Padang (ANTARA News) - Praktisi manajemen Tanri Abeng menilai kekurangan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla adalah tidak fokus dan minimnya pelaksanaan rencana. "Kekurangan pemerintahan SBY-JK, pemerintah tidak fokus pada pembenahan dan pembangunan ekonomi," kata praktisi manajemen Tanri Abeng memberikan penilaian evalusai tiga tahun pemerintahan SBY-JK di Padang,Sumbar, Sabtu. Hari Sabtu 20 Oktober 2007, adalah tepat tiga tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Kalla. Menurut Tanri, kalaupun dikatakan ada kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi yakni sebesar enam hingga tujuh persen. Hal itu, tambah Tanri cukup baik namun tidak cukup untuk menopang tantangan yang begitu besar. Pertumbuhan sebesar itu, tambahnya tidak akan cukup mengatasi angka kemiskinan yang mencapai sekitar 40 s/d 60 juta jiwa. Tanri menilai pemerintah tidak menfokuskan untuk menumbuhkembangkan sektor-sektor yang bisa dengan cepat memberikan hasil, misalnya fokus pada bidang pariwisata. "Sektor pariwisata kita punya potensi yang besar disitu. Kalau fokus ke situ (pariwisata) akan sangat luar biasa hasilnya," kata Tanri. Selain itu dalam bidang pertambangan, pemerintah juga dinilai kurang fokus mengembangkannya. Menurut Tanri, kalaupun saat ini ada peningkatan pendapatan negara dari bidang tambang. Hal itu terjadi karena adanya kenaikan harga barang tambang di dunia internasional. Bukan terjadi karena adanya peningkatan produksi. "Pemerintah SBY-MJK ini punya niat yang tulus luar biasa, kebijakan yang diambil luar biasa namun implementasinya sangat minim," kata Tanri. Tanri mencontohkan kebijakan pembangunan listrik 10.000 Megawatt, kebijakan soal pembangunan infrastruktur jalan tol 1.000 km, kebijakan soal konversi BBM dan sebagai. Tanri menilai minimnya pelaksanaan kebijakan yang telah diambil tersebut, karena manajemen birokrasi yang tak mampu menerjemahkan dan mengimplementasikan kebijakan. "Kebijakan itu tak bisa diimplementasikan dengan baik oleh para pembantunya (menteri)," kata Tanri. Tanri memberikan contoh soal kebijakan konversi BBM. Menurut Tanri, seharusnya tidak perlu seorang Wapres Jusuf Kalla harus mengurusi sendiri konversi BBM tersebut. Presiden dan Wapres selesai di tingkat pengambil kebijakan. Pelaksanaannya dijalankan oleh para menterinya. "Ini terkait dengan kemampuan organisasi birokrasi yang dibimbing oleh menteri untuk mengimplemtasikan kebijakan dengan baik," kata Tanri. Untuk mengatasi kelemahan minimnya implementasi kebijakan, Tanri mengusulkan agar Presiden Yudhoyono memberikan target yang jelas kepada para menterinya. "Para menteri harus diberi target. Harus ada penargetan. Karena bangsa Indonesia hanya bisa bekerja dengan betul kalau dimandorin, ditongkrongin," kata Tanri. Untuk itu, Tanri menyarankan agar ada suatu tim dari SBY-JK untuk memantau target-target yang diberikan. Hal itu penting karena kebijakan yang diambil telah baik namun implementasinya yang tak jalan. Tanri juga menilai bahwa para pembantu atau menteri dalam pemerintahan Presiden SBY-JK, umumnya tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam tantangan bangsa yang begitu besar. "Yang dibutuhkan adalah super man karena masalahnya extra ordinary(luar biasa beratnya, red)," kata Tanri.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007