Jakarta (ANTARA News) - Sepanjang tahun 2018, sektor mineral dan batubara di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan berbagai perubahan. 

Sepak terjang Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) dikhususkan untuk menarik iklim investasi dan memperbanyak penerimaan negara. 

Mengawali 2018, Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM telah melakukan amandemen PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) dan KK (Kontrak Karya). Seluruh PKP2B yang berjumlah 68 PKP2B dan 29 KK telah melakukan amandemen, sisanya 2 KK belum melakukan amandemen kontrak.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Bambang Gatot Ariyono, di Kantor Ditjen Minerba Jakarta, dalam menyampaikan Capaian Kinerja subsektor minerba tahun 2018 dan Outlook 2019.

Perbaikan Tata Kelola Pertambangan tidak hanya dilakukan dengan pembaruan atau amandemen perjanjian dan kontrak, melainkan juga fokus pada pembenahan izin usaha pertambangan. Pada periode 2015 - 2018 Forum Korsup KPK dan Ditjen Minerba telah melakukan pencabutan terhadap 4.678 IUP, dan 5.131 IUP telah memiliki status Clean and Clear (CnC).

Dari bidang Hukum, subsektor mineral dan batubara telah melakukan upaya untuk menyederhanakan regulasi, dengan mencabut atau merevisi 32 regulasi dan mencabut 64 sertifikasi, perizinan, dan rekomendasi. Dari hasil penyederhanaan tersebut, diterbitkan 3 buah Peraturan Menteri baru yakni, Permen 11 tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah Perizinan dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, Permen 25 tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Minerba, dan Permen 26 tahun 2018 Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Minerba.
 

Hilirisasi Mineral dan Batubara Domestik 

Peningkatan nilai tambah mineral dapat dilakukan dengan membangun fasilitas pengolahan pemurnian mineral atau smelter. Pembangunan smelter dilakukan dalam rangka hilirisasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pada tahun 2018, bertambah 2 buah smelter yang dibangun oleh PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Bintang Smelter Indonesia. Oleh karena itu, total smelter yang telah beroperasi di Indonesia sudah mencapai 27 smelter.

Sementara itu, produksi batubara berada pada angka 528 juta ton. Produksi batubara diutamakan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sumber energi primer dalam negeri. Selain itu, juga digunakan sebagai bahan baku di dalam negeri serta untuk pembangunan PLTU Mulut Tambang.

Pemanfaatan batubara domestik mencapai 115 juta ton atau 21,78 persen dari produksi batubara nasional. Hal tersebut melebihi dari target yang sebelumnya dicanangkan, yakni sebesar 21 persen dari produksi batubara nasional yang digunakan untuk keperluan domestik. Pencapaian 115 juta ton, sekaligus melebih pencapaian pada tahun sebelumnya, yang hanya 97 juta ton pada tahun 2017.

Pada tahun 2018, pagu anggaran Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sebesar Rp364,52 Miliar dengan penyerapan anggaran sebesar 90,54 persen atau Rp330,05 Miliar. Untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2018 Subsektor Minerba mencapai Rp50,01 triliun, melebihi target yang dicanangkan dalam tahun 2018 yakni sebesar Rp32,1 triliun. Dengan rincian Rp 0,5 triliun dari Iuran Tetap, Rp 29,8 triliun dari Royalti, Rp 19,3 triliun dari Penjualan Hasil Tambang, dan Rp0,4 triliun dari Pendapatan Jasa Tenaga Kerja, Pekerjaan dan Informasi. Pencapaian tersebut sekaligus melampaui penerimaan pada tahun 2017 yang sebesar Rp40,6 triliun, dan tahun 2016 dan 2015 yang hanya berada pada angka Rp27,2 triliun dan Rp 29,6 triliun.

Perusahaan pertambangan mineral dan batubara, wajib untuk melakukan reklamasi lahan bekas tambang dan menganggarkan dana untuk Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) di wilayah sekitar tambang. Prognosis sampai dengan Desember 2018, luas reklamasi lahan bekas tambang mineral dan batubara telah mencapai 6.950 hektar, melebihi rencana awal tahun sebesar 6.900 hektar.

Target dana Program Pemberdayaan Masyarakat pada tahun 2018 sebesar Rp 1,878 triliun, dengan prognosis sampai dengan bulan Desember 2018 sebesar Rp 2,055 triliun, dengan rincian dana yang berasal dari PPM perusahaan mineral sebesar Rp 1.606 miliar dan dari perusahaan batu bara sebesar Rp 449 miliar.
 

Divestasi Freeport

Pada akhir tahun 2018, Subsektor Minerba terjadi pencapaian yang besar dengan beralihnya mayoritas saham PT Freeport Indonesia kepada PT INALUM. Resminya pengalihan saham tersebut ditandai dengan proses pembayaran dan terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK) PTFI yang telah berjalan sejak tahun 1967 dan diperbaharui di tahun 1991 dengan masa berlaku hingga 2021.

Terkait dengan pengalihan saham, PT INALUM telah membayar 3,85 miliar dolar As kepada Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto, untuk membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI sehingga kepemilikan PT INALUM meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen.

Kepemilikan 51,23 persen tersebut nantinya akan terdiri dari 41,23 persen untuk PT INALUM dan 10 persen untuk Pemerintah Daerah Papua. Saham Pemerintah Daerah Papua akan dikelola oleh perusahaan khusus PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM) yang 60 persen sahamnya akan dimiliki oleh PT INALUM dan 40 persen oleh BUMD Papua.

Dari berhasilnya divestasi PTFI ini, akan menghasilkan beberapa dampak positif, antara lain:

1.Kelangsungan operasi PTFI dan aktivitas ekonomi Papua;

2.Pendapatan negara meningkat;

3.Terciptanya multiplier effect yang bersumber dari pembangunan smelter dan TKDN; dan

4.Transfer teknologi pertambangan.

Baca juga: KLHK dorong pemanfaatan limbah tailing Freeport

Baca juga: PNBP minerba Rp41,77 triliun per November 2018


Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019