Pontianak  (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat menyatakan, sekitar 90 persen orangutan berada di luar kawasan hutan lindung dan konservasi sehingga rawan konflik dengan manusia.

 "Sehingga untuk menyelamatkan orangutan tersebut dibutuhkan komitmen bersama dalam melindungi habitat orangutan itu agar tidak rusak atau tetap ada," kata Kasubag TU BKSDA Kalbar, Lidia Lili di Pontianak, Jumat.

 Ia menjelaskan, orangutan adalah satwa yang harus dilindungi semua pihak, karena hanya ada di Indonesia dan sebagian kecil di Malaysia. Di Indonesia pun hanya ada di Pulau Kalimantan dan Sumatera.

 "Dengan semakin majunya pemukiman, pembangunan jalan yang membuka daerah-daerah yang terisolasi serta kawasan hutan, kemudian perluasan perkebunan dan tambang tidak dipungkiri semakin mempersempit ruang gerak orangutan tersebut," ungkapnya.

  Saat ini yang bisa dilakukan, yakni bagaimana memperlambat dan memperkecil dampak dari aktivitas manusia.

  "Sehingga ke depannya semua pihak harus bersinergi dengan baik dalam mencegah agar orangutan tidak semakin terjepit dan terus bisa hidup aman serta dilindungi agar tidak punah," ujarnya.

 Memang, menurut dia, tidak mudah untuk melakukan hal tersebut, karena itu, pihaknya mengundang berbagai pihak, mulai dari pengambil kebijakan, LSM peduli orangutan, pemerhati, akademisi dan pelaku usaha seperti dari pihak perkebunan dan tambang untuk hadir dalam acara diseminasi kehidupan orangutan di lanskap multifungsi pada Jumat ini.

 "Artinya dalam melindungi orangutan butuh dukungan semua pihak, karena kami tidak bisa bekerja sendiri dalam hal ini," katanya.

 Sebelumnya, Acting Manager Protected and Conserved Areas sekaligus focal point untuk spesies orangutan WWF-Indonesia, Albertus Tjiu mengatakan upaya penetapan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) satwa liar yang saat ini dibahas secara langsung akan berkontribusi dalam mendukung target pencapaian nasional yang tertuang di dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) orangutan dan bekantan.

 Hal itu, termasuk merespon rekomendasi dari laporan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) 2016 yang menyebutkan salah satu meta-populasi orangutan, yaitu Pygmaeus Fragmented South yang datanya masih belum tersedia.

  "Koridor orangutan yang dimaksud adalah bagian meta-populasi untuk jenis pygmaeus. Dengan demikian, Kalbar telah berupaya menjalankan rencana aksi di level nasional ke tingkat sub-nasional, sekaligus menjawab rekomendasi PHVA 2016," ujar Albert.


Baca juga: Orangutan berkeliaran di kebun warga ditangkap BKSDA Kalteng
Baca juga: orangutan sumatera yang terisolasi ditranslokasikan BKSDA Aceh

Pewarta: Andilala
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019