Gorontalo  (ANTARA News) - Salah satu kabupaten di Provinsi Gorontalo, yaitu Kabupaten Gorontalo Utara, merupakan salah satu wilayah penunjang implementasi program tol laut yang dicetuskan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

Letak geografisnya sangat strategis, sebab tidak hanya berbatasan langsung dengan beberapa provinsi di kawasan strategis nasional bagian Sulawesi namun kabupaten yang dipimpin Bupati Indra Yasin dan Wakil Bupati Thariq Modanggu untuk periode kepemimpinan 2018-2023 itu, memiliki aset pelabuhan besar yang telah mampu menunjang aktivitas ekspor dan impor dari dan ke Provinsi Gorontalo.

Itulah alasannya kata Wakil Bupati Thariq Modanggu, Gorontalo Utara dinilai sangat mampu mewujudkan program tol laut.

Ia mencontohkan, implementasi tol laut melalui keinginan pemerintah daerah agar terminal bahan bakar minyak (TBBM) dapat dibangun di daerah itu.

Pasalnya, tidak hanya daerahnya yang strategis dan mampu menunjang aktivitas perekonomian nasional, namun program tol laut dapat terimplementasi dengan tepat jika TBBM dibangun di Gorontalo Utara.

"Saya sengaja mengusulkan potensi penempatan TBBM di daerah ini, seperti ulasan saya kepada pihak komite BPH Migas dan PT Pertamina pada kegiatan implementasi sub penyalur di daerah ini pada (23/2) lalu, bahwa keberadaan TBBM sangat tepat ada di Gorontalo Utara," ujar Thoriq.

Alasannya kata ia sangat kuat, sebab Gorontalo Utara sangat strategis dari segi posisi.

Ditambah lagi akses pengiriman melalui laut dari daerah-daerah lainnya di Indonesia, bahkan beberapa negara di Asia, tergolong lebih cepat tiba melalui Pelabuhan Anggrek.

Pelabuhan itu, merupakan pelabuhan ekspor impor yang memiliki tingkat kedalaman laut lebih dari 15 meter bahkan teruji pernah disandari kapal-kapal pesiar dari beberapa negara, termasuk penunjang kegiatan ekspor jagung ke beberapa negara, diantaranya Filipina.

Sudah tentu katanya, keberadaan TBBM pun akan sangat menguntungkan pihak Pertamina, sebab akan lebih cepat dalam memenuhi kebutuhan migas serta efisien dan hemat.

Apalagi seiring peningkatan jumlah penduduk khususnya di kabupaten itu, ditambah aktivitas perindustrian maupun kegiatan permodalan berskala nasional dan internasional, serta keberadaan satuan-satuan TNI yang lengkap, tentu saja sangat berpengaruh pada peningkatan permintaan migas baik secara lokal maupun untuk kebutuhan se-Provinsi Gorontalo serta di kawasan Sulawesi.

"Meski tidak gampang, namun pemerintah perlu mengkaji usulan ini dalam rangka mewujudkan program tol laut di wilayah Sulawesi khususnya Gorontalo sebab keberadaan daerah ini dan implementasi program tol laut, sangat berhubungan erat," ujarnya.

Saat ini kata ia, data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Gorontalo Utara per 1 Januari 2019, jumlah penduduk di daerah itu mencapai 128.599 jiwa, dengan potensial pertambahan penduduk yang terus bergerak naik setiap tahun, maka aktivitas perekonomian pun dipastikan akan terus bergerak.

Infrastruktur migas yang dibangun kuat di Gorontalo Utara, akan menjadikan daerah itu sebagai kawasan strategis nasional cepat tumbuh, seperti yang dicita-citakan Presiden Joko Widodo dalam implementasi tol laut yang sebenar-benarnya.

"Tanpa migas kita tidak bisa berbuat apa-apa dan untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat, maka keberadaan TBBM diyakini mampu memenuhi kebutuhan, serta yang utama adalah berhasil mewujudkan program tol laut di kawasan Sulawesi" ujarnya.

Tanggapan Pertamina

Pihak Pertamina disampaikan Imam Riski Arianto selaku sales marketing PT Pertamina Sulutenggo mengatakan, usulan merealisasikan TBBM di Gorontalo Utara, telah sangat-sangat dikaji mengingat sumber kilangnya ada di Balikpapan, bahkan negara-negara pengimpor pun tergolong dekat dengan wilayah ini.

Maka potensi pengiriman ke Gorontalo Utara melalui Pelabuhan Anggrek dinilai lebih cepat dan efisien.

Hanya saja kata Imam, bukan perkara mudah memindahkan TBBM seperti dari Kota Gorontalo ke Gorontalo Utara.

Sebab dipastikan memerlukan biaya yang sangat besar untuk penguatan infrastruktur.

Ia menjelaskan, alasan penempatan TBBM di wilayah Kota Gorontalo, mengingat ada banyak SPBU di perlintasan Sulawesi yang perlu dilayani karena tingkat permintaan yang sangat besar, mencapai 28 unit Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) ada di Gorontalo.

"Namun kita optimistis, usulan pemerintah kabupaten Gorontalo Utara akan menjadi prioritas, apalagi infrastruktur penunjang untuk merealisasikan TBBM di daerah itu cukup menunjang," ungkap Imam.

Harga premium di wilayah Kecamatan Anggrek, mencapai Rp10 ribu per botol (ukuran 1 liter) menggunakan salah satu botol minuman bersoda).

"Harga itu sudah kami rasakan cukup lama, sebab jarak tempuh dari tempat tinggal di Kecamatan Anggrek ke SPBU satu-satunya di Pontolo, Kecamatan Kwandang, mencapai 30 kilo meter," ujar Gustin Ishak, salah satu warga Kecamatan Anggrek.

Ia berharap, pemenuhan kuota BBM dengan membangun banyak SPBU termasuk mendorong hadirnya banyak sub penyalur, akan berdampak langsung bagi masyarakat.

"Sudah lama kondisi ini kami rasakan, maka pertumbuhan infrastruktur di sektor migas dalam menunjang BBM satu harga sangat didukung masyarakat," ujarnya.

Hal yang sama diungkap Majid Suleman yang mengaku, Pertamina perlu mendorong pertumbuhan investasi di sektor migas.

Sebab tingginya harga tidak hanya dirasakan untuk pembelian BBM baik jenis premium maupun solar, namun juga untuk gas elpiji.

Seperti kami yang ada di Kecamatan Tomilito, kata ia jarak tempuh menuju dua SPBU yang ada, baik di Pontolo, Kecamatan Kwandang maupun di wilayah timur, Kecamatan Atinggola, mencapai 30 kilo meter lebih.

Artinya kata Majid, tidak mungkin masyarakat bahkan transportasi publik yang ada seperti becak motor (bentor) membeli bahan bakar ke SPBU untuk ukuran satu atau dua liter saja.

Alhasil tambahnya, warga harus membeli BBM dengan harga tinggi melalui pengecer.

Yang terjadi, jika pengecer sulit melakukan pembelian akibat stok di SPBU terbatas, mereka pasti menaikkan harga ecerannya untuk premium bisa menembus Rp12 ribu per liter.

Kondisi itu kata Majid, membuat masyarakat berharap agar pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, lebih mendorong percepatan hadirnya SPBU ataupun minimal para sub penyalur.

Jika kondisi itu dipenuhi maka ia optimistis harga-harga BBM khususnya premium termasuk gas elpiji akan stabil dan tidak meresahkan masyarakat.

Implementasi TBBM Gorontalo Utara

"Hampir setiap hari, masyarakat mengeluh dengan biaya BBM termasuk gas elpiji khususnya ukuran tiga kilo gram bersubsidi, yang harus mereka beli dengan harga tinggi," ujar Ketua Komisi II DPRD Gorontalo Utara, Hitler Datau.

Jika mudah ditemukan, pasti harganya mahal. Jika pun sulit ditemukan, harga tetap mahal.

Ia mencontohkan harga premium Rp6.450 per liter, sangat sulit dinikmati masyarakat dengan harga normal akibat SPBU yang berada jauh dari beberapa kecamatan.

Beruntung kata ia, khusus di wilayah barat kabupaten yaitu Kecamatan Tolinggula, telah hadir SPBU Kompak.

Kehadiran infrastruktur itu perlu diawasi dengan baik oleh pemerintah daerah agar pemanfaatannya tepat sasaran.

"Jangan sampai infrastrukturnya didekatkan namun pembelian tidak wajar atau aksi borong oleh pengecer tetap dibiarkan sebab pasti berdampak pada sulitnya merealisasikan BBM satu harga untuk dinikmati masyarakat," ujarnya.

Ia pun mengaku, sangat mendukung terealisasinya TBBM di wilayah itu.

Sebab infrastruktur itu pasti akan mendorong hadirnya lebih banyak SPBU maupun sub penyalur BBM.

Ketua DPRD Gorontalo Utara, Nurjanah Yusuf bahkan menyebut, jika dampak dibangunnya TBBM di wilayah itu akan sangat luas di berbagai sektor, termasuk implementasi tol laut yang akan terlihat jelas pada aktivitas pengiriman BBM.

"DPRD mendukung terealisasinya TBBM seperti harapan pemerintah daerah dalam mendukung program tol laut serta percepatan kemajuan perekonomian nasional dari teras depan Indonesia bagian utara yaitu Gorontalo Utara," ujar Nurjanah.

Baca juga: Dukung tol laut, IPC akan kelola lima pelabuhan kecil

Baca juga: Pengamat perkirakan tol laut paling ramaikan debat kedua Pilpres 2019

 

Pewarta: Susanti Sako
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019