Seperti yang pernah disampaikan sebelumnya untuk kasus per kasus cukup banyak dari pengajuan PK itu sebenarnya kami pandang tidak ada bukti baru, jadi syarat adanya novum itu tidak terpenuhi."
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons soal 24 terpidana kasus korupsi yang tengah menempuh dan mengajukan upaya hukum luar biasa, yakni Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

"Kalau yang masih proses sekitar 24 terpidana kasus korupsi yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Secara normatif sebenarnya Itu kan hak dari para terpidana kasus korupsi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, Febri menyatakan bahwa dalam perspektif KPK terpidana kasus korupsi yang mengajukan PK tersebut sudah terbukti bersalah dalam putusan sebelumnya.

"KPK memastikan seluruh proses pembuktian dan termasuk alasan-alasan dari terpidana untuk mengajukan PK itu kami pastikan putusan sebelumnya sudah sesuai ya, jadi sudah terbukti bersalah melakukan korupsi dari perspektif KPK," tuturnya.

Hal itu, kata dia, didasari dengan proses pembuktian yang panjang baik di tingkat Pengadilan Negeri ataupun sampai ke Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

"Seperti yang pernah disampaikan sebelumnya untuk kasus per kasus cukup banyak dari pengajuan PK itu sebenarnya kami pandang tidak ada bukti baru, jadi syarat adanya novum itu tidak terpenuhi," ungkap Febri.

Ia pun mencontohkan soal kasus mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman.

"Misalnya kemarin yang terakhir yang sempat jadi diskusi di beberapa tempat Irman Gusman misalnya, kami menilai tidak ada novum di sana," kata Febri.

Namun, kata dia, KPK mempersilakan jika terpidana kasus korupsi itu mengajukan PK.

"Bahwa pihak terpidana itu berbeda pendapatnya itu silakan saja nanti kita tunggu saja putusan pengadilannya. Kami percaya pengadilan akan independen dan imparsial untuk memutus itu, apalagi kasus-kasus ini melibatkan pejabat publik dan menjadi perhatian yang cukup luas bagi publik," ujarnya.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat terdapat 24 terpidana korupsi yang saat ini tengah mengajukan PK, merupakan terpidana korupsi yang berasal dari berbagai macam latar belakang kasus.

Diantaranya, Rico Diansari (perantara suap gubernur Bengkulu) yang dihukum selama 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta, Bupati Rokan Hulu Suparman (menerima suap RAPBD) yang divonis 4,5 tahun dan denda Rp200 juta, Wakil Rektor UI Tafsir Nurchamid (pengadaan barang dan jasa proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi gedung perpustakaan UI) yang divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Anas Urbaningrum (korupsi dan pencucian uang proyek Hambalang) dengan bonus 14 tahun penjara denda Rp5 miliar, uang pengganti Rp57 miliar dan 5 juta dolar AS; mantan Menkes Siti Fadilah Supari (pengadaan alat kesehatan) yang divonis 4 tahun penjara denda Rp200 juta uang pengganti Rp1,9 miliar; mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (korupsi penyelenggaraan haji) yang divonis 10 tahun penjara denda Rp300 juta uang pengganti Rp1,8 triliun.

Choel Mallarangeng (korupsi proyek pembangunan P3SON di bukit Hambalang) yang divonis 3,5 tahun penjara denda Rp250 juta; mantan anggota DPRD Sumut Guntur Manurung (suap DPRD Sumut) yang divonis 4 tahun penjara denda Rp200 juta uang pengganti Rp350 juta; Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar (suap penjualan kapal perang SSV kepada instansi pertahanan Filipina) yang divonis 4 tahun penjara denda Rp200 juta.

Mantan Menteri ESDM Jero Wacik (korupsi dana operasional menteri) yang divonis 8 tahun penjara denda Rp300 juta uang pengganti Rp5 miliar; mantan Ketua DPD RI Irman Gusman (suap gula impor) yang divonis 4,5 tahun penjara denda Rp200 juta; mantan Hakim MK Patrialis Akbar (suap JR UU Peternakan dna Kesehatan Hewan) yang divonis 8 tahun penjara denda Rp300 juta uang pengganti 10 ribu dollar AS dan Rp4 juta; dan mantan anggota DPR RI Dewie Yasin Limpo (suap pembahasan anggaran proyek pembangkit listrik mikrohidro di Kabupaten Deiyai) yang divonis 8 tahun penjara denda Rp200 juta.

"Jadi, kami sampaikan terima kasih juga pada masyarakat sipil yang "konsen" terhadap proses perjalanan proses peradilan yang independen dan imparsial tersebut," kata Febri.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019