Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP PAN Yahd Abdi Harahap menilai Indonesia ke depan membutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk mewujudkan keadilan hukum, penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dia meyakini pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memiliki kriteria kepemimpinan kuat dalam upaya wujudkan cita-cita keadilan hukum tersebut.

"Ruh keadilan ini yang hilang, tidak hadir di tengah masyarakat sehingga penting untuk dicapai dan saya meyakini Prabowo-Sandi bisa mewujudkan hal tersebut," kata Yahd dalam diskusi di Media Center Prabowo-Sandi di Jakarta, Selasa.

Yahd mengatakan hukum sebagai sebuah produk maupun praktek penegakan hukum harus bisa mendekati keadilan yang dirasakan masyarakat.

Dalam penanganan kasus terorisme, dia menilai stigma yang ditujukan kepada kelompok tertentu harus dilepaskan karena tidak adil penyematan tersebut.

Dia mencontohkan kasus penembakan dan pembunuhan di Papua yang masih dikategorikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) padahal tindakannya sudah bisa dikategorikan terorisme.

"Karena itu penanganannya harus lebih serius sehingga tidak boleh disematkan label KKB tersebut karena itu perlu penanganan berbeda," ujarnya.

Selain itu, Yahd juga menjelaskan komitmen Prabowo-Sandi membuat sistem meritokrasi dalam rekrutmen penegak hukum karena selama ini yang diangkat banyak yang tidak berdasarkan prestasi, kemampuan, dan kapasitas.

Dia menilai kalau kualitas penegak hukum baik maka tidak ada kekacauan dalam penegakan hukum di Indonesia karena instruksi dikeluarkan sesuai aturan sehingga tidak ada distorsi kekuasaan dan kepentingan politik di dalamnya.

"Distorsi kekuasaan dan kepentingan politik itu yang harus dihilangkan sehingga prilaku penegak hukum bisa memberikan kepercayaan bahwa proses hukum berjalan dengan prosedur dan peraturan yang berlaku," katanya.

Dalam pemberantasan Tipikor, dia menilai perlu komitmen dalam penguatan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), salah satunya dengan revisi UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun dia mengakui, ide revisi itu malah dicurgai sebagai upaya pelemahan KPK padahal sebenarnya justru penguatan institusi tersebut salah satunya dengan perkuat sistem pencegahan.

"Saat ini pencegahan korupsi masih kurang dan negara yang berhasil menekan angka korupsinya adalah negara yang memperkuat sistem pencegahan bukan di sisi penindakan," ujarnya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019