Jakarta (ANTARA) - Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf menyebutkan hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) soal tingkat kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu menunjukkan masyarakat percaya dengan KPU.

"Publik menilai KPU telah bekerja keras, independen, berupaya semaksimal mungkin untuk profesional. Kita punya kepentingan agar KPU ini miliki legitimasi agar bisa bekerja baik. Justru jangan dikacaukan, jangan diganggu, jangan dideligitmasi," kata Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa.

SMRC sebelumnya merilis hasil jajak pendapat tentang "Dukungan Calon Presiden dan Integritas Penyelenggara Pemilu".

Hasilnya, sebanyak 80 persen publik percaya kepada KPU sebagai penyelenggara pemilu dan hanya 11 hingga 12 persen responden yang kurang atau tidak yakin dengan KPU.

Menurut dia, hasil survei ini dianggap penting di tengah maraknya isu dan berita bohong yang menyebut KPU tidak netral.

Ia menilai ada pihak-pihak yang sengaja membangun opini untuk mendelegitimasi KPU.

"Memang ada upaya-upaya yang serius dibangun oleh, terutama dugaan saya oleh kubu 02 untuk mendeligitimasi KPU sebagai penyelenggara pemilu. Dan ada upaya untuk mengganggu dalam artian kerja-kerja mereka (KPU)," ujarnya.

Jadi selain mendeligitimasi, juga mengganggu. Sehingga itu di-framing seakan-akan KPU dipakai oleh pemerintah untuk kepentingan itu. Dan sekali lagi itu pasti tidak benar, tegas Karding.

Pengamat komunikasi politik, Emrus Sihombing, mengamini bahwa ada tujuan tertentu dari frame yang dibangun bahwa KPU tidak netral.

Menurut Emrus, setiap wacana publik yang dilemparkan sudah pasti memiliki agenda politik.

"Saya kira tidak ada pesan komunikasi tanpa tujuan. Kritik soal netralitas KPU itu sudah ada sejak sebelum pemerintahan Jokowi, SBY, dan sebelum-sebelumnya. Tujuannya untuk membuat orang-orang yang mendukung kekuatan politik tertentu menjadi pasif. Supaya jumlah orang yang ke TPS dan kotak suara yang mendukung kekuatan politik tertentu berkurang," jelas Emrus.

Namun, dengan hasil survei yang menyatakan bahwa 80 persen publik masih memercayai KPU sebagai penyelenggara pemilu, Emrus berpendapat, masyarakat tidak terpengaruh dengan frame yang dibangun.

Menurut survey SMRC, masih ada sekitar 10-11 persen publik yang percaya bahwa KPU tidak netral.
"Sekitar 80 persen itu dari sudut statistik sudah signifikan, sudah sangat kuat. Tidak bisa digeneralisasikan ke populasi. Artinya sudah sangat mempunyai representasi secara politik maupun legitimasi dari rakyat," ujarnya.

Kendati demikian, sebagai lembaga KPU juga tetap memiliki kelebihan dan kekuranga, seperti soal DPT warga negara asing yang langsung direspon cepat oleh KPU.

"Itu kan sudah dituntaskan, artinya KPU mendengarkan kritikan dan masukan. Jadi harus saya katakan, dengan segala kelemahannya, KPU bekerja professional. Dengan kemampuan KPU yang ada sekarang, sebagai produk politik teman-teman di legislatif, sampai saat ini dan saya yakin sampai dilantik presiden kita, siapa pun nanti yang terplih, mereka (KPU) adalah lembaga yang tetap independen melakukan tugas-tugasnya," kata Emrus. ***2***

Baca juga: Hadar sebut ada upaya pelabelan KPU tidak netral

Baca juga: Survei: Pemilih Jokowi-Ma'ruf lebih percaya KPU

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019