Tantangannya berbeda, tapi kita tetap jaga APBN dengan baik dan kredibel, melalui prinsip kehati-hatian dan waspada
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap berkomitmen untuk menjaga pelaksanaan APBN di 2019 dengan baik dan kredibel agar tidak rentan dari ketidakpastian global yang masih melanda.

Sri Mulyani dalam jumpa pers pelaksanaan APBN 2018 di Jakarta, Rabu, menyatakan hal itu perlu dilakukan karena tantangan tahun ini berbeda dengan 2018. "Tantangannya berbeda, tapi kita tetap jaga APBN dengan baik dan kredibel, melalui prinsip kehati-hatian dan waspada," ujarnya.

Ia menjelaskan pengelolaan APBN pada 2018 terbantu oleh membaiknya harga komoditas dunia seperti minyak bumi dan batu bara yang mengalami kenaikan.

Kondisi ini menyebabkan harga minyak mentah Indonesia rata-rata per tahun mencapai 67,5 dolar AS per barel atau lebih tinggi dari asumsi makro dalam APBN sebesar 48 dolar AS per barel.

Namun, pergerakan ekonomi global di 2019 sudah diantisipasi dalam APBN termasuk dengan penetapan asumsi makro untuk harga minyak mentah Indonesia sebesar 70 dolar AS per barel.

"Semangat berbeda terlihat dengan penetapan nilai tukar di APBN Rp15.000 dan harga ICP 70 dolar AS. Ini berarti seluruh kemungkinan 'windfall' telah terefleksikan di target 2019," kata Sri Mulyani
.
Untuk itu, pemerintah, lanjut dia, akan terus menjaga momentum ekonomi agar iklim investasi tidak terganggu dan penerimaan pajak tidak mengalami tekanan berlebihan.

Upaya yang dapat dilakukan adalah menjaga tata kelola penerimaan pajak melalui penyediaan basis data yang baik dan akurat serta memberikan insentif fiskal kepada pengusaha agar investasi tetap terjaga.

"Kita menyampaikan ke dunia usaha melalui pemberian insentif hingga Rp150 triliun, agar ada ruang untuk pengembangan usaha, meski kepatuhan perpajakan tetap kita arahkan," ujarnya.

Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menambahkan potensi penerimaan di 2019 dari program pertukaran data informasi perpajakan secara otomatis (AEOI) akan diupayakan oleh otoritas pajak.

Ia mengatakan sistem tersebut telah berjalan secara otomatis karena sudah banyak data wajib pajak di luar negeri yang mulai masuk dan bisa ditelusuri pegawai pajak.

Oleh karena itu, pegawai pajak bisa mulai memeriksa kepastian data yang diterima terutama apabila terdapat harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT).

"Ini masih tahap awal, jadi di 2019 sudah lebih otomatis kerjanya. Seharusnya ini membuat kepatuhan meningkat, karena tidak ada harta yang tidak dilaporkan. Kami bisa langsung minta klarifikasi," ujar Robert. 

Baca juga: Menkeu: Pendapatan negara tembus 102,5 persen dari target APBN 2018
Baca juga: Menkeu: defisit anggaran 2018 sebesar 1,76 persen PDB

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019