Pelaksanaan Nyepi, Panca Wali Krama, dan tahapan kampanye Pemilu 2019 pun dapat sama-sama berjalan dengan baik dan lancar
Denpasar (ANTARA) - Setelah untuk pertama kalinya pada 2018, Pulau Bali pun kembali bebas jaringan internet saat Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1941 pada 7 Maret 2019, karena layanan data seluler seluruh "provider" di Pulau Dewata dihentikan sementara selama 24 jam.

"Layanan akan diputus selama 24 jam seperti halnya Nyepi tahun lalu, yang dimulai dari dari 7 Maret pukul 06.00 Wita sampai dengan 8 Maret pukul 06.00 Wita. Saya mengharapkan semoga umat lain yang berdomisili di Bali pada saat itu juga bisa menghormati keputusan ini," kata Plt Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali Gede Darmawa, di Denpasar.

Meskipun diputus sementara, layanan internet pada objek vital dan sifatnya untuk kepentingan umum tetap akan berfungsi, seperti layanan rumah sakit, kantor kepolisian, militer, BPBD, BMKG, BASARNAS, bandara, dan sebagainya.

"Kepastian penghentian internet saat Nyepi juga merujuk pada Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika RI, yang menindaklanjuti Surat Gubernur Bali Nomor 027/1342/Set/Diskominfos tanggal 21 Februari 2019 perihal Bebas Internet pada Hari Suci Nyepi," katanya.

Menurut dia, surat ini juga untuk merespons Seruan Bersama Majelis-Majelis Agama dan Keagamaan Provinsi Bali Tahun 2019 tanggal 7 Februari 2019.

"Dengan adanya penghentian sementara layanan internet, diharapkan umat Hindu lebih khidmat dan khusyuk menjalani Hari Raya Suci Nyepi kali ini. Surat ini sifatnya mengajak setiap komponen masyarakat, salah satunya para provider internet untuk menciptakan Hari Suci Nyepi yang berkualitas," ujar Darmawa.

Menindaklanjuti keputusan tersebut, tiap operator/provider diharapkan melakukan sosialisasi kepada pelanggan dan masyarakat yang berada pada lokasi yang terdampak penghentian sementara layanan internet.

Penghentian sementara layanan internet itu mendapat dukungan sejumlah tokoh agama di Bali. Ketua MUI Provinsi Bali Abdul Kadir Makaramah menilai keputusan pemberhentian sementara merupakan satu bentuk toleransi pemeluk agama terhadap pelaksanaan hari raya agama lainnya.

"Kita harus menghormati dan menghargai pelaksanaan hari raya agama lain dalam hal ini Hari Suci Nyepi umat Hindu di Bali dan hari raya agama lainnya yang tentunya memiliki aturan-aturan tersendiri, kami di Bali siap mendukung," ujar Abdul Kadir.

Dukungan senada disampaikan Ketua Walubi Provinsi Bali Pendeta DD IKG Karyana Govinda dan Ketua Musyawarah Pelayanan Antar Gereja (MPAG) Provinsi Bali Pendeta Jonathan Suharto. Keduanya juga mendukung kebijakan pemerintah untuk melaksanakan penghentian sementara layanan internet di Bali selama perayaan Hari Raya Suci Nyepi.

"Kami ucapkan terima kasih atas keputusan pemerintah, kami juga turut mendukung pelaksanaan hari raya umat Hindu di Bali agar lebih khusyuk. Karena berkaca dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, permasalahan bisa timbul berawal dari media sosial yang didukung jaringan internet," ucap Pdt Jonathan Suharto.

Gayung bersambut, perusahaan penyedia jasa layanan telekomunikasi berteknologi 4G LTE, PT. Smartfren Telecom Tbk juga menyatakan siap mendukung dan melaksanakan amanat Surat Edaran Menkominfo Nomor 3 Tahun 2019 untuk memaknai kekhidmatan Hari Raya Nyepi 2019 dan Tahun Baru Saka 1941.

Pada saat Nyepi, layanan internet dari operator seluler salah satunya, Smartfren tidak akan dapat dinikmati masyarakat Bali sebagaimana hari-hari biasa, kecuali area objek vital dan layanan umum lainnya, seperti layanan rumah sakit, Kantor Kepolisian, instalasi Militer, BPBD, BMKG, Basarnas, Pemadam Kebakaran, masih dapat menggunakan layanan komunikasi.
Layanan akan kembali normal sebagaimana mestinya, pada Jumat (8/3) Pukul 06.00 WITA.

Ritual harus damai

Tidak hanya tokoh agama, Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhatab juga mengharapkan pelaksanaan sejumlah ritual besar keagamaan di Pulau Dewata harus dipastikan berlangsung damai.

"Hal itu penting, jangan sampai kepentingan politik para peserta Pemilu 2019 menodai kegiatan ritual keagamaan di pulau ini. Kami harapkan sejumlah upacara keagamaan di Bali jangan sampai diganggu dengan kegiatan-kegiatan politik. Semestinya ritual keagamaan dibersihkan dari muatan-muatan politik, sehingga tidak ada konflik kepentingan," katanya di Denpasar (6/2).

Apalagi, Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1941 juga menjadi istimewa karena akan dilaksanakan ritual besar Panca Wali Krama (dilaksanakan setiap 10 tahun sekali) di Pura Agung Besakih, Karangasem yang puncaknya pada 6 Maret 2019.

"Jadi, jangan sampai pihak-pihak yang 'bertarung' dalam pemilu memanfaatkan momen keagamaan ini untuk kepentingan politik sesaat, termasuk kepentingan politik yang bertebaran di dunia maya," katanya.

Ia berharap agar kepentingan politik dilaksanakan sesuai aturan mainnya dan pelayanan publik jangan sampai ada gangguan di tengah tahapan hajatan politik yang sedang berjalan. "Bawaslu dan KPU, kami minta agar memastikan proses pemilu bisa berjalan dengan baik," ucapnya.

Dukungan serupa juga datang dari Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Provinsi Bali I Ketut Rudia. Bahkan, ia meminta para peserta pemilu untuk tidak mencoba-coba melakukan kampanye di tempat-tempat peribadatan karena jika terbukti ancamannya hukuman pidana.

"Para caleg memang tidak dilarang datang ke pura, tetapi jangan sampai berkampanye atau membawa berbagai atribut kampanye saat datang ke pura. Caleg menghaturkan punia saat datang ke pura pun tidak dilarang, sepanjang tidak ada 'embel-embel' harus memilihnya," katanya.

Ia berharap di Bali tidak sampai ada caleg yang dibatalkan karena terlibat 'money politic' seperti di daerah-daerah lain. "Kalau menghaturkan punia itu sebaiknya langsung diletakkan di atas canang yang akan dipersembahkan dan tidak diberikan melalui orang tertentu di pura tersebut," ujarnya.

Harapan senada juga disampaikan Ketua Bawaslu Provinsi Bali Ketut Ariyani. Ia mengharapkan situasi hari Nyepi Tahun Saka 1941, Panca Wali Krama Pura Besakih, yang bersamaan dengan tahapan kampanye agar benar-benar berjalan kondusif.

"Harapan kami, kegiatan adat, budaya dan agama tetap jalan, kegiatan pemilu juga jalan. Tetapi tidak mengurangi makna upacara dan tidak tercederai oleh kepentingan-kepentingan politik," katanya di Denpasar (4/2).

Terkait kepentingan politik itu, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali meminta agar ada penyesuaian pemasangan alat peraga kampanye (APK) Pemilu 2019 dalam pelaksanaan rangkaian ritual Melasti hingga Hari Suci Nyepi pada 7 Maret.

"Kalau memang ada yang dipandang tidak sinkron di jalan lintasan Melasti, supaya dengan hormat dipastikan apakah disingkirkan sementara, agar tidak terjadi benturan," kata Ketua PHDI Provinsi Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana saat menjadi narasumber dalam "Rapat Mitra Kerja Cegah Dini dalam rangka Hari Raya Nyepi dan Panca Wali Krama Tahun 2019", di Denpasar (4/2).

Umat Hindu di Bali pada awal Maret mendatang, tidak saja akan merayakan Nyepi seperti tahun-tahun sebelumnya, namun untuk tahun ini menjadi istimewa karena akan dilaksanakan ritual besar Panca Wali Krama (dilaksanakan setiap 10 tahun sekali) di Pura Agung Besakih, Karangasem yang puncaknya pada 6 Maret 2019.

Dengan demikian, pelaksanaan Nyepi, Panca Wali Krama, dan tahapan kampanye Pemilu 2019 pun dapat sama-sama berjalan dengan baik dan lancar. "Kami harapkan menjadi satu kesatuan yang bisa menjaga keharmonisan satu kepentingan dengan yang lainnya untuk Bali dan Indonesia," ucap Sudiana yang juga Rektor IHDN Denpasar itu. 

Baca juga: Bali kembali tanpa internet saat Nyepi

Baca juga: Pemerintah apresiasi sehari Bali tanpa internet


 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019