Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia membantah pernyataan pemerintah Vanuatu yang menyatakan  Benny Wenda, anggota kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat, masuk dalam daftar delegasi resmi Vanuatu saat bertemu dengan Komisioner Tinggi HAM PBB.

Wakil Tetap RI untuk PBB dan organisasi internasional lain di Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib, dalam pesan singkatnya yang diterima di Jakarta pada Sabtu menegaskan bahwa nama Benny Wenda tidak masuk dalam delegasi resmi Vanuatu.

Penegasan itu dilakukan Wakil Tetap RI Hasan Kleib menyusul adanya pernyataan dari pihak Vanuatu yang menyangkal pernyataan pemerintah Indonesia bahwa Benny Wenda tidak masuk dalam delegasi resmi Vanuatu.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mengecam keras langkah manipulatif Pemerintah Vanuatu yang mengelabui Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (KT HAM) PBB dengan menyusupkan anggota kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat, Benny Wenda, ke dalam delegasi Vanuatu.

Menurut keterangan dari kantor KT HAM PBB, tanpa sepengetahuan kantor Komisioner Tinggi HAM, Benny Wenda dimasukkan dalam delegasi Vanuatu yang melakukan kunjungan kehormatan ke kantor KT HAM pada Jumat, 25 Januari 2019.

Kunjungan kehormatan itu dilakukan dalam rangka pembahasan rekam jejak hak asasi manusia atau Universal Periodic Review (UPR) Vanuatu di Dewan HAM PBB.

Pihak Kementerian Luar Negeri RI pun menjelaskan bahwa nama anggota kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat, Benny Wenda, sebenarnya tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR.  

Untuk itu, Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa Dubes Hasan Kleib kembali menegaskan bahwa Benny Wenda memang tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu berdasarkan Susunan Delegasi UPR Vanuatu sesuai Dokumen Dewan HAM No.A/HRC/WG.6/32/L.7 tanggal 28 Januari 2019 tentang "Report of the Working Group of the Universsal Periodic Review - Vanuatu".

Pihak Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB bahkan menyatakan pihaknya sangat terkejut dengan kehadiran Benny Wenda mengingat pertemuan itu semata-mata dimaksudkan untuk membahas UPR Vanuatu.

"Karena permintaannya untuk bahas UPR Vanuatu sebagaimana disampaikan Komisioner Tinggi HAM Michelle Bachelet makanya beliau 'caught by surprise' (terkejut)," ujar Hasan.

"Komisioner Tinggi HAM pun mendasarkan pada 'good intention' (niat baik) negara PBB ketika akan bertemu dengan pihaknya, karenanya tidak pernah meneliti setiap anggota delegasi yang menyertai menterinya," lanjut dia.

Oleh karena itu, tindakan Pemerintah Vanuatu yang menyusupkan anggota separatis ke dalam delegasi negaranya merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB.

Baca juga: Indonesia layangkan nota protes kepada Vanuatu terkait Papua

Baca juga: Menlu tolak tanggapi petisi referendum kemerdekaan Papua Barat


 

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019