Jakarta (ANTARA News) - Jika Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan Temasek terbukti melakukan praktek kepemilikan silang di Telkomsel dan Indosat, maka kemungkinan besar Temasek membawa kasus tersebut ke arbitrase internasional, kata Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP), Ichsanuddin Noorsy. Noorsy di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa saat Temasek membeli Indosat, perusahaan asal Singapura tersebut sudah mempersiapkan segalanya, termasuk semua perjanjian agar investasinya di Indonesia aman. Oleh sebab itu, katanya, jika perusahaan tersebut dianggap melakukan kepemilikan silang maka tentu akan membawa masalah tersebut ke arbitrase internasional. Jika Indonesia dikalahkan di arbitrase internasional maka Indonesia bisa dikenakan denda yang sangat besar, katanya. Noorsy sendiri mengatakan, dahulu ia adalah salah satu pihak yang menentang penjualan Indosat. Seperti diberitakan, KPPU menduga adanya pelanggaran yang dilakukan Temasek terhadap Pasal 27 UU Nomor 5 Tahun 1999, yakni terkait adanya kepemilikan silang (cross ownership) yang dilakukan Temasek di Telkomsel dan PT Indosat Tbk. Temasek dilaporkan melalui dua anak perusahaannya yakni Singapore Telecommunications Ltd (SingTel) dan Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. (STT) memiliki saham di dua perusahaan telekomunikasi di Indonesia itu. Namun beberapa pihak mengatakan bahwa hal tersebut tidak terjadi. Bila nantinya Temasek terbukti melakukan kepemilikan silang dan melanggar UU nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka ada tiga sanksi yang bisa diberikan yaitu pertama menghentikan perilaku kartel/anti persaingan dengan melepas salah satu kepemilikannya di Indosat atau Telkomsel, kedua dikenakan denda berkisar Rp1 Miliar sampai Rp25 Miliar dan ketiga pembayaran ganti rugi kepada negara. Kepemilikan silang Temasek Holding pada Indosat dan Telkomsel diduga membuat dua operator ponsel di Indonesia itu masih memberikan tarif tinggi dibandingkan dengan operator lain, yang membawa dampak merugikan bagi konsumen. Pada kesempatan itu Noorsy juga mengamati kasus internal yang terjadi di KPPU. Diberitakan, kesimpulan Tim Pemeriksa Lanjutan KPPU terhadap kasus tersebut tidak bulat karena salah satu anggotanya Benny Pasaribu mempunyai pandangan yang berbeda dengan empat anggota lainnya. Benny selanjutnya tidak masuk dalam Majelis Komisi untuk menangani kasus tersebut. Walaupun hal tersebut dimungkinkan namun Noorsy mengatakan hal tersebut bisa menimbulkan pertanyaan. Noorsy mengatakan, merupakan hal yang biasa jika seseorang mempunyai pendapat yang berbeda. Noorsy sendiri mengatakan, jika ia mempunyai argumen yang kuat maka ia akan mempertahankannya. Banding Sementara itu Senior Vice President Internasional Operation STT, Jaffa Sany, pernah mengatakan bahwa STT akan melakukan upaya banding apabila KPPU menyatakan STT terbukti mempunyai kepemilikan silang. Jaffa mengatakan banding tersebut dilakukan sebagai bentuk pembelaan diri hak STT terhadap saham yang dimilikinya di Indosat. "Pembelaan itu akan dilakukan secara bertahap nantinya. Ini apabila memang STT dinyatakan bersalah oleh KPPU," kata Jaffa. Sedangkan Senior Vice President Strategic Relations Corporate Communications STT, Kuan Kwee Jee mengatakan Temasek Holding, STT dan SingTel merupakan perusahaan yang berbeda terbukti dari Dewan Direksi yang terpisah, tidak adanya manajemen sentral dari induk perusahaan dan tidak ada rencana kegiatan ekonomi sentral. "Sehingga kami tidak melanggar Undang-undang Persaingan Usaha (dalam kepemlikan saham di Telkomsel dan Indosat)," kata Kwee Jee. Kwee Jee mengatakan saham Telkomsel dimiliki oleh Telkom sebanyak 65 persen sehingga Telkom mengontrol Telkomsel, sementara Temasek tidak bisa mengontrol Telkomsel. Sementara pada Indosat, kata Kwee Jee, 40 persen sahamnya dimiliki oleh STT bersama dengan Qatar Telecom, dan 14 persen sahamnya lainnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia dan Golder share, serta 46 persen saham sisanya merupakan saham bebas. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007