pemerintah mengalokasikan anggaran senilai Rp2,7 triliun untuk revitalisasi sarana dan prasarana perguruan tinggi
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengalokasikan anggaran  Rp2,7 triliun untuk revitalisasi sarana prasarana pendidikan tinggi.
    
"Pada tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran senilai Rp2,7 triliun untuk revitalisasi sarana dan prasarana perguruan tinggi," ujar  Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti di Jakarta, Rabu.
   
Ia menjelaskan total anggaran tersebut terbagi menjadi lima skema pembiayaan program. Salah satu yang menjadi prioritas adalah menyelesaikan 38 gedung mangkrak di PTN.
   
"Anggaran tersebut dialokasikan, yaitu untuk 11 PTN di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) dan LLDikti sebesar Rp150 miliar, kemudian sebanyak tujuh PTN melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp498 miliar, revitalisasi 7 LPTK sebesar Rp73,6 miliar, pembangunan 12 PTN melalui Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) sebesar 370,43 miliar, dan sisanya Rp1,6 triliun untuk menyelesaikan 38 KDP oleh PUPR," tutur Dirjen Ghufron.
   
Ia mengatakan alokasi dana sarpras pendididikan tinggi tahun ini cukup besar setelah tiga tahun terakhir anggaran yang tersedia relatif sedikit. Kendati demikian, agar anggaran dapat terserap dengan efektif, Kemenristekdikti memiliki strategi dengan cara membagi zona prioritas pendanaan sarpras.
    
Prioritas pertama, yakni zona merah di mana kriteria penerimanya adalah PTN Satker di daerah 3T, PTN yang belum memiliki gedung pembelajaran, dan LLDikti yang belum memiliki gedung perkantoran.
   
Kedua, zona kuning, yaitu PTN satker baru wilayah non-3T, PTN Satker lama wilayah 3T dan non-3T, dan LLDikti belum memenuhi kebutuhan minimal sarpras. Zona merah dan kuning ini akan diselesaikan menggunakan dana APBN, SBSN, dan PHLN. Sedangkan zona hijau adalah untuk PTN BLU, dan terakhir adalah zona biru yang merupakan PTN-BH yang akan menggunakan strategi pendanaan melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan PHLN.
    
“Kami mendorong masing-masing pimpinan perguruan tinggi dan LLDikti rutin melakukan koordinasi, serta monitoring dan evaluasi supaya dana yang diberikan benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Pengalaman kami kemarin, ada beberapa perguruan tinggi yang sudah diberi anggaran sarpras, tetapi serapannya rendah,” tambahnya.
   
Selain itu, pemerintah kini mulai fokus terhadap pembangunan sarpras pada bidang vokasi dan seni.
   
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dalam arahannya mengatakan, sarpras pada pendidikan vokasi era revolusi industri 4.0 harus memenuhi pembelajaran dan praktik yang modern. Terkait dana yang relatif besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pihaknya pun telah mengajukan anggaran, dan diharapkan bisa direalisasikan tahun depan.

“Fokus pembangunan sarpras pendidikan vokasi sendiri terdapat di politeknik, universitas, juga institut. Sementara untuk mengembangkan kebudayaan Indonesia ini diprioritaskan di perguruan tinggi seni, seperti ISI dan ISBI. Masing-masing perguruan tinggi seni tersebut harus mampu menunjukkan keunikan dan keunggulannya,” terang Menteri Nasir.
   
Menteri Nasir turut mengomentari mengenai masalah gedung mangkrak yang ditemukan di banyak PTN di Tanah Air. Menurutnya, masalah gedung mangkrak dapat dihindari dengan pengelolaan anggaran yang baik. Oleh sebab itu, waktu pelelangan menjadi penting untuk diperhatikan masing-masing perguruan tinggi dan LLDikti.
   
"Sekarang pembangunan sarpras baru supaya tidak mangkrak sejak awal lelang harus sudah selesai. Jika Januari sudah mulai dibuka lelang, kira-kita Maret sudah selesai lelang, sehingga April sudah jalan. Dengan begitu, pembangunan bisa berjalan empat sampai enam bulan, dan akan selesai tepat waktu. Tentu proses pembangunan ini akan kami kawal, bahkan pendampingan dari PUPR yang merupakan ahlinya,” tuturnya.
    
Menteri Nasir juga menjelaskan mengenai prinsip dan etika pengadaan sarpras yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Untuk prinsip yang harus diperhatikan, lanjut Menteri Nasir, meliputi akuntabel, efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, dan adil. Sementara terkait etika, di antaranya tertib dan tanggung jawab, mencegah pemborosan, serta tidak menerima, menawarkan, atau menjanjikan.

Baca juga: Anggaran riset dan teknologi Ditjen Pendidikan Tinggi Rp43 triliun
Baca juga: Menkeu minta perguruan tinggi awasi penggunaan anggaran


Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019