Jakarta (ANTARA) - Sejumlah mahasiswa asal Indonesia melanjutkan pendidikan S2 di sejumlah universitas di Australia untuk mengejar cita-cita dan membangun kapasitas diri melalui program beasiswa Australia Awards yang diberikan oleh pemerintah Australia kepada warga Indonesia.

Salah satu penerima beasiswa Australia Awards yakni Anita Rachmat Persada Jeujanan, perempuan yang berasal dari Tual, Maluku, menuturkan untuk belajar ke luar negeri, bekal awal adalah berani mengejar mimpi.

Perempuan yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Mimika Provinsi Papua itu mengajak semua orang Indonesia terutama yang tinggal di wilayah timur untuk pantang menyerah meraih cita-cita dalam rangka membangun kesejahteraan dan hidup yang lebih baik.

"Khusus kami yang tinggal di wilayah Indonesia Timur, jangan pernah takut untuk mencoba. Dengan berani mencoba kita pasti akan bertemu kendala dalam perjuangan meraih beasiswa itu. Tapi kendala bukan menjadi halangan untuk tidak mencoba," ujar Anita kepada Antara di Brisbane, Queensland, Australia.

Anita kini melanjutkan pendidikan di Universitas Griffith untuk meraih gelar Master of Global Development. Dia mulai kuliah di universitas itu pada Februari 2019 dan akan berakhir pada November 2020.

Perempuan kelahiran 13 Oktober 1982 menuturkan salah satu tantangan adalah bisa menguasai bahasa Inggris, untuk itu, dia belajar sendiri dan mengikuti kursus untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris.

Anita yang merupakan alumni Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin Program Studi Teknik Industri di Universitas Pattimura Ambon angkatan 1999 mengatakan Bahasa Inggris dan sertifikat untuk International English Language Testing System (IELTS) merupakan salah satu syarat mutlak untuk mendapatkan Australian Awards agar bisa dipertimbangkan untuk layak menerima beasiswa itu atau tidak.

"Saya sempat belajar otodidak, mengikuti kursus singkat di salah satu lembaga kursus lokal di Kabupaten Mimika Timika Papua. Saya tahu benar bahwa kemampuan Bahasa Inggris saya masih sangat minim. Beruntung lagi, karena sebelum melamar beasiswa Australia Awards tahun 2017, saya lulus seleksi beasiswa short term dari Australia Awards Scholarships tahun 2016 melalui program English Learning Training Assistance (ELTA)," ujarnya.

Beasiswa jangka pendek tahun 2016 itu hanya diberikan pada mereka yang tinggal di tujuh wilayah sasaran yakni Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat serta Aceh.

Di ELTA, dia diajarkan 'Academic English', dan dipersiapkan untuk mengikuti tes IELTS. Dia mengatakan menjadi pengalaman yang pertama kali mengikuti tes IELTS, apalagi dia mendapat biaya tes serta akomodasi gratis.

Dia mengatakan Australia Awards Scholarships menerapkan sistem seleksi dan penyaringan yang sangat ketat dan terperinci di setiap tahun pembukaan penerimaan calon penerima beasiswa.

Dia bersaing dengan lebih dari 5.300 pelamar beasiswa, dan dia termasuk dalam 600 calon penerima beasiswa di tahun 2017 dan masuk dalam tahapan seleksi lanjutan yang disebut Join Selection Team (JST).

Setelah itu, masih ada dua tahapan lain yang mesti diperjuangkan yaitu tes IELTS dan wawancara. "Dua tahapan ini termasuk berat karena hanya akan dipilih 300 orang saja. Saya bersyukur saat itu saya menjadi satu dari 300 orang tadi yang lulus seleksi Australia Awards Scholarships tahun itu," ujarnya.

Berbagi tips

Darul Mahdi, salah satu penerima beasiswa Australian Awards kepada Antara, membagikan tips meraih beasiswa Australia Awards dari pemerintah Australia, yakni dengan melinierkan visi untuk kuliah dan ambisi setelah kuliah dalam esai.
Darul Mahdi, salah satu penerima beasiswa Australian Awards 2017, sedang mengenyam pendidikan untuk dua gelar master (S2) di dua jurusan, yakni International Law di Fakultas Business, Economic and Law dan International Relations di Fakultas Political Science and International Studies, Brisbane, Queensland, Australia (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)


"Kalau misalnya kuliahnya di mana, mau belajar di sini terus masternya di sini dan nanti mau jadi ini semuanya itu linier, kemungkinan besar semuanya dapat, cuma yang lain-lain bagus juga seperti nilai akademiknya enggak mengecewakan," kata pria kelahiran 20 Januari 1988 itu.

Darul yang berasal dari Aceh sedang mengenyam pendidikan untuk dua gelar master (S2) di dua jurusan, yakni International Law di Fakultas Business, Economic and Law dan International Relations di Fakultas Political Science and International Studies. Dia memulai kuliah pada Juli 2017.

Tips kedua adalah mengetahui cara menulis esai secara akademik dengan baik. "Persiapannya paling utama itu kan di aplikasi itu esai. Jadi, esai itu harus setidaknya cara menulis esai harus terbiasa biasanya bahasa Inggrisnya harus lebih akademiklah," tutur lulusan Universitas Syiah Kuala angkatan 2010 itu.

Darul yang telah menempuh pendidikan Diploma 1 di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara pada 2005-2006, menuturkan dari pengalaman pribadinya, dia meminta bantuan teman untuk menjadi 'proofreader' (orang yang meninaju dan melakukan perbaikan terhadap tulisan) untuk meninjau esai yang dia tulis sudah baik menurut kaidah penulisan akademik dalam bahasa Inggris.

Pada saat periode seleksi beasiswa Australia Awards yang dia jalani, ada empat hal yang harus dijawab dalam esai, yakni "mau kuliah apa diambil dan kenapa, mau jadi apa, mau berbuat apa, dan kita harus menjabarkannya dengan menggunakan bahasa akademik," ujarnya.

Tips ketiga adalah menjawab pertanyaan dengan realistis. "Kebanyakan orang terlalu muluk 'I wanna be president' (Saya mau menjadi presiden), 'I wanna change the world' (saya ingin mengubah dunia), kalau menurut saya sih lebih yang spesifik, yang 'achievable', bisa dicapai nanti dan itu sesuai dengan 'knowledge' (pengetahuan) yang kita pelajari di sini, lebih kayak realistislah," tuturnya.

Fokus pada tujuan

Dewi Ratna Sari yang juga merupakan penerima beasiswa Australia Awards mengatakan untuk mendapatkan beasiswa itu, calon penerima harus terlebih dahulu menetapkan dan fokus pada tujuan yang ingin dicapai, dan memastikan kuliah di Australia akan membantu mewujudkan cita-cita itu.

"Hal pertama yang harus dilakukan adalah tahu dulu apa yang diinginkan dan tahu apa kelebihan yang udah dimiliki untuk bisa mendapatkan itu dan bagaimana kelebihan yang kamu miliki itu bisa diperbanyak dengan mendapatkan beasiswa ini dan studi di Australia," ujar Dewi .

Dewi melanjutkan pendidikan S2 untuk Master of Environmental Management di Fakultas School of Earth and Environmental Science di Universitas Queensland. Dia memulai kuliah di Universitas Queensland pada Juni 2017 dan diperkirakan selesai kuliah pada Juli 2019.

Sama dengan Darul, Dewi yang merupakan perempuan kelahiran Padang pada 18 April 1993, menuturkan tips yang paling penting untuk mendapatkan Australian Awards adalah mengetahui dan yakin atas apa yang mau dilakukan.

Dewi bercita-cita menjadi seorang pakar lingkungan, dan untuk itu dia harus membangun kapasitas diri dengan lebih baik melalui program beasiswa tersebut.

"Kebetulan bidang environmental management atau natural resource management (manajemen lingkungan atau manajemen sumber daya alam) ini juga bidang yang merupakan sektor yang menjadi prioritas di Australia Awards itu sendiri, nah sehingga aku bisa mendapatkan Australian Awards ini," tutur alumni Institut Teknologi Bandung angkatan 2010 itu.

Baca juga: Australia favorit mahasiswa Indonesia meski ekonomi melemah

Baca juga: Pemerintah Sydney apresiasi prestasi mahasiswa Indonesia

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019