kita harus mengerti, masih memiliki potensi yang besar untuk memasarkan ke pasar-pasar lainnya
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Megawati Institute Iman Sugema menyarankan agar pemerintah Indonesia tidak terlalu responsif menanggapi wacana pemerintah Filipina yang hendak membatasi impor minyak kelapa sawit.

"Tidak perlu terlalu responsif," ujar Iman Sugema kepada Antara News di sela-sela forum diskusi bertema "Ekonomi Indonesia Pasca Pemilu Presiden 2019" di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan bahwa munculnya wacana "ancaman" pembatasan dari pemerintah Filipina tersebut perlu dipahami dari konteks sebagai upaya Filipina untuk melindungi industri minyak kelapa dalam negeri mereka dari impor minyak kelapa sawit Indonesia.

"Kita harus mengerti, kita masih memiliki potensi yang besar untuk memasarkan ke pasar-pasar lainnya," ujarnya.

Selain itu pengamat tersebut juga menyarankan agar minyak kelapa sawit Indonesia digunakan di dalam negeri untuk kepentingan biofuel serta berbagai hal lainnya.

Beberapa waktu lalu, pemerintah Filipina melalui Menteri Pertaniannya Emmanuel "Manny" Fantin Pinol melontarkan wacana untuk menghambat impor minyak kelapa sawit atau crude palm oil dari Indonesia, dengan memberikan tarif tinggi terhadap hal tersebut.

Menteri Pertanian Filipina tersebut beralasan bahwa wacana pembatasan itu sebagai upaya mencegah produk minyak kelapa sawit Indonesia yang membanjiri pasar lokal mereka.

Selain itu Menteri Pertanian Filipina itu juga tidak terima usai mengetahui defisit perdagangan negaranya dengan Indonesia yang melebar.

Menurut data BPS RI seperti diolah oleh Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan, selama tahun 2017 Indonesia mengalami surplus perdagangan dari Filipina sebesar 5,77 miliar dolar AS, terdiri atas selisih ekspor sebesar 6,63 miliar dolar AS dan impor sebesar 859,3 juta dolar AS.

Pada tahun 2017 total perdagangan kedua negara mencapai 7,49 miliar dolar AS, tumbuh 13,44 persen dibanding tahun 2016 sebesar 6,09 miliar.
 

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019