Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjat Wibowo, menduga ada upaya dari obligor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk menyembunyikan kasus tersebut, sehingga tidak diselesaikan tuntas. "Gerakan-gerakan menyembunyikan BLBI dahsyat karena konglomerat-konglomerat ini sangat kaya, karena itu jaringan masyarakat menyuarakan penuntasan kasus ini harus lebih kuat," ujar anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN Dradjat Wibowo saat menerima Pokja 14 Ormas Islam Jihad BLBI di Gedung DPR, Jakarta, Senin. Dradjat didampingi anggota DPR dari F-PAN lainnya, seperti Sabri Saiman dan Marwoto Mitrohardjono, sedangkan sejumlah aktivis Pokja Jihad BLBI dipimpin Asri Harahap. Dradjat mengatakan, kasus ini bertahun-tahun tidak pernah selesai, padahal negara mengeluarkan uang Rp 60 triliun tiap tahun untuk membayar utang BLBI. "Kita perlu sinergikan termasuk dengan para ustadz dan dai untuk memberikan pengertian ke masyarakat bahwa negara Indonesia tidak miskin tetapi banyak uang, namun uang itu digunakan untuk membayar utang BLBI," katanya. Dia menyambut baik usulan Pokja fraksi-fraksi di DPR melakukan interpelasi terhadap kasus BLBI. Sementara itu, Sabri Saiman menilai, perlu "people power" (kekuatan rakyat) untuk menuntaskan kasus BLBI karena hampir seluruh pihak tidak bisa diharapkan, baik pemerintah, aparat penegak hukum, bahkan media massa sekalipun. "Media massa sudah dikuasai konglomerasi pengusaha yang lebih condong demi kepentingan mereka sendiri. Hanya satu jalan, yakni 'people power', karena rakyat susah sebab pemerintah mengeluarkan dana triliunan rupiah hanya untuk BLBI," ujar Sabri. Pada pertemuan itu dibahas juga soal penanganan kasus BLBI di Kejagung, soal adanya obligor yang menerima Surat Keterangan Lunas (SKL) melalui proses yang melanggar hukum. "Aset yang dijaminkan dan diserahkan ke negara, ternyata tidak bisa menutup utang BLBI, tetapi kenapa mendapat SKL?" ujar Dradjat. Saat ini Kejagung sedang mengusut kasus BLBI terkait dua obligor besar. Namun, karena kasus ini masih tahap penyelidikan, Kejagung belum dapat menyebutkan dua obligor tersebut. Berdasarkan data-data hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang dilansir Kejagung, dua obligor itu adalah Anthony Salim (Salim Group) dan Syamsul Nur Salim. Salim Gorup (SG) juga salah satu penerima SKL. Berdasarkan hasil pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) oleh BPK, "Recovery rate" (nilai penjualan) dari aset Salim ternyata yang diserahkan ke BPPN hanya 36,77 persen atau hanya Rp19,389 triliun dari Rp52,72 triliun yang seharusnya dia bayar ke negara. Anggota DPR dari F-PAN lainnya, Marwoto mengatakan, pihaknya mendesak agar Kejagung meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan dengan menetapkan tersangka. Sementara itu, Asri mengatakan, selain bertemu F-PAN, pihaknya berencana bertemu fraksi-fraksi lainnya guna mendesak adanya interpelasi DPR terhadap pengusutan kasus BLBI. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007