Susah air untuk mandi, minum dan sebagainya. Apalagi sudah jarang bantuan air yang biasa dibawa oleh mobil tangki
Palu, (ANTARA News) - Warga korban bencana gempa dan likuifaksi di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, yang berada di lokasi pengungsian mengalami kesulitan air.

"Susah air untuk mandi, minum dan sebagainya. Apalagi sudah jarang bantuan air yang biasa dibawa oleh mobil tangki," kata RT 01/RW05, Kelurahan Petobo Abd Naim, di Palu, Rabu.

Kesulitan air, kata dia, bukan baru terjadi atau baru dialami warga, melainkan telah lama dialami oleh warga korban gempa dan tsunami kurang lebih tiga bulan hingga saat ini.

Sekitar 1.642 kepala keluarga atau 3.800 jiwa korban terdampak gempa dan likuifaksi Kelurahan Petobo, saat ini berada di lokasi pengungsian di Jalan Jepang atau sebelah timur dari area likuifaksi.

Naim mengakui bahwa wilayah yang ditempati oleh korban di pengungsian saat ini, merupakan daerah yang kering, tandus, sehingga sulit untuk mendapat air.

Untuk mendapat air, menurut dia, warga harus menggali tanah dengan alat dan mesin dengan kedalaman bervariasi mulai dari 50 meter hingga 100 meter.

"Kami sangat berharap agar kesulitan ini segera dicarikan solusinya oleh pemerintah. Pemerintah harus menyediakan air bersih untuk korban," katanya.

Dia mengatakan agar kebutuhan air bersih terpenuhi, warga harus rela pergi ke kompleks Perumahan Jingga Land dan beberapa perumahan lainnya yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi pengungsian atau hunian sementara (huntara) untuk menumpang mandi, mencuci dan menimba air untuk di konsumsi.

Ia mengatakan warga juga menyesalkan ulah oknum yang melakukan tindakan a-moral, tindakan tidak terpuji yaitu korupsi dana  sistem penyediaan air minum (SPAM) untuk korban bencana, termasuk di Palu.

Sebelumnya, anggota DPRD Sulawesi Tengah Muhammad Masykur mendesak pemerintah segera merampungkan pembangunan SPAM  yang meliputi Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala.

"Kita mendesak perbaikan SPAM Palu, Sigi dan Donggala disegerakan demi warga korban bencana di tiga daerah itu," katanya.

Masykur mengatakan pada 2009, negara melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meluncurkan mega proyek SPAM di Sulteng. Pekerjaannya ini dilaksanakan dengan tahun jamak (multi years).

Ia menyebut mega proyek SPAM di kawasan Kota Palu, Sigi dan Donggala itu kemudian disebut SPAM Pasigala. Sumber airnya dari sumber air baku Sungai Saluki Kecamatan Gumbasa Kabupaten Sigi. Berdasarkan informasi dan data yang diterima, bahwa direncakan SPAM itu secara resmi difungsikan pada 2016.

"Begitu isi norma yang disebutkan secara eksplisit dalam dokumen perjanjian antara Kementerian PUPR, Pemprov Sulteng, Pemkot Palu, Pemkab Sigi dan Donggala," kata Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulteng itu.

Namun, katanya, saat uji coba pertama gagal, karena pipa pecah. Daya tahan pipa tidak mampu menahan kecepatan air dengan kapasitas 300 meter kubik per detik.

"Jika uji coba itu mulus, direncanakan tahap selanjutnya akan menampung kapasitas air 600 meter kubik per detik," kata dia.

Bagi pemerintah, kata dia, rencana induk SPAM Palu, Sigi dan Donggala yang berada di Desa Oloboju Kabupaten Sigi akan diinterkoneksikan ke seluruh layanan penyediaan air bersih kebutuhan rumah tangga, industri, termasuk kawasan ekonomi khusus di Palu, Sigi dan Donggala.

"Lebih dari Rp500 miliar anggaran negara telah digelontorkan ke pembangunan SPAM Palu, Sigi dan Donggala, sebelum bencana melanda tiga daerah itu, namun sampai saat ini belum berfungsi baik dan bermanfaat," ujar Masykur, mantan Direktur Eksekutif PBHR Sulteng.

Baca juga: Pengungsi korban gempa-likuifaksi kembali ke Petobo

Baca juga: 908 huntara korban gempa-likuifaksi Petobo dibangun

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019