Jakarta (ANTARA) - Pagi baru beranjak, tapi Dwi Ismiyati (47), penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, sudah sibuk menata tanaman lavender yang baru beberapa hari dibelinya.

Satu per satu lavender disiram, agar tanaman itu tidak cepat layu. Daun-daun yang mengering perlahan ia singkirkan dari ranting tanaman yang rentan patah itu.

Tata letak kantong lavender juga diaturnya agar tidak berhimpitan dengan tanaman lainnya.

Sesekali senyum sumringah Dwi terlihat. Ternyata beberapa lavender mulai berbunga, warnanya ungu sama seperti warna favoritnya.

Total ada 20 kantong lavender yang sudah dibeli dan ditempatkannya di taman kecil di belakang kompleks rusun Blok B1.

Setiap lavender yang dibelinya seharga Rp8 ribu per kantong itu berisi tiga hingga lima batang.

Ketua RT 01 RW 11 Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara itu menjelaskan tanaman hias tersebut dibeli menggunakan dana operasional Rusunawa.

Awalnya, dana operasional itu tidak dialokasikan khusus membeli tanaman dengan nama ilmiah Lavandula tersebut. Namun, merebaknya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di DKI Jakarta, membuat Dwi berinisiatif membeli tanaman yang memiliki aroma yang tidak disukai nyamuk ini.

Tujuannya tentu saja untuk mengusir si nyamuk belang penular DBD dari permukiman warga, kata Dwi.

Tanaman jenis rumput-rumputan ini akan dibagikan gratis kepada 100 kepala keluarga (KK) yang menghuni blok tersebut, setelah diperbanyak dengan cara distek.

Meski demikian, beberapa kepala rumah tangga sudah lebih dulu diberikan sebagai tahap awal dari inisiatif tersebut. Sedangkan bibit lavender yang tersisa akan ditanam di taman belakang rumah susun yang juga sudah ditanami beberapa jenis tanaman obat seperti kumis kucing dan lidah budaya.

Baca juga: Peneliti konfirmasi aroma lavender bisa atasi kecemasan

Lavender pengusir nyamuk

Dari sekian banyak tanaman pengusir nyamuk, Dwi mengatakan memang sengaja memilih lavender karena lebih mudah dirawat dan harganya terjangkau.

Tanaman ini memang telah lama dikenal sebagai pengusir nyamuk DBD karena memiliki kandungan insektisida alami sehingga mengeluarkan aroma yang tidak disukai serangga.

Profesor riset bidang Hama dan Penyakit Tanaman Puslitbang Perkebunan Agus Kardinan dalam bukunya berjudul Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk, memasukkan lavender sebagai salah satu tanaman yang bisa menghalau serangga termasuk nyamuk.

Buku terbitan tahun 2003 itu menyebutkan lavender mengeluarkan aroma yang harum, sehingga dapat diproduksi menjadi minyak dengan aroma mirip kamper.

Senada dengan Agus, peneliti Universitas Kristen Maranatha Dr Meilinah Hidayat Rosnaeni menyebutkan lavender bersifat sebagai repelan atau memiliki kemampuan menjauhkan serangga dari manusia.

Hasil penelitian Dr Meilinah yang diterbitkan Jurnal Medika Planta Vol. 1 Tahun 2010 menyebutkan meski tidak membunuh nyamuk, namun efek repelan dapat menghalau serangga karena aroma atau kandungan aktif yang tidak disukai nyamuk.

Ini karena tanaman tersebut mengandung beberapa senyawa, di antaranya linalool sebesar 28,6 persen dan camphor sebesar 1,6 persen, yang keduanya memiliki efek repelan.

Baca juga: Sulit Konsentrasi Belajar? Coba Wewangian Lavender

Instruksi gubernur

Selain lavender, sebenarnya masih ada beberapa tanaman lain yang bisa digunakan sebagai media pengusir nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor DBD.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penanganan Peningkatan Kasus DBD. Dalam instruksi tersebut memuat inovasi gerakan menanam tanaman pengusir nyamuk.

Ada 11 tanaman pengusir nyamuk yang direkomendasikan di antaranya lavender, tapak dara, rosmarin (rosemary), bunga kenikir dan citrosa mosquito. Selanjutnya ada sereh wangi, kecombrang, jeruk nipis, daun mint, selasih dan zodia.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti mengatakan aparat pemerintah tingkat kelurahan hingga RT dan RW menerapkan aturan "denda" bagi warga yang beberapa kali ditemukan jentik nyamuk di rumahnya.

Denda bukan dalam bentuk uang tetapi meminta masyarakat menanam tanaman pengusir nyamuk di rumahnya sesuai kesepakatan bersama, kata Widyastuti.

Apabila masih ditemukan lagi jentik nyamuk, maka rumah tersebut akan dilabeli dengan stiker berwarna hitam "Ada jentik".
 

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti (kiri) saat memberikan arahan kepada seorang staf setempat dalam penanganan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jakarta, Rabu (27/2/2019). Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat kasus DBD per Februari 2019 mencapai 1.024 kasus atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya mencapai 989 kasus. (ANTARA News/Dewa Wiguna)


Ia menilai cara itu cukup efektif sebagai sanksi moral, sekaligus mengingatkan warga untuk selalu sadar memberantas sarang nyamuk.

Selain itu, cara alami lain yang dilakukan dengan menebar ikan pemakan jentik seperti ikan cupang dan mas di kolam warga atau parit.

Per 26 Februari 2019, Widyastuti mengungkapkan kasus DBD di ibukota mencapai 1.024 kasus atau meningkat dibandingkan Januari 2019 mencapai 989 kasus.

Ada lima kecamatan yang memiliki jumlah kasus baru DBD tertinggi di DKI Jakarta yakni Cipayung, Jakarta Timur, dengan angka kesakitan (insidence rate/IR) mencapai 20,96 per 100 ribu penduduk.

Setelah Cipayung, jumlah kasus baru DBD tertinggi kedua terjadi di Kalideres, Jakarta Barat, dengan IR 20,57 dan Jagakarsa, Jakarta Selatan, dengan IR 18,77. Kemudian disusul Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, dengan IR mencapai 18,54 dan Cengkareng, Jakarta Barat, dengan IR 18,34 per 100 ribu penduduk.

Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebutkan sepanjang Januari sampai dengan Februari 2019, terdapat satu warga di Jakarta Timur meninggal dunia diduga terkena demam berdarah.

Peran Jumantik

DKI Jakarta memiliki lebih dari 33 ribu kader juru pemantau jentik (Jumantik), tersebar di setiap RT, yang berperan dalam mengedukasi dan mengawasi jentik di lingkungannya.

Namun, petugas jumantik kerap mengalami kendala ketika mereka hendak melakukan pemeriksaan, salah satunya di permukiman mewah.

Belum lagi asumsi di masyarakat yang menganggap perumahan mewah itu bersih dan bebas penyebaran demam berdarah juga membuat kawasan itu kadang tidak masuk dalam jangkauan petugas pemantau jentik.

Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Husein Habsyi mendorong agar penanganan DBD dilakukan menyeluruh, tidak hanya fokus pada kawasan padat dan kumuh, tapi juga di kawasan elite.

Dosen tidak tetap Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu mengatakan nyamuk Aedes aegypti justru menyukai lingkungan yang bersih, kondisi yang biasanya identik dengan perumahan mewah.

Jentik-jentik nyamuk biasanya tumbuh di bak kamar mandi, dispenser, talang air hingga wadah penampungan air di bawah kulkas yang biasanya luput dari pengamatan.

Penanganan di kawasan padat dan kumuh, lanjut Husein, justru dapat dilakukan dengan cepat karena langsung ditindaklanjuti ketika ditemukan jentik saat diperiksa petugas jumantik.

Sedangkan seperti di wilayah Gondangdia, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, yang termasuk salah satu kawasan permukiman elite, terkadang Jumanik terkendala ketika menemui rumah kosong yang ditinggalkan penghuninya.

Petugas juru pemantau jentik (jumantik) memeriksa bak kamar mandi milik warga di RT 15 RW 04 Pasar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019). Petugas mengintensifkan pemeriksaan jentik menjadi dua kali seminggu setiap Rabu dan Jumat untuk menekan perkembangbiakan nyamuk penular demam berdarah dengue (DBD). (ANTARA/Dewa Wiguna.)


Ketua Rukun Warga 02 Gondangdia Ronny Wongkar mengatakan kader juru pemantau jentik biasanya mendatangi langsung rumah warga termasuk di permukiman mewah, bersama dengan aparat RT dan RW.

Sementara itu, Koordinator Kader Jumantik RW 04, Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat, Rochani (61) mengaku lebih ketat dalam melakukan pemeriksaan jentik nyamuk.

Jika ditemukan kembali jentik nyamuk, maka ia akan memberikan sanksi sosial berupa pemasangan stiker "Ada jentik" di setiap rumah. Pemilik rumah juga didata dan ditindaklanjuti petugas RW agar mereka lebih sadar ancaman DBD.

Pemantauan jentik juga ditingkatkan dari seminggu sekali menjadi dua kali seminggu setiap Rabu dan Jumat.

Berbagai upaya dilakukan untuk menangani kasus DBD seperti fogging atau pengasapan yang mengandung insektisida kimia.

Namun penggunaan zat kimia yang dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu lama dikhawatirkan justru menimbulkan resistensi nyamuk.

Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan, menanam tanaman pengusir nyamuk bisa menjadi alternatif yang lebih aman dan ramah lingkungan.

Meski begitu, cara alami tersebut bukan merupakan solusi satu-satunya dalam penanggulangan DBD. Diperlukan komitmen kuat dan upaya bersama menanggulangi DBD melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Gerakan 3M Plus dinilai efektif memberantas sarang nyamuk seperti menguras dan menutup tempat penampungan air serta memanfaatkan kembali barang bekas yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.

Baca juga: Warga Kudus Tanam Lavender Pengusir Nyamuk

Baca juga: Stiker "Ada jentik" menanti warga tak patuh Jumantik di Pasar Baru

 

Pewarta: Virna P Setyorini/Dewa Wiguna
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019