Jakarta (ANTARA News) - Tidak diduga Gathering PLN di tepian Tanjung Lesung, Kabupaten Pandegalang, berujung maut bagi sebagian hadirin, termasuk beberapa personel grup musik Seventeen, yang kemudian menjadi viral lantaran tersapu tsunami dalam sekejap.

Praktis, sapuan ombak besar dari Selat Sunda pada 22 Desember 2018 malam itu sekasat mata ikut membawa serta pamor pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung menuju titik nadir.

Masyarakat dalam beberapa waktu belakangan jadi enggan ke tepian pantai. Padahal perbatasan darat dan perairan tersebut sering menjadi magnet wisata yang bisa meningkatkan perekonomian warga setempat.
   
Medio Januari 2019, Antara datang ke kawasan Tanjung Lesung dan sekitarnya. Tidak dapat disaksikan keramaian wisatawan meski sudah lebih dari tiga pekan bencana tsunami Selat Sunda melanda pada penghujung tahun 2018.
   
Kelengangan itu nampak di restoran, hotel atau sejenisnya, wahana permainan,  tempat mandi umum, parkiran umum, warung dan lainnya.

Sepinya kunjungan pariwisata itu juga berdampak pada sepinya pengguna jasa-jasa informal seperti ojek dan juga transaksi dengan pedagang asongan.
   
Pedagang asongan biasanya berkeliling di kawasan pantai menjajakan ikan asin, aneka makanan dan minuman, oleh-oleh dan sebagainya. Namun kini mereka harus berjuang lebih keras untuk mencari pembeli yang langka di pantai dekat Gunung Anak Krakatau tersebut.
   
Sejumlah kawasan di tepian Pandeglang itu sebelum tsunami terjadi adalah kawasan yang ramai oleh wisatawan. Jalan raya yang berada di tepi pantai juga di akhir pekan saat itu cenderung padat. Tetapi dari pemantauan Antara di kawasan Tanjung Lesung usai musibah tsunami itu terlihat sangat sepi meski akhir pekan. Tidak lagi ditemui kemacetan di salah satu kawasan primadona turis baik lokal maupun mancanegara.
   
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut tsunami Selat Sunda menyebabkan efek domino berupa pembatalan kunjungan wisatawan hingga 10 persen. Sebelum dilanda tsunami, tingkat hunian atau okupansi hotel dan penginapan di kawasan wisata Anyer, Carita dan Tanjung Lesung mencapai 80–90 persen.
   
Memulihkan pamor kawasan wisata agar ramai seperti sedia kala setelah terjadi bencana tergolong sulit. Beberapa fakta menunjukkan, Bali harus berulang mempromosikan diri setelah beberapa kali Gunung Agung mengalami erupsi. 
   
Erupsi Gunung Agung di Bali tahun 2017 menyebabkan satu juta wisatawan berkurang dan kerugian mencapai Rp11 triliun di sektor pariwisata.
   
Lihat juga pariwisata Yogyakarta juga harus berjuang untuk kembali bangkit setelah dilanda gempa bumi pada 2006. Provinsi tersebut juga beberapa kali mendapatkan dampak erupsi Gunung Merapi yang membuat kunjungan wisatawan sempat turun. Usaha untuk memulihkan citra pariwisata juga tidak bisa ditempuh dalam waktu singkat.
 
Kemudian terdapat gempa bumi Lombok yang beruntun pada 2018 menyebabkan 100 ribu wisatawan berkurang dan kerugian Rp1,4 triliun di sektor pariwisata.
   
Erupsi Merapi tahun 2010 mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisatawan di beberapa obyek wisata di Yogyakarta dan Jawa Tengah mencapai hampir 50 persen.
   
Sementara tsunami di Selat Sunda pada 22 Desember 2018 menyebabkan kerugian ekonomi hingga ratusan miliar di sektor pariwisata.
   
Kepala Pusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan kerugian pariwisata itu sebaiknya menjadi pembelajaran soal pentingnya mitigasi atau tindakan mengurangi dampak bencana.
   
Dia mengatakan di balik berkah keindahan alam Indonesia juga dampat menyimpan musibah jika tidak dikelola dengan baik.
   
"Mitigasi dan pengurangan risiko bencana hendaknya ditempatkan sebagai investasi dalam pembangunan pariwisata itu sendiri. Sebab, dalam proses pembangunan setiap satu dolar AS yang diinvestasikan untuk pengurangan risiko bencana maka dapat mengurangi kerugian akibat bencana sebesar 7-40 dolar AS," kata dia.
   
Data kerugian di dunia pariwisata di atas memiliki benang merah yaitu jika industri pariwisata terletak di kawasan rentan bencana harus dikelola dengan baik. Karena sebaliknya, jika ditata tanpa perencanaan baik maka bisa mempengaruhi ekosistem pariwisata dan pencapaian target kinerja pariwisata.
   
Pariwisata seringkali diasosiasikan dengan kesenangan sementara wisatawan melihat keamanan dan kenyamanan sebagai satu hal yang penting dalam berwisata. Bencana merupakan salah satu faktor yang sangat rentan mempengaruhi naik turunnya permintaan dalam industri pariwisata.
   
Bupati Pandeglang Irna Narulita ingin pariwisata di daerahnya bisa kembali bangkit setelah sejumlah titik wisatanya diterjang tsunami. Dia ingin pariwisata di kabupatennya bisa kembali dibangun dengan fasilitas tahan gempa dan tsunami. 
   
Irna optimistis pariwisata di Pandeglang bisa kembali dibangun dengan baik dan tidak memicu kekhawatiran turis selama didirikan secara aman. Beberapa fasilitas pendukung bisa dibangun seperti shelter tsunami dan ditunjang pelatihan bagi warga setempat soal mitigasi jika terjadi bencana.
   
"Kami 'kan tidak juga mau diam, lumpuh, mati, sehingga harus memberikan peluang kepada para investor agar berbondong-bondong menanamkan modalnya tapi dengan tadi struktur bangunan yang kuat, juga alat-alat deteksi dipasang, ada tanda evakuasi, jalan evakuasi, ada bukit tsunami, sehingga kami imbau nanti untuk para pengelola hotel villa untuk ada tempat tempat evakuasi," katanya.

Tata Tempat Wisata

Pariwisata di daerah yang memiliki potensi bencana memang harus disikapi dengan cermat yaitu lewat kebijakan tata ruang yang baik. Misalnya, di daerah wisata yang terancam tsunami sebaiknya hunian penginapan dibangun lebih sistematis.
   
Di Jepang, hotel-hotel di dekat area tsunami dibuat agar lantai dasar tidak dipakai sebagai tempat tidur tamu. Tetapi di bagian tersebut digunakan untuk lobi, area berkumpul, pusat bisnis dan untuk berbagai fungsi selain untuk kamar.
   
Penyelidik Bumi Madya Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Supartoyo mengatakan bangunan yang terletak pada kawasan rawan bencana tsunami agar dipindah ke tempat yang lebih aman. Data dari Badan Geologi dapat dipergunakan untuk melakukan pemindahan bangunan yang terletak pada kawasan rawan bencana tsunami. 

"Agar Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Kabupaten Serang dan Pandeglang segera merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kawasan paisir Selat Sunda bcrdasarkan peta kawasan rawan bencana geologi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi, Kementerian Encrgi dan Sumber Daya Mineral mencakup bencana gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan gerakan tanah," kata dia.
   
Dia mengatakan kawasan wisata seperti Tanjung Lesung berbatasan langsung dengan Selat Sunda. Karakteristik pantai di ujung barat Pulau Jawa itu pada umumnya merupakan pantai landai dengan kemiringan kurang dari 10 derajat kecuali sebagian pantai yang terletak di Tanjung Lesung.
   
Pantai landai tersebut jarang terdapat penghalang gelombang laut berupa dinding pantai (sea wall, retaining wall) dan penghijauan sehingga jika ada pemukiman maka rawan rusak diterjang tsunami.
   
Adapun tsunami yang terjadi di kawasan Selat Sunda di penghujung 2018 merupakan jenis fenomena alam yang langka karena tidak diawali gempa bumi sehingga masyarakat tidak sadar terdapat gelombang air laut.
   
Untuk itu, Supartoyo menyarankan agar di kawasan Selat Sunda harus diperbanyak alat sensor tsunami. Alat pemantauan tsunami itu bisa dilakukan dengan pemasangan peralatan pemantau berupa stasiun pasang surut di Pulau sekitar Gunung Anak Krakatau serta dilengkapi dengan detektor jenis pelampung/ buoy.
   
Penting juga, kata dia, agar instansi terkait melakukan pemeriksaan ke lapangan soal kebutuhan pendukung lain terkait antisipasi dan mitigasi terhadai tsunami. Masyarakat juga harus mendapatkan sosialisasi, simulasi dan pelatihan menghadapi tsunami, 
   
Menurut dia, masyarakat di Serang dan Pandeglang belum mendapatkan kecakapan terkait tsunami. Diseminasi pengetahuan soal tsunami ke masyarakat bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti lewat tokoh masyarakat, lewat khutbah oleh ulama dan lainnya.
   
Di ranah pendidikan, dia mengatakan agar pemerintah daerah memasukkan materi kebencanaan geologi seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan gerakan tanah ke dalam kurikulum pendidikan agar para guru dan pelajar dapat memperoleh pengetahuan tentang mitigasi bencana geologi. 

Baca juga: Pandeglang ingin pulihkan pariwisata pascatsunami
Baca juga: Bupati Pandeglang berharap perbankan dukung pengembangan pariwisata






 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019