Yangon (ANTARA News) - Penguasa Myanmar hari Selasa mengurangi jam malam atas kota utama Yangon, saat keketatan keamanan sedikit dilonggarkan sesudah penumpasan unjukrasa besar menentang pemerintah. Pengeras suara di truk melintasi tengah Yangon daerah permukiman kota itu, mengumumkan jam malam akan berlangsung dari pukul 22.00 hingga 04.00, dua jam lebih singkat daripada waktu pukul 21.00 hingga 05.00, yang diumumkan sepekan lalu. Pembatasan itu, yang mencakup sebutan Yangon sebagai "daerah terbatas", diumumkan Selasa lalu sesaat sebelum pemerintah melancarkan penumpasan berdarah terhadap pengunjukrasa itu, yang menewaskan 13 orang dan 1.000 orang ditahan. Kelonggaran itu merupakan tanda lain kepercayaan penguasa pada penumpasan unjukrasa tersebut, tentangan terbesar terhadap kewenangannya sejak 1988, saat tentara diperkirakan menewaskan 3.000 orang dalam penumpasan selama beberapa bulan. Orang, mobil dan bus kembali ke jalan di Yangon hari Selasa, saat warga mencoba kembali bekerja, tapi suasana tetap tegang dan biara utama masih dikepung. "Kami harus bekerja untuk makan, sehingga kami datang ke pusat kota untuk melaksanakan tugas hari ini," kata satu wanita, petugas tempat parkir kendaraan. Sejumlah sekolah dibuka, bersama dengan beberapa toko dan rumahmakan, tapi perdagangan masih sepi, karena warga tetap tegang sesudah penumpasan itu, yang mencakup pencidukan orang biasa oleh pemerintah. Penonton dipukuli dan ditangkap bersama pengunjukrasa, ketika polisi dan tentara membubarkan unjukrasa dan menangkap pesertanya di sepanjang jalan, membuat warga bersembunyi. Jam malam itu, yang dijadwalkan berlangsung 60 hari, membuat warga kesulitan bekerja, yang meningkatkan kesulitan di kalangan penduduk miskin tersebut. Kendati keketatan keamanan diperlonggar sejak Senin, tentara masih ditempatkan di tempat utama unjukrasa pekan lalu, termasuk Balaikota dan dua pagoda utama. Tentara berjaga di luar pagoda Shwedagon, kuil tersuci Myanmar, sementara di biara terdekatnya, pasukan keamanan terlihat di gugus tersebut. Di kota satelit Okkalapa Selatan, Myanmar timurlaut, salah satu biara --yang diserang pekan lalu-- masih dijaga ketat dengan enam truk tentara terparkir di luarnya. Saksi menyatakan 100 biksu Budha ditangkap di sana dan delapan orang tewas sesudah unjukrasa meledak dengan dukungan biksu, yang dipukuli sebelum ditangkap. Setidak-tidaknya, 1.000 orang ditangkap sesudah pasukan keamanan di Myanmar menindak tegas unjukrasa besar dan ditahan di satu kampus di Yangon, kata pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa dan penguasa kepada kantor berita Prancis AFP hari Selasa. Pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan cemas atas laporan bahwa tahanan itu, termasuk sekitar 500 biksu, yang kabarnya mogok makan, dipindahkan ke tempat lain, yang memicu kekuatiran atas kesehatan mereka. Seorang pejabat Myanmar, yang berbicara tanpa bersedia namanya ditulis, karena tidak memiliki wewenang berbicara dengan wartawan, menyatakan sekitar 1.700 orang ditahan di kampus Institut Teknik Pemerintah. Kelompok itu termasuk sekitar 200 wanita dan sedikit-dikitnya seorang calon biksu Budha berusia 10 tahun, tambahnya. Mereka ditahan di dalam kampus di gudang tidak berjendela, tempat biksu menanggalkan jubah, dan banyak di antara mereka menolak makan, demikian laporan kantor berita transnasional layaknya AFP, DPA, dan Reuters. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007