Edukasi ini juga merupakan salah satu bagian dari kurikulum STIA Mataram, khususnya mata kuliah manajemen mitigasi bencana,
Mataram (ANTARA) - Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Pengurus Daerah Nusa Tenggara mengedukasi mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Mataram, Nusa Tenggara Barat tentang gempa bumi dan pengurangan risiko bencana.

Kuliah umum yang diberikan oleh Sekretaris IAGI Pengurus Daerah Nusa Tenggara, Kusnadi, dibuka oleh Wakil Ketua Bidang Non Akademik STIA Mataram, Iswan S.Sos MM, didampingi Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Dhea Candra Dwi, SAP, MAP, di kampus STIA Mataram, Rabu.

Dhea menjelaskan kuliah umum tersebut merupakan salah satu media untuk menambah pemahaman mahasiswa tentang mitigasi dan potensi kebencanaan sebagai calon administrator pemerintahan. Maka dalam membuat kebijakan harus memahami kondisi kebencanaan.

"Edukasi ini juga merupakan salah satu bagian dari kurikulum STIA Mataram, khususnya mata kuliah manajemen mitigasi bencana," katanya.

Dalam kuliah umum tersebut, Sekretaris IAGI Pengurus Daerah Nusa Tenggara, Kusnadi, memberikan materi tentang gempa bumi disertai tsunami dan pengurangan risiko bencana di Provinsi NTB.

Ia menjelaskan bahwa tatanan tektonik wilayah NTB dipengaruhi oleh sistem sesar naik busur depan (zona subduksi) pada bagian selatan Nusa Tenggara dan sistem sesar naik busur belakang pada bagian utara Nusa Tenggara (mulai utara bali hingga Flores).
"NTB memiliki sejarah gempa besar berkekuatan 6,5 Skala Richter (SR) sejak 1976, dan terakhir terjadi pada 2018 dengan magnitudo 7,0 SR," katanya.

Menurut Kusnadi, gempa bumi dapat terjadi tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan. Namun manusia dapat membuat persiapan untuk memperkecil dampak kerusakan yang ditimbulkannya.

Hal yang dapat dilakukan adalah mempelajari tentang apa dan bagaimana terjadinya gempa. Selain itu, pahami bahwa manusia tinggal di wilayah di mana gempa bumi besar dapat terjadi sewaktu-waktu. Tetap tenang dan jalani hidup seperti biasa.

Para pihak terkait, kata dia, perlu melakukan pemetaan risiko bencana, menerapkan kearifan lokal sebagai sistem peringatan dini, dan melakukan sosialisasi melalui buku dan selebaran.

"Masyarakat juga harus mengenali kondisi lingkungan kemudian membuat peta jalur evakuasi. Dan yang tidak kalah penting adalah menyiapkan tas siaga yang berisi dokumen-dokumen berharga, obat-obatan, senter dan peralatan dasar lainnya," ujar Kusnadi yang juga staf di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral NTB.

Ia juga memberikan pemahaman kepada para mahasiswa STIA Mataram tentang potensi bencana selain gempa bumi di NTB, seperti gunung meletus dan tanah longsor serta banjir bandang.

Menurut Kusnadi, NTB merupakan daerah "ring of fire" atau cincin api karena memiliki beberapa gunung api aktif, yakni Gunung Rinjani di Pulau Lombok, dan Gunung Sangeangapi di Pulau Sumbawa.

Bencana tanah longsor juga sering terjadi terutama di wilayah perbukitan, seperti di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, da Lombok Timur, serta Pulau Sumbawa.

Begitu juga dengan banjir bandang masih sering melanda wilayah NTB ketika musim hujan, baik di Pulau Lombok maupun Pulau Sumbawa.
"Kita tidak tahu kapan bencana terjadi, tapi upaya mitigasi pengurangan risiko bencana harus terus disosialisasikan kepada seluruh elemen masyarakat, termasuk para mahasiswa," kata Kusnadi. 

Pewarta: Awaludin
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019