintah, tentara, polisi dan sukarelawan kemudian berdatangan ke daerah terdampak tsunami itu untuk membantu warga mengambil barang-barang yang masih bisa diselamatkan dari reruntuhan. Alat-alat berat dikerahkan ke sana untuk membersihkan puing-puing rumah warga.


Mengharap Bantuan

Nelayan kampung pesisir terdampak tsunami seperti Oong dan Abah berharap pemerintah membantu mereka membangun kembali rumah yang rusak dan mendapatkan kapal pengganti supaya bisa melaut.

"Saya sih berharap ada juga sedikit bantuan untuk membuat kapal, sehingga kami bisa mengganti kapal yang hancur itu," kata Oong.

"Kami tidak minta yang berlebihan, hanya minta alat transportasi untuk usaha saja," kata Junaedi, yang sudah 25 tahun menjadi nelayan di Desa Kunjir.

Dengan rumah dan perahu yang sudah rusak, ia hanya bisa pasrah pada nasib.

"Keluarga saya masih selamat dan hanya rumah yang rusak. Untuk ke depannya biar Tuhan yang menentukan," kata dia.

Khadin, nelayan di Desa Way Muli, juga kehilangan rumah dan satu-satunya perahu untuk mencari nafkah.

"Biasanya saya mancing atau pun cari udang pakai perahu itu. Tapi ya bagaimana lagi kalau sudah hancur," katanya.

"Kalau diberikan bantuan, syukurlah. Tapi kalau tidak, ya mungkin sudah takdirnya seperti ini," ia menambahkan.

Pejabat pemerintah sejauh ini baru berbicara mengenai pemberian bantuan untuk pengungsi dan bantuan perbaikan rumah yang rusak akibat tsunami.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan pemerintah akan membantu pembangunan kembali rumah korban tsunami Selat Sunda yang rusak di Kabupaten Lampung Selatan.

"Sedang saya pikirkan, membangunkan rumah mereka, pasti kita bantu, pasti akan dibangun oleh pemerintah," katanya saat menjenguk korban tsunami di Lampung Selatan, Selasa (25/12).

"Hanya kita pikir, dimana tempatnya, apa ya di tempat semula yang daerah rawan tsunami, kan bisa berulang, pantai barat Sumatera kan memang berpotensi tsunami," ia menambahkan.

Ia mengatakan rencana pembangunan kembali rumah korban tsunami di Lampung Selatan akan lebih dulu dibahas bersama pejabat pemerintah dan warga setempat.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani saat mengunjungi daerah terdampak tsunami di Lampung Selatan mengatakan pemerintah masih menunggu data dan masukan dari pemerintah daerah mengenai pembangunan kembali atau pemindahan rumah warga terdampak tsunami.

"Perlu ada pendataan dan masukan dari pemerintah daerah, karena jangan sampai kita membangun rumah di tempat yang sama bisa kembali terkena gempa dan tsunami," katanya.

Baca juga:
Tsunami ratakan dua desa di Lampung Selatan
BPBD korban meninggal akibat tsunami di Lampung Selatan 106 orang


 

Pewarta: Budisantoso Budiman, Tim Pewarta Lampung
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018