Jakarta (ANTARA News) - Baik calon presiden nomor satu Joko Widodo mau pun calon presiden nomor dua Prabowo Subianto masih mengidolakan kelapa sawit sebagai energi alternatif pengganti energi fosil, yang diutarakan mereka dalam debat  capres putaran kedua pada Minggu (17/2).

Desk Politik Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Khalisa Khalid menyayangkan visi mereka untuk menggenjot biofuel dari kelapa sawit dan tidak memikirkan dampak dari masifnya penanaman kelapa sawit.

"Sepertia kedua calon kurang paham tentang biofuel, mungkin karena namanya 'bio' mereka pikir semuanya baik. Biofeul justru akan meningkatkan penghancuran hutan, meningkatkan emisi gas rumah kaca," kata dia.

Tak hanya itu penanaman sawit secara besar-besaran juga akan melanggengkan praktik perampasan tanah, khususnya tanah-tanah masyarakat adat.

Manajer Pengelolaan Pengetahuan Yayasan Madani Berelanjutan Angglia Putri menyayangkan kedua kandidat yang menawarkan sawit sebagai energi alternatif tidak menyertakan solusi untuk mengatasi permasalahan sosial dan lingkungan akibat dari perkebunan sawit.

"Penguatan kebijakan tata kelola di hulu seperti moratorium sawit serta penguatab standar keberlanjutan sawit agar tidak lagi menimbulkan deforestasi dan kerusakan gambut harus dijalankan presiden terpilih," kata dia.

Hal ini penting untuk mencapai target penurunan emisi dalam NDC di sektor hutan dan lahan.

Sementara itu Plt Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia Nuly Nazlia mengatakan kedua kandidat hanya fokus pada pengembangan biodisel atau bioethanol, padahal sumber energi terbarukan yang Indonesia masih sangat banyak.

"Tidak ada rencana yang jelas sampai kapan kita akan memanfaatkan biofuel ini, apakah ini untuk sementara atau sampai kapan? Kita juga tidak mendengar pemanfaatan energi terbarukan seperti menggunakan panel surya atau baterai untuk menjawab soal energi dan lingkungan hidup," kata dia.

Dia mengatakan Indonesia akan ketinggalan jika masih mengutamakan energi fosil dan tidak secara agresif berpaling pada energi terbarukan.

Revolusi 4.0 harus dimanfaatkan untuk menjawab tantangan energi bersih seperti teknologi efisiensi energi, atap surya, baterai, mobil listrik dan smart home system.

Baca juga: Walhi nilai petahana klaim prestasi berlebihan soal lingkungan

Baca juga: Akademisi: Debat terlihat lebih dinamis

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019