Karawang (ANTARA News) - Peredaran narkoba di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, semakin menjadi-jadi, karena para bandar narkoba tidak hanya berkeliaran di wilayah perkotaan, tapi juga masuk ke wilayah perdesaan.

Para bandar kini semakin kreatif, memanfaatkan pengedar yang berasal dari aneka kalangan, agar peredaran narkoba itu merambah ke berbagai lapisan masyarakat.

Narkoba berpotensi "menguasai" kota dan desa melalui perluasan sasaran peredaran narkoba. Para pekerja, pegawai negeri sipil, pelajar, santri, dan generasi muda menjadi sasaran utama dalam peredaran narkoba itu.

Para bandar narkoba di Karawang sudah menunjukkan taringnya. Dalam kurun waktu sebulan, pada Desember 2018 hingga Januari 2019, terdapat 26 tersangka pengedar narkoba berbagai jenis yang ditangkap jajaran Satnarkoba Polres Karawang. Dari 26 pengedar narkoba itu, ada satu orang yang disebut-sebut sebagai oknum pengacara.

Dalam pengungkapan kasus itu pada 8 Januari 2019, polisi menyita barang bukti berupa 89 paket sabu dengan total berat 261 gram, 4 paket ganja seberat 10,37 gram, 13.215 butir obat-obatan terlarang, dan tiga paket tembakau gorila seberat 6,7 gram.

Pengungkapan kasus narkoba oleh jajaran Polres Karawang yang cukup mencengangkan terjadi pada November 2018. Bandar narkoba asal Bekasi menggunakan "tangan" santri dalam mengedarkan narkoba di wilayah Karawang.

Dua orang santri salah satu pondok pesantren di wilayah Telukjambe itu dimodali 12 kilogram ganja yang sudah siap edar oleh bandar besar narkoba asal Bekasi.

Sasarannya ialah para remaja di wilayah perdesaan, di sekitar lingkungan pondok pesantren yang berlokasi di Desa Wadas, Kecamatan Telukjambe Timur, Karawang.

Kapolres Karawang AKBP Slamet Waloya menyebutkan, sesuai dengan pemeriksaan yang telah dilakukan, alasan santri mengedarkan barang haram tersebut hanya untuk kebutuhan jajan.

Peredaran narkoba yang menyasar kalangan santri jarang ditemukan. Karena yang mendominasi selama tahun lalu, para pengedar narkoba di Karawang banyak menyasar kalangan pelajar dan para pekerja.

Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana langsung bereaksi atas dominasi peredaran narkoba ke kalangan pekerja. Ia berjanji akan memberi sanksi bagi perusahaan yang mempekerjakan pengedar dan pengguna narkoba.

Itu dilakukan karena maraknya peredaran narkoba di kalangan pekerja atau buruh bisa berdampak buruk terhadap dunia usaha. Selain membuat mental buruh menjadi buruk, ia khawatir makin banyak buruh yang jadi pengguna.

Peredaran narkoba ke kalangan pelajar juga tidak bisa dianggap main-main. Pada September 2018 Polres Karawang menangkap tiga pengedar narkoba yang spesialis mengedarkan ke para pelajar.

Tiga pengedar ini mengedarkan narkoba jenis obat berbahaya seperti DMP Tramadol dan eksimer. Pil haram ini dijual dengan harga cukup murah, hanya Rp10 ribu. Sehingga bisa mudah dibeli kalangan pelajar hingga pelosok desa.

Kewaspadaan memang perlu ditingkatkan, karena para bandar narkoba terus "bergerilya" untuk meracuni generasi muda di wilayah perkotaan Karawang hingga perdesaan. Termasuk meracuni para pelayan masyarakat, pegawai negeri sipil.

Para pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara di lingkungan Pemkab Karawang juga tidak luput dari serangan narkoba.

Terbukti, dari kegiatan tes urine yang pernah dilakukan Badan Narkotika Nasional Karawang beberapa waktu lalu di kantor pemerintah daerah, masih ada sejumlah pegawai negeri sipil yang positif narkoba.

Celica sebagai orang nomor satu di Karawang berharap agar pemberantasan peredaran narkoba bisa dilakukan hingga ke tingkat desa, karena Karawang termasuk daerah yang rentan terhadap penyebaran narkoba.

"Para kepala desa harus bersinergi dengan aparat terkait. Sekecil apapun, potensi ancaman narkoba harus diatasi secara masif dan terstruktur," kata bupati seraya meminta agar para orang tua dan guru menjadi penjaga gawang agar para generasi muda tidak sampai terperangkap dan menjadi korban penyalahgunaan narkoba.

Kewaspadaan atas bahaya narkoba yang bukan sekedar basa-basi menjadi dasar yang kuat untuk menghancurkan peredaran narkoba yang semakin masif. Perang terhadap narkoba jangan hanya menjadi jargon, tanpa membuktikan pengungkapan kasus narkoba yang melibatkan bandar besar.

Sebab, penanganan narkoba tidak akan maksimal dengan hanya teriak-teriak "perang terhadap narkoba", tapi kenyataannya hanya bergelut di "proyek" tes urine.



Kasus narkoba meningkat

Karawang yang berada di daerah perlintasan dan masuk wilayah penyangga Jakarta memang cukup rawan atas peredaran narkoba. Bahkan penyebaran narkoba bisa berakar dari wilayah perdesaan atau wilayah pesisir, karena ada akses laut yang menghubungkan Karawang dengan Jakarta.

Kewaspadaan masyarakat dan pengawasan penegak hukum harus dikolaborasi untuk mencegah semakin parahnya peredaran narkoba di Karawang.

Catatan pihak kepolisian setempat, kasus penyalahgunaan narkoba yang telah ditangani sepanjang Januari hingga Desember 2018 meningkat dibandingkan 2017. Peningkatannya mencapai 47,48 persen.

Pada 2018 jumlah kasus tindak pidana narkoba yang ditangani Polres Karawang mencapai 205 kasus, sedangkan 2017 hanya menangani 139 kasus.

Tapi dari 205 kasus penyalahgunaan narkoba yang ditangani sepanjang tahun 2018, pengungkapan kasus narkoba yang diselesaikan hanya 189 perkara.

Berbeda dengan tahun 2017, kasus penyalahgunaan narkoba yang diselesaikan jajaran Satnarkoba Polres Karawang sebanyak 135 perkara dari total kasus narkoba pada tahun itu sebanyak 139 kasus.*


Baca juga: Ketika prevalensi penyalahguna narkoba meningkat

Baca juga: Narkoba, klitih dan Yogyakarta

Baca juga: Menghadang "banjir" narkoba di Kalsel



 

Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019