Phnom Penh (ANTARA News) - "Begadang jangan begadang, kalau tiada artinya. Begadang boleh saja, kalau ada perlunya," demikian Raja Dangdut Rhoma Irama bersenandung dalam dendang lagu bertajuk "Begadang" yang begitu kesohor.

Tapi bagi masyarakat Indonesia, begadang bukanlah perkara yang harus dipikirkan dua kali demi menyaksikan klub-klub Eropa kegemaran mereka mengolah bola di atas lapangan hijau baik dalam kancah liga domestik maupun Liga Champions.

Sedemikian cintanya pada sepak bola, masyarakat Indonesia merelakan jam tidur mereka terpangkas hanya demi menyaksikan para bule mempertontonkan kelihaian mereka memainkan si kulit bundar dari layar 14 inci.

Begadang hingga adzan Subuh terdengar nyaring dari pengeras suara seolah menjadi satu-satunya pilihan hiburan bagi publik gila bola yang sayangnya tak banyak disodorkan kesempatan untuk berbangga ketika menyaksikan tim nasional negaranya sendiri berlaga dalam banyak turnamen.

Selepas keberhasilan Indonesia meraih medali emas pesta olahraga Asia Tenggara (SEA Games) 1991, praktis negeri gila bola memasuki masa paceklik gelar. Turnamen demi turnamen, Indonesia terus beraksi hanya demi mempertahankan label "hampir juara" tetap melekat erat di simbol Burung Garuda dan logo Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).

Namun, segalanya berubah dalam partai final Piala AFF U-19 di Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, pada 22 September 2013. Evan Dimas Darmono dkk sukses menjadi juara setelah memenangi adu penalti dengan skor 7-6 atas Vietnam, tim yang kala itu berstatus tak terkalahkan hingga partai final.

Sementara di tengah lapangan Evan dkk berhasil membalaskan kekalahan 1-2 kontra Vietnam yang mereka derita dalam fase penyisihan Grup B, di tepi lapangan berdiri seorang pelatih bernama Indra Sjafri.

Indra bersama tim asuhannya menggelar "pesta berbuka puasa" bagi sepak bola Indonesia yang lebih dari dua dekade lamanya mengalami paceklik prestasi.

Gairah masyarakat Indonesia menyaksikan seragam merah putih berlaga di lapangan hijau kembali menggelora dan tak sampai tiga pekan berselang, publik kembali disajikan tontonan membanggakan ketika skuat asuhan Indra berlaga dalam fase kualifikasi Piala Asia U-19.

Berada di Grup G, Indonesia tergabung bersama Filipina, Laos dan juara bertahan Korea Selatan. Hasilnya, Indra kembali berbagi kebanggaan ketika Indonesia sukses meraih kemenangan 3-2 atas Korsel, tim yang berstatus juara bertahan Piala Asia U-19 kala itu sekaligus negara tersukses di ajang tersebut dengan koleksi 12 gelar.

Indonesia lolos ke putaran final Piala Asia U-19 2014 berstatus pemuncak klasemen fase kualifikasi Grup G dengan menyapu bersih kemenangan dalam tiga pertandingan.

Kendati kemudian Indonesia menyelesaikan fase penyisihan Grup B Piala Asia U-19 di Myanmar dengan catatan nirpoin lantaran menelan tiga kekalahan beruntun melawan Uzbekistan (1-3), Australia (0-1) dan Uni Emirat Arab (1-4), kesuksesan itu praktis melambungkan nama Indra sebagai salah satu pelatih terbaik di Nusantara.


Jatuh bangun

Setelah tak berhasil menorehkan prestasi di Piala Asia U-19 2014, di pengujung tahun kontrak Indra diberhentikan oleh PSSI lantaran dianggap gagal memenuhi target untuk menjejaki putaran final Piala Dunia U-20 2015 di Selandia Baru.

Prestasinya mengantarkan Timnas U-19 menjuarai Piala AFF U-19 2013 dan mencapai putaran final Piala Asia U-19 membuat Indra menjadi incaran banyak klub. Bali United menjadi pelabuhan berikutnya bagi Indra sejak Desember 2014, sekira sebulan setelah dipecat dari Timnas U-19.

Sayangnya, Indra tak punya cukup kesempatan untuk membuktikan kemampuannya melatih klub lantaran kondisi sepak bola Indonesia yang kala itu tengah dilanda kisruh federasi yang berimbas pada tak pastinya kompetisi domestik.

Setelah dua tahun melatih Bali United dengan prestasi yang tak seberapa, pada Februari 2017 Indra tak bisa menolak ketika diminta Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi kembali menukangi Timnas U-19.

Di kesempatan keduanya menangani Timnas U-19, Indra hanya mampu mengantarkan tim yang saat itu berganti poros ke Egy Maulana Vikri dua kali menempati peringkat ketiga Piala AFF U-19 2017 dan 2018.

Namun di waktu bersamaan, Indra memperbaiki rekam jejaknya di kancah Piala Asia U-19. Setelah lolos otomatis berstatus tuan rumah, dalam putaran final Piala Asia U-19 2018 Indonesia sukses meloloskan diri dari fase penyisihan Grup A usai membukukan dua kemenangan yakni 3-1 melawan China Taipei dan 1-0 atas UEA.

Sayangnya, langkah Indonesia terhenti di babak perempat final setelah menelan kekalahan 0-2 kontra Jepang di hadapan publik Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.

Perbaikan prestasi itu, berbuah hadiah bagi Indra yakni naik kelas untuk menangani Timnas U-23 dengan target tak main-main, medali emas SEA Games 2019 di Filipina.

Kursi pelatih Timnas U-23 tak ubahnya menjadi tantangan bagi Indra untuk kembali menantang panggung sepak bola di atas U-19, setelah kesempatan pertamanya bersama Bali United terhadang sejumlah kendala.


Pembuktian sekaligus merintis jalan menuju timnas senior

"Setiap pelatih pasti ingin menjadi pelatih timnas senior. Pasti. Setiap orang harus bermimpi untuk menjadi lebih baik," kata Indra dalam sebuah kesempatan wawancara di Hotel Sultan selepas jumpa pers jelang laga uji coba Timnas U-22 menghadapi Bhayangkara FC beberapa waktu lalu.

Tak ada keragu-raguan bagi Indra bahwa suatu saat tujuan akhirnya adalah menakhodai Skuat Garuda untuk membuktikan kemampuan olah bola negeri berpenduduk lebih dari 265 juta jiwa ini.

Namun, Indra sengaja tak melihat perjalanannya mencapai tujuan sebagai sebuah adu cepat jarak pendek, melainkan perlombaan marathon yang harus ditekuni sembari menjaga kemantapan teknik di setiap ayunan kakinya.

Sepanjang tahun 2019, Indra dihadapkan pada tugas mengarungi tiga turnamen penting bagi Indonesia, yakni Piala AFF U-22, kualifikasi Piala Asia U-23 dan SEA Games Filipina.

Target Indra jelas, menjuarai Piala AFF U-22 2019, mencapai putaran final Piala Asia U-23 2020 dan meraih medali emas SEA Games 2019. Jika tercapai ketiganya akan menjadi modal kuat bagi Indra untuk bisa dipertimbangkan menjadi pelatih timnas senior.

Pada Jumat 15 Februari 2019, Indra beserta Timnas U-22 terbang menuju ibu kota Kamboja, Phnom Penh, lokasi berlangsungnya Piala AFF U-22.

Indonesia tergabung bersama Myanmar, Malaysia dan tuan rumah Kamboja di fase penyisihan Grup B.

Publik Indonesia tentu tak ambil pusing siapapun pelatih yang menangani timnas sepak bolanya selama ia mampu mempersembahkan prestasi yang membanggakan.

Dan jika sosok itu adalah Indra Sjafri, yang berhasil membawa Indonesia menjuarai Piala AFF U-22 2019, mencapai putaran final Piala Asia U-23 2020 dan merengkuh medali emas SEA Games 2019, tentu ia juga bakal dipercaya ketika menangani timnas senior suatu hari nanti.

Selamat berjuang Coach Indra dan Timnas U-22!

Baca juga: Todd Rivaldo nyaman jadi "supersub" andalan Indra Sjafri

Baca juga: Timnas U-22 jalani menu penuh di sesi latihan pamungkas jelang keberangkatan


***3***

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2019