Jakarta, 21/1 (Antara) - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi mengatakan bekas petinggi Lippo Group Eddy Sindoro hanya curhat soal salah satu kasus yang dihadapi oleh Lippo kepadanya namun tidak pernah secara spesifik meminta bantuan untuk mengurus perkaranya.

"Saya tegas menyampaikan di sini tidak pernah Pak Eddy Sindoro spesifik minta bantuan mengurus perkara baik tertulis maupun tidak tertulis tapi curhat saja, pertama saya dapat informasi ada 'case' (di pengadilan tingkat sebelumnya) menang, menang terus kok di MA dikalahin," kata Nurhadi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Nurhadi bersaksi untuk terdakwa bekas Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro yang didakwa memberikan uang sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS kepada panitera pengadilan negeri Jakarta Pusat Edy Nasution agar melakukan penundaan proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL).
   
Dalam dakwaan disebutkan bahwa selaku Presiden Komisaris Lippo Group yang membawahi beberapa anak perusahaan di antaranya PT Jakarta Baru Cosmoplitan (JBC), Paramount Enterprise Internasional, PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan PT Across Asia Limited (AAL).

Pemberian uang itu diberikan dalam dua tahap yaitu pertama, pemberian uang terkait penundaan aanmaning (pemanggilan) antara PT MTP melawan PT Kwang Yang Motor Co.Ltd (KYMCO) sementara pemberian kedua terkait Peninjauan Kembali (PK) perkara Niaga oleh PT Across Asia Limited (AAL).
   
"Saya tidak menanggapi juga, saya cuma basa-basi bertanya masalahnya apa, seingat saya Pak Eddy menyebut soal info itu tok, tapi tidak pernah minta bantuan untuk mengurus itu, itu keluhan pertama yang akhirnya saya menelepon Edy Nasution tidak ada yang lain," tambah Nurhadi.

Setelah mendapat curhat tersebut, Nurhadi lalu menelepon panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution untuk menanyakan perkara tersebut.
   
"Saya pernah saya telepon sekali Pak Edy Nasution, tapi konteksnya adalah masih kaitan tugas dan kewenangan saya karena saat itu teman saya pak Eddy Sindoro, saya lupa kapan dan dimana, pernah curhat ke saya, ini saya dapat laporan 'case' sudah satu tahun tidak dikirim-kirim ke MA," jelas Nurhadi.

Tapi Nurhadi mengaku lupa kasus apa yang menjadi objek curhat Eddy Sindoro tersebut.
 
"Saya tidak ingat kasusnya, tapi saya telepon karena kenapa sudah satu tahun lebih tidak dikirim-kirim, memang ada fungsi saya sebagai pembinaan dan pengawasan di sana," ungkap Nurhadi.
   
Nurhadi mengaku mengenal Eddy Sindoro sejak sekitar tahun 1975-1976 di satu restoran di Semarang. Mereka lama tidak bertemu lalu kembali berkomunikasi padad 2008. Belakangan Eddy Sindoro juga terkadang bertamu ke rumah Nurhadi.

"Karena beliau (Eddy Sindoro) 'concern' terhadap kesehatan, kebetulan saya ada kaitan kesehatan pengobatan alternatif yaitu refleksi Pak Sulasman, kalau Pak Lasman saya panggil ke rumah, Pak Eddy kadang-kadang gabung bersama teman-teman yang lain ikut pengobatan di rumah," tambah Nurhadi.
   
Meski Eddy Sindoro ikut pengobatan alternatif di rumahnya, namun Nurhadi tidak tahu riwayat penyakitnya.
   
Sedangkan Nurhadi juga pernah datang ke rumah Eddy Sindoro saat lamaran putra Eddy bernama Michael. 
   
"Pernah juga bertemu di Plaza Indoensia dan Plaza Senayan sekali, kita ketemu biasa saja, bicarakan masalah keluarga, kesehatan, pendidikan, kemudian beliau hobi kendaraan antik paling itu," ungkap Nurhadi.***2*** (T.D017)
Baca juga: Sekretaris MA disebut minta percepatan berkas Lippo
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2019