Jakarta (ANTARA News)  - Peserta  Rapat Koordinasi Teknis Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sepakat bersinergi dalam program dan kegiatan untuk percepatan peningkatan kualitas lingkungan.

Sinergi itu dilakukan melalui pengembangan instrumen pemantauan kualitas lingkungan, pengendalian pencemaran dan pemulihan kualitas lingkungan. 

"Kita juga sepakat untuk meningkatkan kualitas data lingkungan sehingga Dinas LH Daerah menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan/kebijakan di Daerah,” ujar Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Karliansyah usai penutupan Rakernis PKL yang berlangsung sejak 27 Februari di Jakarta,  Jumat.

Karliansyah menjelaskan, upaya peningkatan Indeks Kualuras Lingkunfan Hidup (IKLH) 2020-2024  ditempuh melalui penambahan luasan area pemantauan, penambahan jumlah titik pantau dan jumlah parameter dan perbaikan metodologi perhitungan. "Termasuk pembagian peran dan tanggung Jawab bidang PPKL antara Pemerintah, Pemprov dan Pemkab/Pemkota (termasuk pembiayaan),” ujar Karliansyah dalam siaran persnya. 

Dia menambahkan, mengenai revitalisasi program PPKL yang meliputi perbaikan kualitas air, udara, pesisir  dan laut serta kerusakan lingkungan.

Kesimpulan lain yang dicapai dalam Rakernis Dirjen PPKL ini, yaitu  pada tahun 2020-2024, KLHK menambahkan indeks untuk komponen perhitungan IKLH, yaitu Indeks Kualitas Air Laut (IKAL).

Adapun lokasi pemantauan kualitas air laut tahun 2019 yang sudah dusulkan sebanyak sembilan provinsi, yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Bali, Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara, Papua Barat dan Sulawesi Tenggara.

Selanjutnya,  enam kabupaten/kota, yaitu Pandeglang, Banyuwangi, Berau, Sukamara, Kota Manado dan Kabupaten Selayar. Sedangkan lokasi sebanyak 59 titik yang terdiri atas  14 pelabuhan, 23 wisata bahari, dan 22 lokasi biota. Usulan lokasi tambahan disampaikan pada akhir Maret 2019.

Dalam kaitan ini, pemerintah provinsi (DLH) menyampaikan data spatial RTRW dan RTH paling lambat akhir Maret 2019 sebagai dasar penetapan target, pelaksanaan program serta monitoring dan evaluasi.

Ditjen PPKL akan melakukan analisis kualitas tutupan lahan berdasarkan RTRW dan menyampaikan kembali kepada Pemerintah Provinsi pada bulan April 2019.

Selanjutnya, pemerintah provinsi mengkoordinasikan pembahasan dan kontribusi target IKTL 2020-2024 sampai tingkat kabupaten/kota paling lambat Agustus 2019 berdasarkan data target yang disusun Ditjen PPKL.



Indikator kinerja

Karliansyah mengatakan, telah disepakti juga bahwa Indeks Kinerja Utama atau IKU, mulai 2020 menggunakan parameter SO2, NO2 dan PM2,5. 

Penambahan parameter PM2,5 untuk perhitungan IKU dilakukan secara bertahap, tahun 2020 akan diberlakukan parameter PM2,5 minimal satu kota setiap provinsi dan akan dilakukan penambahan pada tahun selanjutnya hingga seluruh kabupaten/kota terpantau seluruh parameter untuk perhitungan IKU.

“Mulai tahun 2020 penambahan parameter PM2,5 untuk perhitungan IKU, maka perlu disiapkan alat pengukur PM2,5 untuk itu KLHK akan membuat surat kepada pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) terkait kebutuhan alat pemantauan kualitas udara parameter PM2,5, ” ujarnya.

Sementara itu mengenai kesimpulan lain, yakni Revitalisasi PROKASIH menghasilkan konsep “PROKASIH BARU”, diusulkan untuk menjadi indikator kinerja lingkungan bagi daerah.

Adapun rencana tindak lanjut "PROKASIH BARU" dimulai 2019, dengan  uji coba pelaksanaan dilaksanakan di Sungai Citarum dilanjutkan pada tahun berikutnya, 2020 untuk pembuatan baseline di provinsi dan kabupaten/kota serta tahun 2020-2024, pelaksanaannya.*


Baca juga: Pengelolaan SDA lebih efektif jika melibatkan masyarakat

 

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019