Bandung (ANTARA) - Dosen  Teknik Metalurgi Laboratorium Pirometalurgi, pada Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Ing Zulfiadi Zulhan MT berhasil menciptakan nugget besi dari konsentrat pasir besi.

Humas ITB dalam siaran persnya di Bandung, Senin, menyatakan penelitian yang dilakukan sepenuhnya didanai oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti)  itu juga dibantu oleh sejumlah mahasiswa di Teknik Metalurgi.

Indonesia, urai Zulfiadi, dikenal sangat kaya akan sumber daya alam dan mineral salah satu di antaranya adalah sumber daya alam dari pasir besi.

Pasir besi tersebut tersebar di beberapa daerah seperti di Pesisir Barat Sumatera, sepanjang Pantai Selatan Jawa, Maluku dan daerah lainnya.

Berdasarkan data Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG), sumber daya besi yang tarkandung di dalam pasir besi Indonesia itu mencapai dua miliar ton (425 juta ton logam besi) dengan cadangan 173 juta ton (25 juta ton logam besi).

Namun sayangnya, pemanfaatan tersebut belum maksimal karena berbagai kendala misalnya belum adanya teknologi pengolahan dan juga dampak lingkungan yang dihasilkan.

Pada tahun 2009, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara. Kebijakan pemerintah tersebut berisi larangan ekspor produk mineral termasuk bijih/pasir besi dalam bentuk mentah dan diwajibkan untuk diolah di dalam negeri dalam rangka peningkatan nilai tambah mineral.

Karena ada aturan tersebut, perusahaan-perusahaan tambang diberi waktu untuk mengolah hasil tambang sendiri, katanya.

"Pada 2013 diadakan seminar di Jakarta yang mendiskusikan kesiapan perusahaan mengenai hal tersebut. Ternyata ada masalah dalam hal pasir besi karena belum ada teknologi pengolahannya, saya kemudian membuat proposal penelitian dan diterima sebagai penelitian awal dalam karakterisasi pasir besi dan bagaimana mereduksinya," lanjutnya.

Dr Zulfiadi menjelaskan, hingga saat ini, proses konsentrasi telah dilakukan untuk meningkatkan kadar besi hingga lebih besar dari 50 persen dan titanium sekitar delapan persen.

Dia mengatakan konsentrat ini belum digunakan sebagai bahan baku untuk mengekstrak logam besi maupun titanium baik logam maupun oksida.

Penelitian selesai dilakukan pada 2015 dalam skala lab di Laboratorium Pirometalurgi FTTM ITB untuk memisahkan besi dari konsentrat pasir besi sehingga kadar titatium dalam terak dapat meningkat.

Menurut Dr Zulfiadi, dari hasil penelitian tersebut manfaat yang bisa dihasilkan ialah kemampuan perusahaan dalam mengolah barang tambang yang ada di Indonesia, karena sejauh ini belum ada teknologi pengolahannya.

"Jika dilanjutkan, ekonomi di daerah akan berkembang, pendapatan daerah meningkat, efeknya banyak," ujarnya.

Namun hitungan keekonomian proyek ini masih perlu dikaji terutama jika kandungan titanium dalam pasir besi tersebut dapat diekstraksi.

Baca juga: ITB luncurkan Base Station 4G Infinitebe
Baca juga: ITB masuk 200 besar perguruan tinggi se-Asia Pasifik
 

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019