Jambi (ANTARA News) - Aktivitas penambangan minyak ilegal (illegal drilling) di Desa Pompa Air dan Desa Bungku Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi telah merambah kawasan hutan lindung Taman Hutan Raya (Tahura) di daerah tersebut.

"Hal ini diketahui setelah adanya penertiban dan penutupan illegal driling di dua desa tersebut, kini aksi para penjarah minyak mentah tersebut mulai masuk ke kawasan Tahura," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Batanghari, Parlaungan, Rabu.

Setelah gagalnya penertiban aktivitas penambangan minyak ilegal di kawasan Wilayah Kerja Pertamina (WKP) EP-TAC PT PBMSJ Kecamatan Bajubang, pada Selasa (29/1), bersama Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) serta petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Batanghari melakukan sidak ke kawasan Tahura.

Dari tiga titik kawasan Tahura yang disidak, petugas SPORC bersama DLH menemukan ada sebanyak 50 titik lebih sumur minyak illegal drilling. Dua titik lokasi yang disidak oleh petugas dalam keadaan kosong dan di lokasi itu sudah tidak ditemukan oknum penambang minyak ilegal. Petugas hanya menemukan alat dan bahan untuk melakukan penambangan minyak secara ilegal.

"Karena penertiban di dua desa Bungku dan Pompa Air gagal, maka kita coba masuk kekawasan Tahura dan di dalam kawasan tersebut ternyata telah banyak dibuka sumur-sumur minyak ilegal," kata Parlaungan.

Namun, di lokasi ketiga, petugas menemukan puluhan sumur minyak ilegal yang tengah dioperasikan oleh oknum penambang. Sesaat petugas memasuki lokasi, oknum masih aktif melakukan penambangn minyak dengan menggunakan alat rakitan dari mesin kendaraan roda dua dan mesin dompeng.

Setelah mengetahui ada petugas, oknum penambang minyak secara illegal secara berangsur menghentkan aktifitasnya. Namun, saat hendak melakukan penertiban, SPORC dan DLH daerah itu menarik mundur petugas. Hal itu dikarenakan dari segi jumlah personil dan melihat medan dari lokasi penambangan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penertiban.

"Dari segi petugas dan penunjang pendukung lainnya tidak memungkinkan kita melakukan penertiban, kami harap pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dapat mengambil tindakan terhadap aktivitas penambangan minyak ilegal yang telah memasuki kawasan tahura ini," kata Parlaungan.

Ketua tim Penegakan Hukum (Gakum) SPORC wilayah Sumatera Suwaryadi sangat mengkhawatirkan lokasi hutan lindung Tahuran yang dirambah oleh oknum penambang minyak ilegal karena di lokasi tersebut rawan akan terjadi kebakaran hutan dan lahan. Selain itu aktivitas penambangan minyak ilegal tersebut berdampak negatif terhadap lingkungan.

Suwaryadi mengatakan dari hasil sidak yang dilakukan, tim penegak hukum SPORC akan membuat laporan terkait titik lokasi kawasan Tahura yang dirambah untuk aksi penambangan minyak ilegal dan laporan tersebut akan disampaikan ke Balai Gakum wilayah Sumatera di Provinsi Sumatera Utara dan setelah itu laporan diteruskan kepada Gakum SPORC di Jakarta.

Aktivitas penambangan minyak secara ilegal di kawasan tahura yang dilakukan oleh para oknum menyalahi aturan karena kawasan Tahura tersebut merupakan hutan lindung dan hutan restorasi yang dilindungi oleh negara.



Bupati kecewa

Sementara itu Bupati Batanghari H Syahirsah kecewa melihat aksi dari penambangan minyak ilegal atau illegal drilling sudah masuk dan merambah ke dalam kawasan hutan lindung Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Thaha Syaifuddin yang ada di kabupaten tersebut.

"Kami kecewa melihat kondisi ini, hutan Tahura merupakan kawasan yang dilindungi dan yang terjadi aksi penambangan minyak ilegal sudah berjalan dan jumlahnya pun cukup banyak," katanya saat melakukan sidak di lokasi hutan lindung Tahura.

Pemerintah daerah berkewajiban menjaga agar Tahura tidak rusak, namun dengan adanya oknum perambah minyak secara ilegal tersebut telah merusak hutan lindung Tahura dan ekosistem di dalam taman hutan raya telah tercemar, mulai dari flora hingga fauna yang berkembang di dalamnya rusak akibat paparan minyak mentah.

Dia mengatakan, Tahura merupakan hutan lindung milik negara, hanya saja kewenangan pengelolaannya berada di pemerintah daerah. Pemerintah daerah berkewajiban menertibkan Tahura namun yang menjadi masalah adalah kewenangan penertiban illegal drilling tidak berada pada pemerintah daerah.

"Aktivitas penambangan minyak secara ilegal di kawasan Tahura ini juga akan kami laporkan kepada Kementerian ESDM, karena dulu sudah pernah kami laporkan tetapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut dari pemerintah pusat," kata Syahirsah.

Menurutnya penambangan minyak dapat dilakukan didalam kawasan Tahura, namun harus memiliki izin secara resmi dari Kementerian ESDM, dan tidak dilakukan secara ilegal.

Bupati mencontohkan penambangan minyak yang dilakukan oleh PT PBMSJ di kawasan tahuran tersebut dan bukan penambangan minyak yang dilakukan secara ilegal oleh oknum penambang. Selain itu penambangan yang diperbolehkan yakni penambangan minyak yang memiliki izin sesuai dengan prosedur keamanan, dan tidak menimbulkan limbah-limbah beracun yang dapat mencemari lingkungan.

"Tidak seperti penambangan minyak secara ilegal yang dilakukan oleh oknum yang telah mencemari lingkungan dan penambangan minyak di kawasan Tahura ini sudah pernah ditertibkan, namun mereka melawan. Aparat yang bersenjata saja dilawan apalagi saya, maka dari itu ini akan kami laporkan kembali ke pemerintah pusat," kata Syahirsah.

Sumur minyak ilegal di kawasan Tahura tersebut jumlahnya sudah ratusan. Saat ini oknum penambang minyak secara ilegal di kawasan Tahura terus beroperasi. Bahkan, sumur minyak ilegal tersebut berada di beberapa lokasi dalam kawasan Tahura.

Saat bupati melakukan sidak, oknum penambang minyak yang tidak mengetahui kedatangan rombangan dengan santainya melakukan penambangan minyak tersebut dan terus melakukan aksinya hingga diberhentikan oleh aparat.



Melawan

Sementara itu sekelompok warga menghadang tim penertiban aktivitas penambangan minyak ilegal di Kabupaten Batanghari, menolak aksi penertiban Ilegal drilling di Desa Bungku dan Desa Pompa Air Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari.

Tim gabungan yang terdiri dari pihak kepolisian, Pertamina, Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC), Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan Batanghari saat itu mencoba melakukan penertiban terhadap aktivitas penambangan minyak ilegal di kawasan Wilayah Kerja Pertamina (WKP) EP-TAC PT.PBMSJ Kecamatan Bajubang.

Namun penertiban yang coba dilakukan oleh tim gabungan tersebut tidak berjalan dengan maksimal karena saat kegiatan berlangsung terjadi penolakan oleh sekelompok warga yang menduduki kawasan tersebut.

Mulanya penertiban yang direncanakan menggunakan alat berat berupa ekskavator berjalan dengan lancar. Pada awal penertiban alat berat berhasil menutup dua unit bak penampungan minyak ilegal namun saat alat berat hendak dioperasikan menutup bak penampungan minyak lainnya sekelompok warga menghadangnya.

Massa mengakui bahwa kawasan penambangan minyak ilegal tersebut merupakan tanah milik seorang warga setempat dan warga tersebut mengklaim memiliki sertifikatnya. Guna menghindari bentrok dengan warga, tim menghentikan penertiban itu.

Tim gabungan tersebut berencana akan melakukan penertiban selama tiga hari. Namun dengan adanya penolakan dari massa tersebut rencana penertiban aktivitas penambangan minyak ilegal tersebut masih dilakukan pembahasan oleh tim gabungan.

Lokasi penambangan minyak ilegal tersebut berada tepat di seberang pos keamanan EP-TAC PT.PBMSJ Kecamatan Bajubang. Di lokasi tersebut terdapat ratusan sumur minyak ilegal. Aktivitas penambangan minyak ilegal tidak hanya di kawasan WKP EP-TAC PT.PBMSJ saja, namun pada lahan-lahan milik masyarakat juga terdapat aktivitas penambangan minyak secara ilegal.

Saat ini terdapat ratusan sumur minyak ilegal yang tengah beroperasi dengan aktif setiap hari. Bahkan aktivitas penambangan minyak secara ilegal di daerah itu telah memasuki kawasan Taman Hutan Raya (Tahura).*


Baca juga: Warga tolak penertiban tambang minyak ilegal

Baca juga: Polisi Bangka Tengah tertibkan tambang timah ilegal



 

Pewarta: Nanang Mairiadi dan dan Muhammad Hanapi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019