Bogor (ANTARA News) - Akademisi dari kalangan "Nahdliyin" di Institut Pertanian Bogor (IPB) meminta Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk lebih meningkatkan perhatian terhadap penguatan basis dari kalangan profesional. Demikian benang merah yang mengemuka dalam Diskusi PBNU dengan para Guru Besar dan akademisi NU di lingkungan IPB yang berlangsung di Bogor, kemarin, dengan tema "Menggagas Nahdlatul Ulama sebagai Organisasi Massa Islam Tradisional Terbesar yang Kokoh dan Modern". Pada diskusi itu, dari PBNU hadir Ketua PBNU KH Masdar Farid Mas`udi MA, pengurus PBNU Ir Sadar Subagyo, dan mantan pengurus PBNU M Amin. Sedangkan dari kalangan akademisi "Nahdliyin" IPB, hadir Dekan Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB yang juga Guru Besar Ilmu Statistik Prof Dr Ir H Khairil Anwar Notodiputro MS, mantan Dekan Fakultas Kehutanan yang juga Guru Besar Ekologi dan Silvikultur Mangrove Prof Dr Ir H Cecep Kusmana MS, Ketua Komisi B Senat Akademik (SA) Prof Dr Iding M Padlinurjaji, dan Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjadja. Di samping itu, dalam acara tersebut hadir pula Direktur "Recognition and Management Program" (RAMP) IPB Dr Ir Aji Hermawan MM, praktisi bisnis yang juga mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) IPB Ir Ifan Haryanto M.Sc, dan Pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana (Forum WACANA) IPB yang juga Ketua Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) SPs IPB, Ahmad Fahir. Sorotan para akademisi IPB atas masih lemahnya perhatian NU pada penguatan basis dari kalangan profesional itu, misalnya ditunjukkan dengan lemahnya perhatian terhadap keberadaan akademisi di kampus umum, seperti di level mahasiswa, NU kurang banyak menggarap, sedangkan kalangan dosen juga tidak banyak disentuh. Akibatnya tidak banyak akademisi di kampus umum yang mendapatkan perhatian NU, sehingga wajar jika jarang yang merasa sebagai "Nahdliyin" dan peduli terhadap jam`iyah NU. Begitupun kelompok profesional lainnya, umumnya tidak tersentuh oleh NU. Sehingga sampai sejauh ini kekuatan NU cenderung berkutat di basis konvensional semisal pesantren, perguruan tinggi agama (UIN/IAIN) dan pedesaan. Menurut Prof Cecep Kusmana, sebetulnya NU memiliki potensi yang melimpah. Hanya saja potensi yang dimiliki belum digarap dengan baik, sehingga NU terkesan tertinggal oleh Ormas Islam lain semisal Muhammadiyah. "Potensi yang dimiliki NU cukup besar. Namun perhatian untuk mengelola potensi yang dimiliki masih lemah, sehingga dalam hal SDM misalnya kita tertinggal oleh yang lain. Kita juga jarang memerhatikan akademisi-akademisi di kampus umum," katanya. Sedangkan Prof Djumali Mangunwidjadja juga menyayangkan lemahnya perhatian NU terhadap pembinaan potensi "Nahdliyin" di kampus umum. Padahal, kalau diinventarisir, sebetulnya potensi NU di kampus umum semisal IPB, cukup besar. Apalagi, mereka juga banyak tersebar di berbagai disiplin ilmu. Namun, besarnya potensi yang ada belum dapat membawa dampak positif (keberkahan) bagi NU, karena belum dikelola secara optimal. "Di kampus-kampus umum saya lihat sebetulnya potensi NU cukup baik. Tetapi karena kurang dikelola secara optimal, tidak banyak akademisi atau pakar di kampus umum yang peduli terhadap NU," katanya Djumali yang juga menjabat sebagai anggota Senat Akademik IPB.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007