Jakarta (ANTARA News) - Sebesar apapun cintamu pada duniamu, ada masanya berhenti dan meninggalkannya. Itulah yang terjadi pada bintang bulu tangkis Liliyana Natsir.

Ia sadar sebesar apapun cintanya pada bulu tangkis, ada masanya ia harus surut, meninggalkan dunia yang membesarkannya, dunia yang membawa harum namanya.

Butet, gadis kelahiran Manado 9 September 1985 itu biasa disapa, memilih menutup karirnya di bulu tangkis tahun ini. Indonesia Masters 2019 yang baru lalu menjadi turnamen terakhir yang ia mainkan.

Upacara perpisahan yang digelar sebelum partai final Indonesia Masters, menunjukkan betapa besar namanya di dunia bulu tangkis, betapa berharganya Butet bagi prestasi bulu tangkis Indonesia, mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional.

Baca juga: Jokowi terima Liliyana "Butet" Natsir di Istana Merdeka

"Saya tidak pernah menyesal menjadi atlet bulu tangkis. Dunia ini yang membesarkan nama saya, dunia ini yang membuat saya bisa memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara," katanya dalam upacara perpisahan tersebut.

Matanya berkaca-kaca, hidungnya memerah, suaranya bergetar. Ia tampak tidak setegar dan segarang di lapangan saat bertanding. Tampak sungguh berat ia mengucapkan kata-kata perpisahan itu.

"Farewell, pastinya terharu. Sebenarnya, saat jalan dari kamar sampai ke sini saya tarik napas terus. Saya berusaha tidak menangis karena gengsi juga. Biasanya masuk lapangan kalem kan, tapi ini saat masuk ke lapangan malah langsung tersentuh juga," kata Liliyana dalam konferensi pers seusai pertandingan.

Baca juga: 24 tahun mengabdi, Butet pamit sebagai atlet

Tampak jelas bahwa tidak mudah baginya meninggalkan keseharin bergelut dengan raket, berlatih, mengalami suka dan duka dalam bertanding yang sudah 24 tahun dijalaninya.
Presiden Joko Widodo (kanan) bersama atlet bulutangkis Liliyana Natsir (kiri) menyampaikan keterangan pers usai bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (29/1/2019). Liliyana berpamitan kepada Presiden Joko Widodo usai memutuskan gantung raket dan pensiun dari dunia bulutangkis. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/pd. (ANTARAFOTO/PUSPA PERWITASARI)


Perjalanan karir

Liliyana Natsir mulai serius menapaki dunia bulutangkis saat ia rela meninggalkan keluarganya di Manado untuk bergabung di PB Tangkas di Jakarta saat usianya masih belia, 12 tahun.

Di klub itu pula ia mendapat nama panggilan Butet, meskipun tidak ada darah Batak mengalir di tubuhnya, yang hingga kini melekat sebagai panggilan akrabnya.

Ia kemudian bergabung dengan pelatnas PBSI pada 2002. Sejak itu ia selalu membela Merah Putih di ajang internasional, mulai dari Piala Sudirman 2003, Piala Uber 2004 dan seterusnya.

Namanya mulai berkibar ketika dipasangkan dengan Nova Widianto pada 2004 setelah pasangan Nova sebelumnya, Vita Marissa harus menjalani perawatan akibat cedera bahu seusai Olimpiade Athena 2004.

Pasangan Nova/Liliyana langsung tancap gas dengan menjuarai Kejuaraan Dunia 2005 di Anaheim Amerika Serikat, dua tahun kemudian gelar juara dunia kembali mereka raih, kali ini di Kuala Lumpur Malaysia.

Sejak itu mereka menjadi salah satu ganda campuran yang disegani kawan dan lawan, karena pasangan tersebut menjadi pesaing berat di berbagai turnamen. Mereka bahkan sempat menempati peringkat teratas dunia.

Sayangnya, bersama Nova, Liliyana gagal  mempersembahkan medali emas Olimpiade 2008 di Beijing China. Mereka harus puas dengan medali perak stelah kalah di final dari pasangan Korea Selatan Lee Yong Dae/Lee Hyo Jung 11-21, 17-21.

Baca juga: Owi/Butet persembahkan perlawanan ketat pada penghujung penampilan

Menjelang Asian Games 2010 pelatih ganda campuran pelatnas Richard Mainaky memutuskan untuk memisahkan Nova dengan Liliyana dan memasangkan Butet dengan pasangan yang lebih muda Tontowi Ahmad.

Meskipun gagal di Asian Games 2010 dan tidak berhasil mempersembahkan medali emas Olimpiade 2012 di London Inggris, pasangan Owi/Butet berhasil mencetak sejarah pada 2012 sebagai ganda campuran Indonesia pertama yang menjuarai All England setelah pasangan Christian Hadinata/Imelda Wiguna pada 1979.

Yang diikuti dengan mencetak rekor juara All England tiga kali berturut-turut (2012-2014).

Puncak keberhasilan pasangan ini adalah ketika mengembalikan tradisi emas Olimpiade bagi Indonesia yang sempat terputus pada 2012, dengan mempersembahkan medali emas pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016.

Selain itu, Butet menambahkan dua gelar juara dunia pada 2013 dan 2017 bersama Owi ke dalam deretan trofi yang diraihnya.

Sepanjang 24 tahun karir bulu tangkisnya, ia juga mengumpulkan 23 gelar super series dengan 3 partner berbeda, Nova Widianto dan Tontowi Ahmad pada ganda campuran, serta Vita Marissa pada ganda putri.

Baca juga: Butet: ini momen tak terlupakan bagi saya

Bicara gelar seakan tiada habisnya, semua gelar itu belum termasuk medali emas kejuaraan regional SEA Games yang dipersembahkan Butet untuk Merah Putih.

Akhirnya, seperti diucapkan Owi dalam akun instagramnya menjelang laga final Indonesia Masters 2019, bahwa final kemarin adalah yang terakhir.

"Biarlah Owi/Butet menjadi cerita untuk anak cucu kita nanti...terima kasih ci@natsirliliyana untuk semua pelajaran yg telah ci butet kasih untuk saya. semoga saya bisa melanjutkan cerita owi/butet dengan versi yang lain."

Terima kasih Butet untuk prestasi dan inspirasinya!
 

Pewarta: Fitri Supratiwi
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2019