Jakarta (ANTARA) - Toko-toko serta restoran-restoran di wilayah negara Suriah yang semula hancur akibat konflik berkepanjangan, mulai dibangun dan dibuka kembali.

Museum, sekolah, gedung pemerintahan maupun perkantoran yang sebelumnya terpaksa ditutup dan dikosongkan, kini dibuka kembali menyusul kemenangan demi kemenangan tentara Suriah atas kelompok teroris seperti ISIS, Koalisi Jaisy Al-Fatah, Aliansi Front Selatan, dan Front Nusra.

Kondisi tersebut dapat terlihat di kota Homs, Damaskus, Aleppo, As Suwayda dan lainnya.

Kini, kelompok-kelompok teroris yang tersisa itu bertahan di benteng terakhir mereka di Baghouz, sebuah desa di tepian Sungai Eufrat, bagian provinsi Deir Ezzor di utara Suriah.

Tentara Suriah fokus untuk membebaskan Baghouz dari kelompok teroris yang sebagian besar menguasai wilayah itu.

"Alhamdulillah, Suriah yang sebelumnya terkepung dari segala penjuru oleh kelompok-kelompok teroris kini sudah normal," ujar Ketua Ikatan Ulama Suriah, Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi, saat membuka obrolan dengan Antara di Jakarta beberapa waktu lalu.

Saat menerangkan kondisi terkini Suriah, terselip senyuman serta keteduhan yang terpancar di raut wajah ulama kharismatik di kawasan Syam itu.

Tatapannya hangat dan lembut saat menjelaskan bagaimana negaranya kembali bangkit setelah perang yang sempat meluluh-lantakkan negara yang berbatasan dengan Israel itu.

Taufiq Ramadhan mengatakan situasi keamanan ibu kota Suriah, Damaskus dan wilayah sekitarnya sudah stabil.

Saat ini, stabilitas keamanan sudah membaik dan warga Suriah hidup damai, ucap Taufiq intonasi yang lembut, tenang, dan tidak meledak-ledak.

Warga Suriah yang tinggal di daerah-daerah tersebut, lanjut dia, menata kembali kehidupan mereka.

Sebelumnya banyak 'check point' di Damaskus dan wilayah sekitarnya. Namun, saat ini tidak ada 'check point' serta pos militer yang tersebar di sudut-sudut ibu kota Suriah, ucap Taufiq Ramadhan al-Buthi.

Putra dari ulama terkemuka Suriah, almarhum Syekh Ramadhan al-Buthi itu, menyalahkan pemberitaan media-media barat yang menyudutkan Suriah bahwa sebagian besar kota di Suriah masih belum pulih dari konflik bersenjata.

Padahal, lanjut dia, tidak semua kota di Suriah hancur karena konflik bersenjata.

Suriah di bawah kepemimpinan Presiden Suriah Bashar al-Assad sedang, lanjut Taufiq, membangun kembali negara itu yang sempat porak-poranda akibat perang yang telah memakan korban ratusan ribu jiwa itu.


Fitnah media barat

Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi mengatakan Suriah difitnah media-media Barat dengan pemberitaan yang tidak sesuai fakta dan keadaan Suriah yang sebenarnya.

Media-media Barat melancarkan fitnah dan propaganda untuk melemahkan Suriah. Mereka tidak menyampaikan informasi yang sebenarnya apa yang sesungguhnya terjadi di Suriah, ujar Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi.

Ia mencontohkan ada media Barat yang memberitakan bahwa ada demonstrasi besar di Universitas Damaskus.

Padahal kenyataannya, kata al-Buthi, unjuk rasa itu hanya diikuti oleh 35 siswa.

Di samping itu, keluhnya, media Barat secara terus menerus memberitakan bahwa terjadi konflik sektarian antara Sunni-Syiah di Suriah.

"Faktanya, konflik sektarian tidak ada. Dalam sejarahnya, di Suriah tidak pernah terjadi konflik sektarian," kata dia.

Ia mencontohkan bahwa, sejak ratusan tahun hingga saat ini, Kota Damaskus tua dihuni masyarakat Kristen Ortodoks, Sunni, Syiah maupun Yahudi.

"Di wilayah itu tidak pernah terjadi konflik. Jadi pemberitaan media Barat tidak benar dan itu fitnah," kata dia.

Ia mengatakan Amerika Serikat dan sekutunya menginginkan Suriah menjadi negara yang lemah.

Suriah yang kuat menjadi ancaman terhadap eksistensi Israel yang berbatasan langsung dengan negeri Syam itu, ujarnya.

Suriah hingga saat ini sangat mendukung perjuangan Palestina untuk menjadi negara yang merdeka. Karena Presiden Bashar al-Assad berhubungan langsung dengan Palestina maka Suriah paling banyak menerima tekanan, kata Taufiq Ramadhan.

Israel serta sekutunya yang tidak menyukai pemerintahan Bashar al-Assad merencanakan berbagai skenario untuk menceraiberaikan Suriah.

Salah satu caranya yaitu dengan propaganda media. Mereka mengembuskan isu reformasi, konflik sektarian dan sebagainya. Ketika Suriah lemah maka Israel gampang untuk mengontrolnya, ujar dia.

Namun, lanjut dia, Suriah di bawah pemerintahan Bashar al-Assad mampu melewati segala tekanan yang dilancarkan oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan Suriah menjadi negara yang kuat di Timur Tengah.


Menyelesaikan konflik

Pengamat masalah Timur Tengah dari Universitas Indonesia (UI), Yon Machmudi, mengatakan, banyak kepentingan aktor-aktor asing yang bermain dalam konflik Suriah karena posisi negara itu sangat strategis secara geopolitik.

Yon Machmudi menjelaskan Suriah berbatasan langsung dengan Israel dan menjadi ancaman serius.

Misi Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah untuk mengamankan jalur minyak dan memastikan rezim yang berkuasa dengan Amerika Serikat dan sekaligus melindungi kepentingan Israel, kata dia.

Dalam hal ini ancaman Bashar al-Assad menjadi masalah utama Israel dan perhatian AS. Makanya penggulingan Bashar menjadi agenda utama.

Sementara Suriah sendiri menjadi benteng terakhir Rusia di Timur Tengah karenanya Rusia mulai aktif kembali di Timur Tengah setelah revolusi Suriah.

Ia mengungkapkan Suriah menjadi gerbang penting rusia untuk menyalurkan gas ke Eropa. Gas sering digunakan oleh Rusia untuk menekan Uni Eropa secara politik.

Karenanya, lanjut dia, Uni Eropa juga sepakat untuk menjatuhkan Bashar yang kebetulan berasal dari kelompok minoritas Alawit. Sebagai rezim dari kelompok minoritas dan kuatnya pengaruh partai sosialis Baath menjadikan rezim suriah berkembang menjadi rezim otoritarian.

"Walaupun sebenarnya Bashar tampil lebih lunak dibanding ayahnya, Hafidz al-Assad. Inilah yang kemudian sebagai senjata untuk mempengaruhi oposisi Suriah melakukan gerakan revolusi melawan rezim. Hanya saja karena beragamnya kelompok oposisi justru yang muncul dan dominan adalah kelompok ISIs dan AlQaedah. 'Arab Spring' pun berkembang menjadi konflik bersenjata," ujar dia.

Dengan demikian, perkembangan Suriah ke depan sangat tergantung dengan AS dan Rusia. Idealnya mereka menarik diri dari Suriah dan membebaskan rakyat Suriah menyelesaikan masalahnya secara independen.

Tentu kondisi akan menjadi semakin kondusif terutama ditambah semakin mengecilnya kekuatan ISIS di Suriah.

Sebenarnya AS dan Uni Eropa semakin rasional bahwa solusi Suriah tidak lagi dengan penggulingan rezim sehingga mereka mulai memulai jalur perundingan.

Karenanya Rakyat Suriah harus bersiap melakukan rekonsiliasi nasional guna merajut kembali persatuan mereka demi nasib Suriah ke depan.

"Perlahan mereka harus mulai mengurangi ketergantungan dengan aktor luar dan secara pragmatis melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan secara ekonomi dan politik dengan suriah," kata Yon Machmudi.

Penting juga untuk memikirkan "power sharing" dengan kelompok dan kekuatan rakyat yang lebih plural.

"Biar bagaimana pun rekonsiliasi menjadi penting dan ketergantungan dengan asing semakin meningkatkan komplikasi masalah di Suriah. Walaupun Suriah didukung oleh Rusia tetapi diam-diam Rusia juga menjalin komunikasi dengan Israel," kata dia.

Karena itu, Suriah harus dapat berpegang pada kepentingan nasionalnya sendiri saat berhadapan dengan berbagai kepentingan asing.

Ketua Ikatan Alumni Syam (Suriah) Indonesia (Alsyami), Ahmad Fathir Hambali, mengatakan negara negara besar seperti Amerika Serikat dan Rusia harus benar-benar mempunyai i'tikad baik dan serius untuk menciptakan kedamaian di Suriah.

"Dengan menarik seluruh pasukan nya di kamp militer di Suriah. Mereka juga harus secara bersama memberantas kelompok-kelompok teroris yang masih tersisa di Suriah dan orang-orang yang berpaham radikalisme," ujar Fathir.

Karena radikalisme bukan hanya musuh Islam melainkan musuh bagi seluruh agama.

Amerika dan Rusia juga harus mempelopori pelaksanaan sidang khusus di PBB sebagai upaya untuk menghentikan krisis dan menciptakan kedamaian di Suriah serta kawasan Timur Tengah.

"Negara-negara adidaya itu juga harus memberikan peringatan yang tegas kepada Israel untuk bersama-sama menjaga perdamaian dan ketentraman di timur tengah. Jikalau hal ini benar-benar dilaksanakan saya yakin perdamaian di suriah dan timur tengah akan menjadi kenyataan," ucap Fathir.

Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019