Jakarta (ANTARA News) - Ketersediaan air bersih yang mencukupi bagi seluruh warga dengan cakupan seluruh wilayah perkotaan merupakan kebutuhan yang sangat penting.

Tanpa pasokan air bersih yang memadai, bagaimana sebuah kota akan terus berkembang dan derajat kesehatan warganya bisa dikatakan meningkat. Pasokan air bersih yang memadai dengan murah menjadi prasyarat kesejahteraan sebuah kota.

Jakarta sebagai kota metropolitan menghadapi persoalan air bersih. Betapa tidak, ibu kota negara ini tidak memiliki cadangan sumber air bagi warganya.

Padahal sumber air bagi penduduk sebuah wilayah termask perkotaan bersumber dari ruang terbuka hijau, pegunungan, sungai dan hutan sebagai daerah tangkapan air. Jakarta menghadapi persoalan cadangan air dari sumber pokoknya.

Ruang terbuka hijau memang dimiliki Jakarta, tetapi jumlahnya harus dilihat apakah sesuai dengan kebutuhan dasar bagi sebuah daerah menjadi penyimpanan air. Inilah pentingnya penanaman pohon sebagai media penangkap dan penyimpan air tanah.

Sumber air sebuah perkotaan bisa bersumber dari sungai. Tetapi liat saja kondisi air di sungai-sungai sungai yang melintasi Jakarta apakah layak menjadi sumber atau bahan baku pengolahan air.

Tetapi Jakarta masih beruntung punya Kalimalang yang airnya bisa diolah untuk air bersih. Kalau tidak bisa diolah, entah dari mana dan bagaimana kota ini memenuhi kebutuhan air bersihnya.

Sumber air yang bisa diharapkan untuk memenuhi kebutuhan warganya bisa bersumber dari hutan. Tetapi di Jakarta yang ada adalah hutan beton.

Untuk menyandarkan harapan bagi tersedianya air baku dari hutan di sekitar Jakarta pun hanya mimpi karena perkembangan daerah sekitarnya juga sudah menyamai Jakarta yang padat, walaupun harus diakui ada sebagian yang masih bisa mendapatkan sumber air dari tanah.

Sumber air baku untuk warga sebuah perkotaan bisa bersumber dari pegunungan. Namun Jakarta adalah kawasan landai dan rata serta tidak ada gunung.

Jakarta memang punya Gunung Sahari, tetapi bukan gunung adalah arti sebenarnya. Itu adalah nama jalan raya dari Pasar Senen di Jakarta Pusat ke arah Ancol di Jakarta Utara.

Di Jakarta ada Gunung Agung, tetapi lagi-lagi, itu bukan gunung sebenarnya. Itu adalah nama sebuah toko buku di Kwitang, tak jauh dari Pasar Senen.

Praktis, kalau bicara sumber air, maka Jakarta semata-mata mengandalkan pasokan dari bahan baku Kalimalang di Jakarta Timur. Entah mengapa namanya Kalimalang, tetapi secara nyata merupakan kali yang mengalir dari arah timur dibanding umumnya kali di Jakarta yang mengalir dari selatan (Bogor).

Mengingat pasokan air untuk warganya semata-mata hanya mengandalkan air bersih, maka pasokan air yang lancar dan dalam jumlah mencukupi kebutuhan adalah kebutuhan mutlak. Pasokan dan ketersediaan itupun harus relatif murah agar tidak membebani kehidupan warganya.

Swatanisasi

Entah mengapa dan apa pertimbangannya, di tengah tantangan yang demikian besar dalam penyediaan air bersih bagi warganya, justru pemerintah menyodorkan pengelolaan air bersih untuk warga Jakarta kepada pihak swasta.

Swastanisasi itu dimulai ketika ditandatangani perjanjian pada 1997 dan berlaku mulai 1998 hingga 25 tahun kemudian.

Saat swastanisasi dimulai, cakupan layanan awal tahun 1998 adalah 44,5 persen. Perjanjian inipun sudah berjalan 20 tahun pada 2018 dari 25 tahun yang ditargetkan.

Namun selama 20 tahun dilaksanakan swastanisasi, cakupan pelayanan hanya meningkat sampai 59,4 persen. Artinya, waktu 20 tahun hanya meningkat 14,9 persen cakupan layanan.

Perjanjian masih tersisa sampai tahun 2023. Sampai tahun 2023 kekurangannya adalah lebih dari 20 persen. Jadi, bisa bayangkan lebih dari 20 persen harus dijangkau di tahun 2023.

Pendelegasian kewenangan pengelolaan air bersih diberikan kepada swasta. Namun pengelolaan oleh pihak swasta selama 20 tahun dengan peningkatan hanya sekitar 15 persen.

Pencapaian itu dinilai gagal dan sangat mengecewakan sehingga DKI pun memutuskan mengambilalih dari swasta kemudian dikembalikan kepada pemerintah.

Hal tersebut sesuai dengan keputusan MK tahun 2013 dan PP 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum. Jadi landasannya selain data dan fakta juga yuridis.

Kini langkah dan tahap pengambilalihan itu sedang berlangsung. Harapannya semua proses, langkah dan tahap pengambilalihan itu berjalan mulus.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjamin pasokan air bersih untuk warganya bisa terpenuhi dengan pengambilalihan pengelolaan air bersih dari swasta. Pengadaan air bersih menjadi prioritas utama Pemprov DKI saat ini.

Bagi Anies, memastikan pasokan air minum untuk seluruh warga harus menjadi prioritas utama. Ini sebuah berkah tersendiri, kata Anies.

Data yang dihimpun dari PD PAM Jaya, saat ini sebanyak 40 persen warga DKI tidak kebagian air bersih. Wilayah yang krisis air bersih di antaranya Jakarta Barat di Kamal, Tegal Alur dan Pegadungan serta Jakarta Utara di Kamal Muara, Muara Angke dan Muara Baru.

Ini adalah "pekerjaan rumah" (PR) tersendiri karena ada 40 persen lebih warga belum terjangkau air bersih. Karena itulah mengapa DKI harus pastikan dua hal.

Pertama, pasokan kepada 60 persen warga itu kuantitasnya tidak menurun dan kualitasnya meningkat. Kedua, kualitas air baku dari Citarum dan Tarum Barat menjadi kunci kualitas air Jakarta.

Berani

Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambilalih pengelolaan air bersih yang sudah 20 tahun di tangan pihak swasta menuai beragam pendapat. Umumnya memberi dukungan penuh dan dinilai langkah tepat dan berani.

Diambilnya pengelolaan dan pelayanan air bersih dari swasta juga dianggap bentuk nyata janji Anies saat kampanye pilkada, yaitu "Maju Kotanya, Bahagia Warganya".

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Rizal Djalil, misalnya, mendukung langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengambilalih hak pengelolaan air bersih di Jakarta yang selama 20 puluh tahun dikelola swasta, PT Aetra dan PT Palyja. BPK siap membantu proses pengalihan hak pengelolaan.

BPK siap membantu Gubernur apapun yang perlu konteks itu sehingga proses pengalihan itu menjadi kredibel dan akuntabel. Pernyataan disampaikan dalam seminar "Membedah Citarum dari Hulu Sampai ke DKI Jakarta" di Auditorium BPK RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat.

Dia berharap pengelolaan air bersih di Jakarta semakin membaik. Dia juga ingin semua lapisan masyarakat bisa mengakses air dengan mudah.

Yang terpenting adalah akses itu semakin mendekatkan masyarakat marginal yang memang membutuhkan pasokan air bersih. Harus diakui, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum memperoleh air yang menjadi hak mereka.

Anggota DPD RI DKI Jakarta Fahira Idris juga mengungkapkan, keputusan Anies ini adalah kabar bahagia bagi warga Jakarta di tengah hiruk pikuk Pemilu 2019. Fahira kembali mencalonkan diri sebagai caleg DPD RI DKI Jakarta pada Pemilu 2019.

Akhirnya, patut disyukuri bahwa setelah dua dekade, negara dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta mengambil keputusan yang tepat dan berani untuk mengembalikan kedaulatan warga atas air bersih serta menjalankan amanat konstitusi memenuhi kebutuhan warga atas air bersih.

Langkah ini dinilai tepat karena keputusan ini sudah melalui kajian yang mendalam dan proses pengambilalihannya lewat tindakan perdata melalui mekanisme pertemuan dengan Palyja maupun Aetra. Keputusan itu juga dinilai berani.

Pertama karena dilakukan saat ini atau tidak menunggu kontrak selesai pada 2023. Kedua, karena keputusan ini diambil saat permohonan PK Menkeu dikabulkan oleh MA yang artinya air bersih di Jakarta masih milik swasta.

Keputusan stop swastanisasi air ini menegaskan bahwa Anies lebih memilih berdiri bersama warga .Kalau selama ini air masih menjadi barang yang mahal dan eksklusif di sebuah kota maka tidak akan kunjung mencapai kemajuan.

Ini karena air bersih merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat bertahan hidup. Ketika air bersih menjadi mahal dan eksklusif maka tidak hanya akan menggerus produktivitas tetapi juga mengganggu perekonomian warga karena harus menyisihkan pendapatannya dalam jumlah signifikan untuk mendapatkan air bersih.

Itulah kenapa lebih dari satu dekade lalu, kota-kota maju di dunia sudah mendepak swastanisasi air dan lebih memilih mengelola air bersihnya sendiri untuk warganya.

Keputusan Anies mengambilalih seluruh aspek pengelolaan dari pengolahan air baku hingga pelayanan dari swasta ini akan menjadi awal penyelesaian peliknya persoalan air bersih di Jakarta.

Ini juga langkah tepat untuk mengembalikan hak semua warga di seluruh titik Jakarta untuk menikmati air bersih yang memang sesuai konstitusi harus dipenuhi negara.

Keputusan ini bukan hanya harus diapresiasi tetapi juga harus dirayakan sebagai kemenangan warga Jakarta.

Fahira menyakini proses pengambilalihan pengelolaan air ibu kota dari pihak swasta segera rampung dan berjalan lancar. Karena memang dilihat dari sisi manapun selama dikuasai swasta cakupan layanan air ibu kota tidak mengalami kemajuan signifikan.

Pemprov DKI punya posisi kuat untuk mengambilalih pengelolaan dan pelayanan air bersih bagi warganya untuk memastikan semua warga Jakarta terpenuhi haknya menikmati air bersih.

Baca juga: Suplai air bersih Jakarta Barat-Jakarta Utara terbatas

Baca juga: Jakarta-Tangerang lanjutkan kerja sama penyediaan air minum

 

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019