Jakarta (ANTARA News) - Penyidik KPK, Novel Baswedan, menjelaskan, pengacara Lucas dipanggil "profesor" oleh sejumlah orang yang membantunya untuk meloloskan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro, dari pemeriksaan Imigrasi.
   
"Dari penggeledahan 2018, kami tahu bahwa Eddy Sindoro akan dibelokkan ke Thailand berdasarkan bukti elektronik 'chatting' yang memunculkan keterlibatan terdakwa sudah sangat jelas, dan dalam pembicaran itu, terdakwa (Lucas) disebut profesor atau kaisar, yang memanggil dari Dina dan satu lagi saya lupa," kata dia, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis.

Baswedan menjadi saksi untuk terdakwa Lucas yang didakwa membantu pelarian Eddy Sindoro selaku terdakwa dugaan tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak 2016.
 
Eddy Sindoro sendiri diketahui sudah berada di luar negeri sejak April 2016 saat masih berstatus sebagai saksi dalam perkara penyuapan kepada panitera PN Jakarta Pusat. Ia lalu berpindah-pindah negara hingga akhirnya menyerahkan diri ke penyidik KPK pada 12 Oktober 2018 di Singapura.

Baswedan adalah koordinator tim penyidik dalam penyidikan untuk tersangka Eddy Sindoro maupun Lucas.
   
Dina yang dimaksud adalah Pegawai PT Gajendra Adhi Sakti, Dina Soraya. Dina juga adalah sekretaris komisaris AirAsia, Riza Chalid. 
   
"Kami tahu ada pembicaraan Eddy Sindoro dengan terdakwa, dalam salah satu pembicaaan, Eddy Sindoro mengatakan ingin pulang dan menghadapi proses hukum, terdakwa memberikan masukan untuk tidak pulang, seingat saya itu yang dibicarakan," ungkap Novel.
   
Pembicaraan itu dilakukan dengan aplikasi "Facetime".
   
"Kami duga terdakwa menelepon pihak lain dan di tengah-tengah pemgicaraan itu menggunakan handphone pihak lain untuk menghubungi Eddy Sindoro dengan 'Facetime', tapi akun Facetime-nya saya tidak tahu karena kami hanya mendengar saja dan menduga dari yang kami dengar dan suaranya kami uji," tambah Novel.
   
Menurut Baswedan, isi pembicaraan tersebut mencakup banyak hal, tapi penyidik yakin bahwa suara perbincangan itu adalah
Sindoro dan Lucas.
   
"Pembicaraan menyebut banyak hal, kami meyakini bahwa itu terdakwa, selain itu kami juga ada beberapa rekaman terdakwa di penyelidikan yang lain dan kami bisa bandingkan bahwa itu suara terdakwa, dan secara 'scientific' kami bawa ke ahli saat terdakwa jadi tersangka, hasilnya dinytakan itu benar identik," kata Baswedan. 
   
Dalam berkas dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK, Lucas disebut membantu Eddy keluar dari Indonesia dan menyarankan Eddy untuk membuat paspor negara lain agar lepas dari jerat hukum sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 21 November 2016.
   
Dalam dakwaan disebutkan, Lucas mengatur saat Sindoro yang dideportasi dari Malaysia mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta langsung dapat melanjutkan penerbangan keluar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi. Lucas menghubungi Dina Soraya untuk mengatur hal tersebut. Dina lalu menghubungi Dwi Hendro Wibowo alias Bowo.
   
Bowo dan Duty Executive PT Indonesia Air Asia Yulia Shintawati lalu menjemput Eddy, Jimmy dan Michael Sindoro di depan pesawat menggunakan mobil AirAsia langsung menuju Gate U8 terminal 3 tanpa melalui pemeriksaan imigrasi, dimana Ridwan telah mempersiapkan "boarding pass" mereka. 
   
Setelah Sindoro berhasil meninggalkan Indonesia, Bowo memberikan sebagian uang dari Lucas kepada orang-orang yang telah membantunya yaitu:
   1. Duty Executive PT Indonesia Air Asia Yulia Shintawati sejumlah Rp20 juta
   2. Staff Customer Service Gapura  M Ridwan sejumlah Rp500 juta dan 1 ponsel Samsung A6
   3. Petugas Imigrasi di Bandara Soekarno Hatta (Soetta) Andi Sofyar sejumlah Rp30 juta dan 1 posen Samsung A6
   4. David Yoosua Rudingan sejumlah Rp500 ribu 
   
Lucas lalu ditangkap penyidik KPK pada 1 Oktober 2018. Eddy Sindoro kemudian menyerahkan diri ke penyidik KPK pada 12 Oktober 2018.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019