Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Benny Ramdani meminta KPU RI menjalankan Putusan Bawaslu yang meminta nama Oesman Sapta masuk dalam daftar caleg DPD RI.

Dia menduga ada konspirasi politik yang menjadi sebab Putusan Bawaslu itu tidak dijalankan KPU RI dan pencoretan nama Oesman Sapta dari daftar caleg DPD RI periode 2019-2024.

"Saya menduga ada konspirasi politik dan kekuatan politik tertentu yang ingin menghalangi Oesman duduk di DPD RI," kata Benny usai diskusi di Jakarta, Sabtu.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memerintahkan KPU segera memasukkan nama Oesman Sapta ke DCT dengan catatan yang bersangkutan harus mundur sebagai Ketua Umum Partai Hanura apabila terpilih sebagai anggota DPD.

Benny menduga ada kekuatan yang bermain dan menyelundupkan agenda politiknya melalui institusi hukum dan penyelenggara pemilu. 

Menurut dia, dugaan itu berubah menjadi keyakinan karena KPU terbukti berani melawan undang-undang dan putusan peradilan.

"Kekuatan politik itu yang bermain lalu menyelundupkan agenda-agenda politiknya melalui institusi hukum maupun penyelenggara pemilu," ujarnya.

Benny menyesalkan adanya penambahan waktu atau pengecualian yang dilakukan KPU terhadap Oesman sebagai calon anggota DPD.

Dia menilai KPU sering memberikan perpanjangan waktu kepada OSO untuk mundur dari Hanura, namun melawan putusan sejumlah lembaga peradilan, bahkan Bawaslu.

"Tahapan pemilu tidak bisa dijalankan seperti itu. Kalau calon-calon yang belum memenuhi syarat terus diberikan perpanjangan waktu, apakah pemilu bisa dimulai? Bagaimana kalau calon-calon anggota DPD yang dianggap tidak memenuhi syarat menuntut persamaan hak seperti OSO," katanya.

Benny menilai ketidakpatuhan KPU terhadap undang-undang juga mengancam hasil pemilu hingga legitimasi pasangan capres-cawapres terpilih.

Karena menurut dia, seluruh anggota DPD yang dipilih dalam pemilu 2019 tidak memiliki memiliki dasar hukum, karena KPU tidak menjalankan putusan PTUN Jakarta.

"PTUN Jakarta telah mencabut keputusan KPU terkait DCT anggota DPD Pemilu 2019. PTUN memerintahkan KPU mengeluarkan putusan baru yang memasukan nama Oesman Sapta," katanya.

Menurut dia, karena KPU tidak mau memasukan nama Oesman, maka seluruh anggota DPD yang terpilih tidak sah karena pelantikan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR cacat hukum, karena seluruh anggota DPD-nya tidak sah secara hukum.

Sebelumnya, KPU tetap melarang pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD dengan alasan berpegangan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 30/PUU-XVI/2018. 

Komisioner KPU Ilham Saputra mengatakan Oesman Sapta harus mundur dari Hanura jika ingin dimasukkan dalam DCT.

"Prinsipnya tetap sama keputusan kami kemarin. Bahwa kalau ingin kemudian OSO masuk ke dalam DCT maka harus mengundurkan diri terlebih dahulu," kata Ilham di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (16/1).

KPU memberi waktu OSO untuk menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus partai politik hingga 22 Januari 2019. Namun apabila yang bersangkutan mau mundur dari jabatan ketua umum, maka KPU akan mencantumkan nama Oesman ke surat suara pemilu.

Ilham mengatakan, dalam mengambil sikap, KPU mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang melarang pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.

Dia menegaskan bahwa institusinya menggunakan konstitusi sebagai pedoman dalam menjalankan tahapan penyelenggaraan pemilu.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019