Bandungn (ANTARA News) - Dunia sastra Indonesia kehilangan lagi salah seorang penyair terbaiknya, Toto Sudarto Bachtiar (78) yang meninggal dunia akibat serangan jantung, di Kota Banjar, Jabar, Selasa. Toto Sudarto meninggal dunia sekitar pukul 06.00 WIB di rumah familinya di Kota Banjar saat mengurusi usahanya di bidang perdagangan. Almarhum sempat disemayamkan di rumah duka Jl Situ Batu Kota Bandung dan dimakamkan sekitar pukul 16.00 WIB di Taman Pemakaman Umum (TPU) Gumuruh Kecamatan Lengkong Kota Bandung. Hadir pada pemakaman Almarhum penyair itu tokoh Jawa Barat, H Uu Rukman dan penyair seangkatannya, Sunjaya, serta sejumlah budayawan, seniman dan sastrawan. Almarhum meninggalkan seorang istri Zainar (80), seorang putri Sri Adila Perikasih serta dua orang cucu. "Bapak pernah terkena penyakit jantung pada 1999 lalu, namun hingga saat ini tidak pernah sakit. Kepergiannya benar-benar mengagetkan kami semua, tapi kami sekeluarga rela melepasnya," kata Sri Adila saat ditemui ANTARA News. Kebergian almarhum hanya berselang tiga hari menjelang Hari Ulang Tahunnya ke-79 yakni pada 12 Oktober 2007, Jumat lusa. Menurut penyair yang juga sahabatnya, Sunjaya, sosok Toto Bachtiar adalah figur yang sederhana dan anti suap. Ia juga menyebutkan, almarhum merupakan salah satu pejuang kemerdekaan karena sempat menjadi tentara. Meski demikian diakhir hayatnya ia tidak memiliki pensiunan. Toto Sudarto Bachtiar dilahirkan di Palimanan, Cirebon Jawa Barat pada 12 Oktober 1929. Ia dikenal senagai penerjemah yang produktif. Karya terjemahannya antara lain Pelacur (Jean Paul Satre/1954), Sulaiman Yang Agung (Harold Lamb/ 1958), Bunglon (Anton Chekov/ 1965), Bayangan Memudar (Breton de Nijs/ 1975), Pertempuran Penghabisan (Ernes Hamingway/1976), Sanyasi (Rabindranath Tagore/ 1979). Almarhum Toto Sudarto juga dikenal sebagai penyair dengan dua kumpulan puisinya yakni Suara (1956) dan Etsa (1958). Untuk kumpulan puisi Suara, Toto memenangkan Hadian Sastra BMKM pada tahun 1957.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007