Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian meluncurkan laporan tahunan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) tahun pelaporan 2016 guna meningkatkan transparansi pada industri minyak dan gas bumi (migas) serta mineral dan batubara (minerba).

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Perekonomian Montty Girianna mengatakan standar internasional EITI telah diterapkan di 52 negara yang kaya akan sumber daya migas dan minerba di seluruh dunia. Laporan tahunan EITI berisi informasi rekonsiliasi dan kontekstual atas pembayaran perusahaan dan penerimaan negara dari sektor migas dan minerba.

"Laporan ini sesuai dengan standar EITI yang menyaratkan publikasi maksimal 2 tahun berjarak dari tahun berjalan. Laporan ini sebelumnya juga sudah dipublikasikan dan dapat diakses oleh masyarakat pada akhir tahun 2018," kata Montty dalam Peluncuran Laporan EITI Indonesia Tahun Pelaporan 2016 di Jakarta, Kamis.

Dalam laporan EITI 2016, ada perbedaan hasil rekonsiliasi antara informasi penerimaan negara dan pembayaran perusahaan ekstraktif adalah di bawah 5 persen.

Hal ini menunjukkan sistem pengelolaan penerimaan negara sudah baik karena perbedaan yang ada dalam proses rekonsiliasi relatif cukup kecil.

Montty memaparkan terobosan baru dari laporan kali ini adalah mulai dibukanya informasi identitas pemilik manfaat pengendali sesungguhnya dari perusahaan, atau Beneficial Ownership (BO) Transparansi puluhan data BO dari perusahaan sektor ekstraktif tersebut.

Hal ini penting sebagai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sesuai Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018.

"Sejumlah perusahaan telah melaporkan siapa pemilik manfaat sebenarnya dari perusahaan di Laporan EITI, namun masih diperlukan kajian yang lebih mendalam untuk jaminan kebenaran data tersebut," kata Montty yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pelaksana Transparansi Industri Ekstraktif.

Dalam perbaikan sistem jaminan data BO, saat ini sedang disusun sistem pelaporan BO yang dikoordinasikan oleh Sekretariat Nasional Pencegahan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan lintas Kementerian dan Lembaga.

Masyarakat kini sudah dapat mengakses informasi seputar industri ekstraktif di Minerba One Map Indonesia (MOMI) dan Portal Data Industri Ekstraktif EITI Indonesia, meski belum semua informasi yang disyaratkan standar EITI sudah dapat diakses oleh publik.

Transparansi industri ekstraktif menjadi salah satu faktor penting yang mendukung Indonesia mendapatkan peringkat yang baik dalam Resource Governance Index (RGI) tahun 2017.

Indonesia berada di peringkat ke-11 dari 81 negara di dunia. Di kawasan Asia Pasifik, Indonesia di peringkat ketiga, hanya tertinggal dari Australia dan India.

Montty juga menerangkan, laporan EITI setiap tahun hanya merekonsiliasi sekitar 100-120 perusahaan di sektor minerba yang menyumbang sekitar 90-94 persen total penerimaan negara di sektor pertambangan.

"Ribuan perusahaan lainnya hanya menyumbang sekitar 6-10 persen bagi total penerimaan negara di sektor minerba. Ke depan, juga diperlukan manajemen yang lebih baik dalam mengelola ribuan perusahaan yang tersebut," ujarnya.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019