Denpasar (ANTARA News) - Sekitar 16 persen garis pantai pulau Bali abrasi yang diperkirakan akibat efek pemanasan global. "Karena efek pemanasan global yang terjadi saat ini menyebabkan kenaikan air laut normal tiga sentimeter dalam kurun waktu 100 tahun telah mengalami perubahan yang begitu cepat," kata Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, Agung Wardana, kepada pers di Denpasar, Kamis. Ia mengatakan, garis pantai Bali yang telah kena abrasi sangat mencolok diantaranya, pantai Padanggalak Sanur, pantai Cupel Kabupaten Jembrana dan pantai Lebih Kabupaten Gianyar. Selain itu, kata Agung, juga mensinyalir masyarakat semakin meningkat penggunaan sumber energi dari fosil. "Dengan penggunaan sumber energi dari fosil mengakibatkan meningkatkan kadar karbondioksida (CO2) dalam udara yang menyebabkan efek rumah kaca semakin parah," katanya. Agung mengemukakan, global warming (pemanasan global) yang terjadi saat ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan suhu secara global mengakibatkan es di kutub mencair dengan cepat sehingga memicu kenaikan permukaan laut. "Dalam kondisi normal air laut mengalami peningkatan tiga sentimeter dalam waktu 100 tahun. Namun dengan pemanasan global yang terus terjadi bisa terjadi kurang dari 100 tahun," ucapnya. Menurut dia, kenaikan air laut secara signifikan menjadi salah satu penyebab tenggelamnya beberapa pulau di seluruh dunia termasuk di Indonesia. "Kami berharap masyarakat agar segera sadar dengan lingkungan sekitar, seperti penanaman pohon dalam upaya mengurangi emesi gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor," katanya. Hal senada juga diungkapkan Anand Khrisna tokoh spritual dan pencinta lingkungan mengatakan, untuk mengurangi efek pemanasan global tersebut, masyarakat agar menjaga kelestarian hutan yang ada. "Kansep Tri Hita Karana (tiga keseimbangan hidup) yang ada di masyarakat Bali merupakan salah satu ajaran umat untuk menjaga lingkungan, keharmonisan dengan sesama dan tetap mensykuri karunia sang pencipta alam ini," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007