Jakarta (ANTARA) - KPU di Jakarta, Selasa, telah mengumumkan sembilan nama yang akan menjadi panelis debat calon wakil presiden (cawapres) pada 17 Maret 2019, dengan tema "Pendidikan, Ketenagakerjaan, Kesehatan, Sosial dan Budaya".

Mereka merupakan tokoh dari berbagai profesi, seperti budayawan, penggiat serta akademisi dari berbagai universitas di Indonesia. Mereka turut serta menjadi panelis debat putaran ketiga yang mempertemukan calon wakil presiden no 01 Ma'ruf Amin dan cawapres 02 Sandiaga Uno.

Inilah profil singkat dari para panelis:

1. Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu
Perempuan yang lahir di Tanjung Karang, Lampung pada 19 April 1964, merupakan Guru Besar Sosiologi sekaligus menjabat sebagai Rektor Universitas Hasanuddin kedua kalinya untuk periode 2018-2022.
Dia merupakan sarjana bidang studi Sosiologi dari Universitas Airlangga (1982-1985) dan Universitas Hasanuddin.
Kemudian dia melanjutkan jenjang S2 pada 1991-1993 di Departemen Sosiologi dan Antropologi di Universitas Ateneo Manila (Ateneo de Manila University), Filipina.
Untuk jenjang doktoral dia kembali mengambil Ilmu Sosial dengan konsentrasi Sosiologi di Universitas Hasanuddin pada 2001-2005.
Dia banyak melakukan penelitian di bidang pembangunan daerah di kawasan Indonesia Timur khususnya Sulawesi Selatan.
Salah satu penelitiannya adalah mengenai "Pengkajian Peran Pendidikan Terhadap Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia" (Balitbang Depdiknas), Tahun 2007.

2. Prof. Cahiril Effendy
Prof. Chairil Effendy merupakan guru besar di Universitas Tanjungpura, Pontianak. Dia juga pernah menjabat sebagai rektor Universitas Tanjungpura periode 2007-2011. Dia adalah Profesor sastra lisan Universitas Tanjungpura.
Penelitiannya banyak terfokus pada sastra dan Bahasa Melayu, seperti tertuang pada jurnal ilmiahnya "Nilai-nilai Budaya dalam teks Raja Alam" pada 2017. Teks Raja Alam merupakan salah satu teks sastra lisan Melayu Sambas.
Selain mengajar dia juga memangku jabatan sebagai Ketua Umum Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kalimantan Barat.
Sebagai ketua MABM Kalbar, dia melihat narkoba sebagai persoalan serius yang harus ditangani bersama baik masyarakat dan pemerintah.
Dia juga meminta pemerintah untuk serius menangani penyebaran paham radikal yang dapat membahayakan perdamaian masyarakat.

3. Prof. Syamsu Rizal
Prof. Syamsu Rizal merupakan rektor Universitas Syiahkuala (Unsyiah), Aceh pada 2018-2022 (periode kedua) dan guru besar Fakultas Teknik Unsyiah. Dia menyelesaikan sarjananya di Unsyiah pada 1987, dan menyelesaikan gelar Master of Engineering di Universitas Teknologi Toyohashi, Jepang pada 1998.
Gelar dokternya diraih pada universitas yang sama pada 2001.
Pria yang lahir di Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 8 Austus 1962 tersebut menjadi Rektor Unsyiah pada 2012.
Di tangannya dia mampu membuat universitas tersebut memiliki akreditasi A, yang sebelumnya berakreditasi C.

4. Prof. Yudian Wahyudi
Prof. Yudian Wahyudi adalah rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.Sebagai guru besar dia mengajar program studi Perbandingan Mazhab di Fakultas Syari'ah dan Hukum.
Dia menamatkan strata satu di IAIN Suanan Kalijaga jurusan Peradilan Agama pada 1987. Kemudian di tempat yang sama dia mengambil gelar master jurusan Ilmu Islam dan lulus pada 1993. Untuk jenjang doktoral dia sekolah di McGill University dengan jurusan Ilmu Islam dan lulus pada 2002.
Dia juga menulis buku "Hukum Islam antara Filsafat dan Politik" yang diterbitkan oleh Pesantren Nawesea Press pada 2015.
Di luar kegiatan mengajar, dia juga  menjadi imam dan khatib, antara lain untuk sholat Idul Fitri di GOR UNY pada 2015.

5. Prof. Sublihar
Prof. Sublihar adalah Guru Besar program studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dia menyelesaikan pendidikan strata I ilmu administrasi negara pada tahun 1986 di Universitas Sumatera Utara.
Beberapa penelitiannya fokus pada pembangunan masyarakat lokal sekitar Sumatera Utara.

6. Radhar Panca Dahana
Radhar Panca Dahana adalah budayawan sekaligus sastrawan yang lahir pada 26 Maret 1965. Radhar menyelesaikan strata satu jurusan Sosiologi FISIP Universitas Indonesia pada 1993, kemudian dia melanjutkan studinya di École des Hautes Études en Science Sociales, Paris, Prancis.
Dia menjadi koordinator dari forum pertemuan gagasan terbuka Mufakat Budaya Indonesia pada awal Desember 2018, menyambangi Komisi Pemilihan Umum.
Ia menyarankan agar tema budaya menjadi salah satu yang dibahas dalam debat capres dan cawapres 2019.
Menurut Radhar kandidat yang memiliki pemahaman mengenai budayanya akan dapat memahami bangsanya sendiri, sebab bangsa dibentuk dari budaya.

7. Anis Hidayah
Anis Hidayah adalah  pendiri lembaga swadaya Migrant Care yang bergerak di bidang advokasi pekerja migran.
Perempuan kelahiaran Bojonegoro pada 7 November 1976 ini aktif menyuarakan keadilan bagi buruh migran.
Dia dan teman-temannya juga sering melakukan aksi baik di kedutaan yang bersangkutan mau pun protes kepada pemerintah yang dianggap tidak melindungi buruh migran yang terancam atau telah dieksekusi mati di luar negeri.
Menurut dia banyaknya buruh migran yang menjadi korban eksekusi mati merupakan bentuk lemahnya diplomasi pemerintah Indonesia.
Menurut dia, presiden harusnya dapat memimpin diplomasi pembelaan terhadap buruh migran yang menghadapi ancaman hukuman mati. Dia pun mengecam aksi Indonesia yang melegalkan hukuman mati di tanah air.
Tak hanya itu, Migrant Care juga terus mendesak pemerintah Indonesia untuk mengesahkan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT) sebagai bentuk perlindungan dan memperkuat diplomasi Indonesia dalam melindungi buruh migran yang kebanyakan bekerja sebagai pekerja rumah tangga di luar sana.

8. Prof. David S Perdanakusuma
Prof. David S Perdanakusuma adalah Ketua Majelis Kolegium Kedotkeran Indonesia, dia juga Guru Besar Ilmu Bedah Plastik Universitas Airlangga.
David bersama timnya dari rumah sakit RSU Dr. Soetomo juga menangani rekonstruksi wajah (face-off) Siti Nur Jazilah alias Lisa yang menjadi korban penyiraman air keras oleh suaminya.
Walikota Surabaya pun memberikan penghargaan kepada tim Face-off tersebut pada 2006.
Pria yang lahir di Singkawang 5 Maret 1960 tersebut menyelesaikan strata satu di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung pada 1988.
Kemudian gelar spesialis bedah plastik dia raih pada 1997 di Fakultas Kedokteran Unveristas Indonesia, Jakarta.
Jenjang doktoral dia selesaikan di Ilmu Kedokteran program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya pada 2003.

9. Prof. Yos Johan Utama
Prof Yos Johan Utama merupakan pakar hukum acara tata usaha negara yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang sejak 2015.
Sebelum menjabat rektor, pria kelahiran Semarang, 10 November 1962 itu juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum di universitas yang sama.
Di kancah nasional dia juga dipercaya sebagai Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) untuk masa bakti 2019-2020 yang terpilih dalam konferensi dan temu tahunan  XX FRI 2018 di Universitas Hasanuddin Makassar pada 14-15 Februari 2018 lalu.
Dia menjadi salah satu akademisi yang fokus dalam memperkuat eksistensi peran perguruan tinggi di era digital.
Hal ini di antaranya lewat sejumlah program-program yang sedang pihaknya siapkan bersama FRI yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kompetensi setiap mahasiwa peserta didik mereka agar mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan baru dunia kerja dan menjadi pemenang dalam setiap persaingan di kancah global


 

Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019