Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan 13 tersangka terkait pengembangan kasus suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017 dan 2018.
   
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan perkara tersebut ke penyidikan dengan 13 orang sebagai tersangka yang terdiri unsur pimpinan DPRD, pimpman Fraksi, anggota DPRD, dan swasta," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
   
Tiga unsur pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Ketua DPRD Cornelis Buston (CB), Wakil Ketua DPRD AR Syahbandar (ARS) dan Wakil Ketua DPRD Chumaidi Zaidi (CZ).
   
Selanjutnya, lima pimpinan fraksi antara lain Sufardi Nurzain (SNZ) dari Fraksi Golkar, Cekman (C) dari Fraksi Restorasi Nurani, Tadjudin Hasan (TH) dari Fraksi PKB, Parlagutan Nasution dari Fraksi PPP, dan Muhammadiyah (M) dari Fraksi Gerindra.
   
Kemudian satu pimpinan komisi, yaitu Zainal Abidin (ZA) selaku Ketua Komisi III.
   
Tiga anggota DPRD Provinsi Jambi masing-masing Elhelwi (E), Gusrizal (G) dan Effendi Hatta (EH). Terakhir dari unsur swasta adalah Jeo Fandy Yoesman alias Asiang (JFY).
   
"Diduga para unsur pimpinan DPRD Jambi diduga meminta uang 'ketok palu', menagih kesiapan uang 'ketok palu', melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600 juta perorang," kata Agus. 
   
Agus mengatakan bahwa para unsur pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait  pengesahan RAPBD Jambi, membahas dan menagih uang "ketok palu". 
   
"Menerima uang untuk jatah fraksi sekitar dalam kisaran Rp400 juta hingga Rp700 juta untuk setiap fraksi, dan/atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100 juta, Rp140 juta atau Rp200 juta," ungkap Agus.
   
Menurut dia, para anggota DPRD Jambi diduga mempertanyakan apakah ada uang "ketok palu", mengikuti pembahasan di fraksi masing-masing dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100juta atau Rp200 juta perorang. 
   
"Total dugaan pemberian suap "ketok palu" untuk pengesahan RAPBD TA 2017 dan 2018 adalah Rp16,34 miliar dengan pembagian untuk pengesahan RAPBD TA 2017 Rp12,94 miliar dan untuk pengesahan RAPBD TA 2018 Rp3,4 miliar," tuturnya.
   
Atas perbuatannya, 12 unsur pimpinan dan anggota DPRD tersebut disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. 
   
Sedangkan terhadap tersangka ke-13, yaitu Jeo Fandy Yoesman diduga memberikan pinjaman uang Rp5 Miliar kepada Arfan dan kawan-kawan. Uang tersebut diduga diberikan kepada pimpinan dan anggota DPRD Jambi terkait pengesahan APBD TA 2018.
   
"Diduga uang tersebut akan diperhitungkan sebagai fee proyek yang dikerjakan oleh perusahaan tersangka JFY di Jambi," kata Agus.
   
Atas perbuatannya, Jeo Fandy disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Zumi Zola divonis 6 tahun penjara

Tangkap Tangan
Perkara itu berawal dari OTT yang dilakukan KPK di Jambi pada 28 November 2017 yang dilanjutkan dengan melakukan penyidikan hingga persidangan untuk empar orang, yaitu anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Supriyono, Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi Arfan dan Asisten Daerah 3 Provinsi Jambi Saipudin. 
   
"Saat itu Supriyono selaku anggota DPRD Provinsi Jambi diduga menerima hadiah atau janji sebesar Rp400 juta rupiah terkait pengesahan RAPBD TA 2018," kata Agus. 
   
Dalam perkembangannya, KPK mengungkap bahwa praktek uang "ketok palu" tersebut tidak hanya terjadi untuk pengesahan RAPBD TA 2018 namun juga terjadi sejak pengesahan RAPBD 2017. 
   
"Selain itu, KPK juga telah memproses Zumi Zola, Gubernur Jambi periode 2016-2021 untuk kasus dugaan pemberian suap dan penerimaan gratifikasi hingga total Rp41 miliar dan 1 unit mobil Alphard," ujar Agus.
   
Kemudian, dalam proses persidangan terhadap sejumlah terdakwa termasuk diantaranya Zumi Zola, ditemukan sejumlah fakta-fakta persidangan adanya sejumlah pihak lain yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum. 
   
"Karena diduga melakukan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017 dan 2018," kata Agus.
Baca juga: Zumi Zola dikirim ke LP Sukamiskin
Baca juga: Zumi Zola terima divonis enam tahun penjara
Baca juga: Zumi Zola terbukti terima gratifikasi dan memberi suap

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018