Pekanbaru (ANTARA News) - PT Wersut Seguni Indonesia (WSI) selaku penyelenggara sirkus lumba-lumba keliling di Kota Pekanbaru, Riau, membantah pihak-pihak yang menuduh perusahaan melakukan eksploitasi satwa.

"Kalau ada hal yang 'miring', itu karena mereka tak paham. Mari kita dudukkan ke porsinya, kami selalu terbuka untuk semua pihak, untuk melihat langsung dan berdiskusi," kata Direktur PT WSI Drh Dwi Restu Seta pada hari pertama pertunjukan Sirkus Lumba-Lumba WSI di Kota Pekanbaru, Sabtu.

Sirkus lumba-lumba yang berlangsung di Pekanbaru mulai 12 Januari hingga 17 Februari 2019 memicu kontroversi di media sosial, tempat sejumlah orang menolak penyelenggaraan sirkus karena menganggapnya sebagai bagian dari eksploitasi lumba-lumba.

Menanggapi tuduhan itu, Dwi Restu menjelaskan bahwa selama penyelenggaraan sirkus akan selalu ada dokter hewan yang menjaga kesehatan satwa.

Selain itu, menurut dia, dokter hewan sudah memeriksa kesehatan fisik serta darah, urine dan pernafasan lumba-lumba untuk sirkus untuk memastikan kondisinya prima.
 
Sejumlah pengunjung antre untuk berfoto bersama dua ekor lumba-lumba jinak pada hari pertama Sirkus Lumba-Lumba Wersut Seguni Indonesia (WSI), di Kota Pekanbaru, Riau, Sabtu (12/1/2019). Sirkus lumba-lumba keliling tersebut berlangsung selama 30 hari kedepan di Kota Pekanbaru, dengan menampilkan bintang utama dua lumba-lumba bernama Brama dan Kumbara yang berusia 12 tahun. ANTARA FOTO/FB Anggoro/ama.


Dwi Restu menjelaskan pula bahwa pengangkutan lumba-lumba menuju ke Pekanbaru dari lokasi penangkaran di Kendal, Jawa Tengah, tidak dilakukan menggunakan sarana transportasi darat, namun menggunakan pesawat jenis Boeing 737.

"Bukan dengan pengiriman kargo, tapi dengan pesawat carter dan di atas pesawat kita rawat mereka. Memang saya akui di pesawat itu harus kondisi kering, kita siram terus dan kasih pelembap, tapi itu normal dan standar internasional seperti itu," katanya.

"Yang ada di kebun binatang San Diego juga seperti itu, kita berguru dengan mereka, jadi tak satu pun bertentangan," ia menambahkan.

Ia mengatakan lumba-lumba yang kini beratraksi dalam sirkus bernama Brama dan Kumbara, masing-masing berumur 10 dan 12 tahun.

Perihal tudingan bahwa lumba-lumba dibiarkan kelaparan saat latihan dan atraksi, ia menjelaskan bahwa setiap binatang idealnya mendapat asupan makanan sekitar 10 sampai 12 persen dari bobot tubuhnya.

Dengan bobot lumba-lumba yang sekitar 120 kilogram, maka makanan yang diberikan sekitar 12 kilogram.

"Pemberian makanan diatur, apabila dalam atraksi agar berat idealnya bisa terjaga, bukan sengaja dikurangi agar kelaparan. Kalau mereka kegemukan akan tidak sehat," katanya.

Mengenai ukuran kolam untuk lumba-lumba yang dituding terlalu sempit, ia menjelaskan, kolam atraksi memiliki ukuran standar dengan kedalaman 2,5 meter dan diameter 10 meter. Kolam dengan ukuran itu bisa menampung empat lumba-lumba.

"Ini kita hanya dua ekor yang atraksi," katanya.

Dia menyayangkan peredaran informasi tidak benar tentang sirkus lumba-lumba, menyatakan bahwa perusahaannya sangat terbuka berdialog dengan pihak yang membutuhkan informasi mengenai kegiatan mereka.

"Mereka tidak pernah melaporkan kita kalau kita memang salah, tapi kami sudah pernah diskusi dengan mereka tapi tetap tidak mau terima. Imbasnya bukan pada kita, yang kita takutkan informasi yang salah ke masyarakat," ujarnya.

Baca juga:
Di balik perilaku rumit satwa paling cerdas
Pegiat hak satwa selamatkan lumba-lumba yang sekolam bersama hiu di Karimunjawa

 

Pewarta: Febrianto Budi Anggoro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019