Dua agenda keadilan ekonomi yang didesakkan IGJ, yaitu mengenai arah kebijakan perdagangan Indonesia, dan perlindungan kepentingan rakyat dalam FTA (perjanjian pasar bebas)...
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia for Global Justice (IGJ) menyatakan penyelenggaraan Pemilu harus bisa membawa perubahan struktur perekonomian nasional yang lebih adil dan merata sekaligus meningkatkan kinerja perdagangan Indonesia.

"IGJ mendesak Pemilu 2019 harus bisa membawa perubahan model ekonomi secara struktural bagi Indonesia," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti di Jakarta, Kamis.

Ia mengingatkan bahwa kinerja perdagangan di tahun 2018 membukukan defisit terburuk di sepanjang lima tahun terakhir. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor khususnya tekanan perekonomian global. 

Namun, lanjutnya, IGJ menilai penurunan kinerja perdagangan Indonesia di sepanjang 2018 bukan sekedar persoalan kasuistis yang dipengaruhi oleh kondisi global semata, tetapi ini juga merupakan efek jangka panjang dari ketidakmampuan menyusun strategi penguatan ekonomi nasional atas dampak dari kebijakan ekonomi terbuka.

Rachmi berpandangan bahwa persoalan yang melingkupi kebijakan perdagangan Indonesia merupakan konsekuensi dari pilihan model ekonomi yang dipilih oleh Pemerintah Indonesia pasca-1967, di mana pembangunan ekonomi lebih bertumpu pada investasi asing dan ekstraksi sumber daya alam.

"Sudah saatnya untuk Pemerintah Indonesia ke depan segera mengkaji kembali strategi kebijakan ekonomi terbuka yang dipilih selama ini," ujar Rachmi.

Rachmi juga berpandangan bahwa Pemilu 2019 jangan hanya menjadi proses demokrasi prosedural semata yang hanya melegitimasi pergantian atau mempertahankan rezim dalam perebutan kue ekonomi yang diperkuat dengan struktur oligarki.

IGJ mendesak agar agenda keadilan ekonomi Indonesia harus menjadi bagian dalam perdebatan arah bangsa, khususnya dalam kebijakan perdagangan internasional Indonesia. 

"Dua agenda keadilan ekonomi yang didesakkan IGJ, yaitu mengenai arah kebijakan perdagangan Indonesia, dan perlindungan kepentingan rakyat dalam FTA (perjanjian pasar bebas)," ucapnya.

Sementara itu, Guru Besar Universitas Brawijaya Candra Fajri Ananda menilai perjanjian maupun misi perdagangan yang dilakukan pemerintah telah membantu pelaksanaan kinerja ekspor maupun impor nasional pada 2018.

Candra dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis (10/1/2019), menyatakan upaya tersebut mampu meningkatkan nilai ekspor nonmigas serta menahan pelebaran defisit neraca perdagangan yang secara kumulatif Januari-November 2018 tercatat sebesar 7,52 miliar dolar AS.

"Perjanjian-perjanjian dagang itu meminimalkan ketidakpastian pasar. Walaupun memang untungnya tidak banyak, tetapi lebih terjamin pembelinya," katanya.

Baca juga: BKPM yakinkan prospek ekonomi Indonesia dalam WEF 2019
 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019