Jakarta (ANTARA News) - Pasca mundurnya Edy Rahmayadi dari posisi ketua umum PSSI dan dicokoknya sejumlah tersangka oleh Satgas Anti Mafia Bola, sepak bola Indonesia sekarang berada di persimpangan, demikian kata sejumlah pengamat.

Budayawan Arswendo Atmowiloto dalam sebuah diskusi tentang sepak bola, yang diadakan Sepakbola Indonesia Juara, di Jakarta, Minggu mengatakan saat ini adalah momentum yang baik bagi sepakbola Indonesia untuk berbenah.

"Polisi sudah bergerak, titik. KLB ada. Siapa saja kalau dia (ketua umum PSSI) benar, kita dukung. Selesai. Ini perbaikannya dan momentumnya baik," kata Arswendo.

Berada di persimpangan berarti sepakbola Indonesia bisa dibawa maju, mundur, belok ke kanan, maupun ke kiri. Sekarang ini mau ke mana?

Tidak ada yang menyangka Edy Rahmayadi bisa mundur dari kursi nomor satu federasi sepak bola nasional itu ketika dia menghadiri Kongres PSSI 2019 di Bali pada Januari.

Satgas Anti Mafia Bola, yang dibentuk akhir tahun lalu, juga telah menggeledah dua markas PSSI di Kemang dan FX Sudirman serta menetapkan sejumlah tersangka termasuk Plt ketua umum PSSI Joko Driyono yang diduga melakukan perusakan dokumen pengaturan skor.

"Ini yang menang adalah situasinya. Kita tidak bisa bayangkan pak Edy bisa lengser," kata Arswendo.

Sementara itu Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Gatot S. Dewabroto mengungkapkan bahwa memang pemerintah tidak bisa melakukan intervensi terhadap PSSI.

Namun, dia menggambarkan bahwa situasi sekarang berbeda. Jika dulu federasi sepak bola Internasional FIFA ketika masih di bawah Sepp Blatter selalu dekat dan melindungi PSSI.

"Era FIFA sekarang berbeda," kata Gatot tentang kepemimpinan Gianni Infantino, presiden baru FIFA. "Sekarang itu beda, mereka sangat kritis."

FIFA pun sekarang sangat responsif ketika pemerintah berusaha untuk berkomunikasi dan konsultasi terkait PSSI, kata Gatot.

"Ada fenomena bahwa komunikasi ini bisa dibangun dan tidak didominasi oleh PSSI."

Bahwa PSSI telah memutuskan untuk menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) itu menyangkut internal PSSI yang memiliki statuta yang tak boleh diintervensi oleh pemerintah maupun polisi.

Meski belum memutuskan waktu pelaksanaan KLB, PSSI telah memiliki dua agenda penting menjelang KLB yaitu membentuk perangkat Komite Pemilihan (KP) dan Komite Banding Pemilihan (KBP) serta agenda kedua adalah penetapan tanggal kongres pemilihan kepengurusan baru.

PSSI pun bakal mengirim perwakilan ke Zurich untuk berkoordinasi secara langsung dengan FIFA untuk mendapatkan arahan dan rekomendasi yang tepat.

Ada selentingan yang menyebutkan bahwa KLB sebaiknya dilaksanakan usai pemilu April nanti. Gatot membantah. "KLB itu tidak ada hubungannya dengan Pileg dan Pilpres."

"Jangan berlindung di balik itu," kata Gatot.

Pemerhati isu bola Andi Sururi menggarisbawahi bahwa ini bukan pertama kalinya sepakbola berada di persimpangan jalan.

"Suporter sudah pernah turun ke jalan, negara pernah membekukkan PSSI. Sekarang kita butuh momen apalagi? Kita ingin sepak bola ini baik," kata Andi.

Andi memandang bahwa ketua umum baru saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan pergantian pengurus di daerah dan sistem.

"Kalau orang-orangnya itu saja, saya tidak percaya. Buat saya waktu mereka sudah habis, "kata Andi.

Ketua umum PSSI yang ideal menurut Andi adalah orang yang, selain jujur dan tegas, harus punya kemampuan manajerial yang bagus karena sepakbola itu memiliki pasar yang luas.

Sedangkan Gatot berharap ketua umum PSSI yang baru nanti adalah orang yang memiliki komitment untuk memajukan sepakbola Indonesia.

Selain itu harus memiliki track record yang bagus, tidak memiliki masa lalu yang bisa menyandera kepemimpinannya nanti.

Selain itu juga harus tegas dan bisa mengambil keputusan.

"Dalam kondisi apa pun bisa mengambil keputusan, harus bisa menjadi nahkoda saat badai. Pak Edy memang tegas, tapi tidak ada decision making sehingga terombang-ambing," kata Gatot.

Ketua baru juga harus memiliki orientasi ke depan dan roadmap program kerja yang jelas.

Komedian, penyiar radio sekaligus penikmat bola Ronal Surapradja mengumpamakan siapapun yang bisa membangun sepakbola Indonesia dengan baik maka dia pantas mendapatkan apresiasi tertinggi.

"Kalau dia sukses, dia pantas mendapat tiket ke surga. Karena susah banget," canda Ronal.

Ronal teringat ketika kecil dulu sering diajak ayahnya menonton pertandingan liga sepakbola nasional di stadion.

Namun situasi dulu dan sekarang berbeda. Ronal sekarang tidak mau membawa anak-anaknya menonton pertandingan sepakbola karena merasa tidak nyaman.

"Auranya tidak sehat, fightnya pun tidak sehat. Saya tidak mau bawa anak nonton."

Ronal pun berhadap KLB segera dilakukan untuk melakukan revolusi di tubuh PSSI.

"Penyelesaian harus lewat revolusi. Di dalam revolusi ada dua sikap yang harus dilakukan yaitu menjebol tatanan lama dan membangun tatanan baru dengan semangat baru.

"Kalau PSSI tidak dibenahi dari sekarang, yang menanggung nanti adalah anak-anak kita tadi," pungkas Ronal.

Baca juga: Presiden minta Polri bersihkan mafia bola sampai tuntas

Baca juga: Anggota Exco: KLB tak boleh ganggu program PSSI

Baca juga: Kemenpora inginkan ketua baru PSSI tidak "nyambi"







 

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2019