Gorontalo, Provinsi Gorontalo (ANTARA News) - Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional Markas Besar TNI, Marsekal Muda TNI Imran Baidirus, mengatakan, tindakan memaksa mendarat pesawat Ethiopian Airline dengan call sign ETH3728 di Bandara Internasional Hang Nadim, Batam, Senin (14/1), adalah bentuk penegasan kedaulatan wilayah udara Indonesia.

Hal itu dia sampaikan pada kunjungannya di Satuan Radar 224 Kwandang, yang bermarkas di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, Selasa. Satuan radar ini ada di bawah Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II yang bermarkas di Makassar.

Posisi Satuan Radar 224 di Kwandang tergolong sangat strategis yang untuk memonitor wilayah utara, selain berada di jalur lalu-lintas udara utama dan sangat ramai, baik dari wilayah selatan ke utara maupun dari barat ke timur.

Dalam kunjungan itu, Baidrus didampingi Panglima Komando Sektor Udara Nasional II, Marsekal Pertama TNI Andi Heru Wahyudi, dan Komandan Satuan Radar 224 di Kwandang, Mayor Elektronika Syafrullah Hasan.

Baidrus menjelaskan, pesawat terbang yang lepas-landas dari Addis Ababa, ibukota Ethiopia, menuju Hong Kong itu tidak dapat menyebutkan izin terbang melintasi ruang udara Indonesia.

Karena itu, memaksa dia mendarat wajib dieksekusi untuk menegakkan hukum nasional dan internasional di wilayah udara Indonesia.

"Kohanudnas sudah melakukan eksekusi, tindak lanjutnya dibawah diserahkan sepenuhnya pada tim investigasi dalam rangka penegakkan aturan," ujarnya.

Ia menegaskan, sikap tegas itu membuktikan termonitornya dengan baik wilayah kedaulatan NKRI di udara.

"Karena kita melek alias tidak tidur, sehingga mampu memonitor dengan baik, jika ada tindakan melintasi wilayah udara kita tanpa izin atau FC maka wajib dieksekusi dengan jelas dan tegas," ujarnya.
 

Pewarta: Susanti Sako
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019