Tokyo (ANTARA News) - Konsulat Jenderal RI di Osaka, Jepang bekerjasama dengan kepolisian setempat tengah mendalami kemungkinan terjadinya kembali praktik perdagangan perempuan Indonesia, menyusul tertangkapnya tiga orang dari Pakistan, Taiwan, dan Jepang baru-baru ini. Menurut Konsul Jenderal Pitono Purnomo, ketiga tersangka kasus perdagangan perempuan yang tertangkap pada Selasa (2/10) lalu itu adalah seorang warga Pakistan, perempuan Taiwan, dan pria Jepang, mereka dituduh memperdagangkan perempuan Indonesia pada Oktober tahun lalu. "Kami sudah biasa bekerjasama, dan kini sedang mempelajari kasusnya lebih jauh lagi," kata Pitono Purnomo di Tokyo, Rabu. Tiga tersangka yang oleh Konjen RI dicurigai kemungkinan terlibat jaringan perdagangan perempuan yang lebih luas itu masing-masing bernama Iftikhar Ahamad Khan (36), warga Pakistan, tinggal di Propinsi Nagano, Hideki Tanaka, karyawan perusahaan biro perjalanan Jepang, tinggal di Bali, dan Wang Yuhui (50), pemilik sebuah bar di Nagano. "Kami akan mengirimkan tim ke Nagano untuk mengecek langsung dan sejauh mana kasusnya kini," ujar Pitono lagi. Pihak Imigrasi Jepang sendiri sudah mengeluarkan peringatan kecenderungan semakin meningkatnya perdagangan manusia yang beroperasi di Jepang, khususnya dari kawasan Asia, Eropa Timur, Rusia dan negara-negara bekas pecahan Uni Soviet. Bahkan Jepang juga memperketat prosedur pengurusan visa yang diberikan di berbagai perwakilan Jepang di seluruh dunia. Sindikat Internasional Jepang dan Indonesia sama-sama menyadari kemungkinan keterlibatan sindikat internasional dalam praktek perdagangan manusia (human trafficking) ke Negeri Sakura itu. Tertangkapnya ketiga tersangka penyelundupan perempuan Indonesia itu merupakan salah satu bukti betapa praktek tersebut sudah melintas negara. "Ini juga melibatkan kelompok kejahatan Indonesia, mengingat KTP, paspor dan visanya pun palsu. Sebagian besar , kalau boleh dibilang hampir semua dokumen yang dimiliki warga Indonesia yang tertangkap oleh aparat Jepang ternyata palsu," ujar Pitono. Modus operandi yang dilakukan, pemalsuan dimulai dengan memalsukan identitas perempuan Indonesia, hingga paspor dan visa yang dimiliki setelah dicek ternyata banyak juga yang palsu. Jaringan tersebut beroperas mulai dari tingkat kelurahan hingga di kantor imigrasi. dalam beroperasi, sindikat ini juga rapi dan sulit untuk diketahui. Dalam mencari korbannya mereka bahkan sudah jauh masuk ke desa-desa dengan tawaran bekerja dengan gaji besar di Jepang. Setibanya di Jepang ternyata mereka dipekerjakan sebagai wanita penghibur.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007