Hewan ternak di sini pun, tidak mau meminum air dari sumur, Mas, apalagi kami yang sangat membutuhkan air minum untuk hidup sehari-hari.
Lamongan, Jawa Timur (ANTARA) - Apa yang tebersit ketika hujan? Terlambat kantor, baju basah, banjir, macet atau janji yang tertundakah? Setidaknya pilihan tersebut merupakan kemungkinan yang ada pada mayoritas masyarakat perkotaan ketika turun hujan.

Namun, lain hal bagi penduduk Desa Sambopinggir, Kecamatan Karangbinangun, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Bagi masyarakat desa tersebut, hampir bisa dipastikan seluruh masyarakat akan mengamini sebuah pepatah bahwa “hujan adalah rezeki”.

Bagaimana tidak, tetesan air berderai yang turun dari langit, kadang rintik kadang menghujam beserta sahutan kilat dan petir, menjadi kebutuhan utama untuk sekadar melepaskan dahaga yang kerap mencekik kerongkongan.

Jauh dari peradaban kota yang perindu dan pemuja senja, di mana sering mengutuk datangnya berkah dari langit tersebut, berjarak tiga jam dari jantung Jawa Timur, Surabaya, Amin salah satu lelaki paruh baya masyarakat Sambopinggir, lantang menjelaskan bahwa air hujan adalah penawar yang dinanti bagi dahaga.

“Hewan ternak di sini pun, tidak mau meminum air dari sumur, Mas, apalagi kami yang sangat membutuhkan air minum untuk hidup sehari-hari,” kata Amin kepada Antaranews.com dalam perbincangan terik sembari melihat lingkungan desa.
Kondisi air penampungan di desa Sambopinggir. (ANTARA/Afut Nusyirwan)


Amin menjelaskan setiap rumah pasti memiliki penampungan air hujan, baik berupa embong kecil atau sekadar bak buatan penampung air. Setiap atap rumah, memiliki jalur air sendiri, untuk menangkap butiran air kemudian menggiring ke tandon air.

Amin mengatakan setiap rumah memiliki sumur sendiri dan memancarkan air tanah, lalu apa yang terjadi di Sambopinggir? Dengan lantang Amin menimpal, bahwa air tanah di desanya tidak layak minum. Membuktikan hal tersebut, Amin bergegas mengambil air sumur rumah sekitar, hasilnya bening, kemudian ia rebus dengan kompor terdekat, beberapa saat mendidih, dan hasilnya adalah terdapat buih-buih seperti air rendaman cucian, belum lagi di bawahnya terdapat endapan seperti garam.

“Kondisi air ini disebut air payau, atau sudah terkontaminasi dengan air laut, sehingga airnya hanya bisa untuk mandi dan mencuci, bukan untuk konsumsi,” kata Amin. Berdasarkan pengamatan Antara, desa tempat tinggal Amin, dikelilingi banyak tambak ikan dan rawa-rawa, hal tersebut ironi jika setetes pun tidak ada yang bisa dikonsumsi. Sebab, tidak jauh dari desa Sambopinggir memang terdapat laut.

Kemarau menjadi mimpi buruk bagi masyarakat Sambopinggir, teriknya matahari, membuat cadangan air hujan berkurang, jika kemungkinan terburuk terjadi, maka masyarakat harus pergi ke jalan raya besar untuk menanti truk penjual air jerigen, di mana dihargai sekitar Rp2000 per jerigen.
Kondisi air tidak layak minum di desa Sambopinggir. (ANTARA/Afut Nusyirwan)


Waduk kecil buatan di tengah desa, kadang menjadi solusi untuk kebutuhan air sekadar mandi, namun harus menunggu aliran dari sungai Bengawan Solo yang kadang membutuhkan filter tambahan untuk bisa mengalir layak, tidak jarang mesin pemompa juga rusak ditelan ganasnya alam.


Sumur Bor

Seakan semesta berpihak, pemerintah melihat kesulitan tersebut dengan merespons menyediakan sumur bor sedalam 150 meter berbiaya hampir Rp500 juta lengkap dengan gen set elektriknya. Tanggapan masyarakat tak diduga, satu ekor sapi bahkan disembelih untuk acara syukuran hadirnya sumur bor tersebut.

Sebanyak 18 Desa di wilayah pantai utara (Pantura) Jawa Timur tak perlu cemas lagi kekurangan air bersih sepanjang musim kemarau tiba. Pasalnya, akses air bersih kini sudah terpenuhi berkat kehadiran sumur bor air tanah. Satu di antara titik tersebut, singgah di desa tempat Amin tinggal.

Lebih dari 38 ribu jiwa warga di Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Tuban dapat merasakan manfaat langsung dari pembangunan yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2018.

"Tak dapat dipungkiri masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang masih mengalami sulit air bersih. Dengan anggaran Rp6,8 miliar, sumur bor di tiga kabupaten tadi diharapkan berhasil mengatasi persoalan kebutuhan air sebagai kebutuhan pokok. Kami akan terus meningkatkan anggaran agar program penyediaan air bersih ini semakin merata di Indonesia," kata Staf Ahli Menteri (SAM) Bidang Perencanaan Strategis Yudo Dwinanda Priaadi saat meresmikan 18 sumur bor yang dipusatkan di Desa Sambopinggir.

Yudo mengungkapkan sumur bor dengan kedalaman 100 - 126 meter dan debit air 0,5 - 2,7 liter/detik ini akan dinikmati warga di 8 (delapan) desa di Kabupaten Lamongan meliputi Desa Sambopinggir, Kecamatan Karangbinangun, Desa Dumpiagung, Desa Tlogoagung, Kecamatan Kembangtahu, Desa Candisari, Kecamatan Sambeng, Desa Sekaran, Kecamatan Sekaran, Desa Dalimangun, Kecamatan Sugio, Desa Gedangan, Desa Madulegi, Kecamatan Sukodadi, Desa Takeranklating, Kecamatan Tikung dan Desa Balun, Kecamatan Turi.

Tak hanya masyarakat Lamongan, 6 desa di Kabupetan Gresik juga merasakan manfaat serupa, antara lain Desa Sekarputih, Kecamatan Balong Panggang, Desa Sumut, Kecamatan Driyorejo, Desa Tumapel, Kecamatan Duduk Sampeyan, Desa Slempit, Kecamatan Kedamean, Desa Suci, Kecamatan Manyar dan Desa Sumurber, Kecamatan Panceng.

Selanjutnya, sumur bor di Kabupaten Tuban, yaitu Desa Ngandong, Kecamatan Grabagan, Desa Maibit, Kecamatan Rengel, Desa Tegal Agung, Kecamatan Semanding, Desa Pandan Wangi, dan Desa Wadung, Kecamatan Soko.

Tambahan 18 unit sumur bor air tanah melengkapi 322 unit yang dibangun Kementerian ESDM di Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2005 - 2018. Terhitung dalam kurun waktu empat tahun terakhir, Pemerintah sudah membangun 164 unit. Rinciannya, 12 unit di tahun 2015, 22 unit (2016), 53 unit (2017) dan 77 unit (2018).

"Tahun 2019 ini, kami sudah memetakan untuk Jawa Timur sebanyak 98 unit," ungkap Yudo.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Desa Sambopinggir Ahmad Zainuri bersyukur atas bantuan sumur bor air tanah sedalam lebih dari 150 meter yang diberikan oleh Kementerian ESDM.

"Alhamdulillah dengan adanya bantuan masyarakat desa Sambopinggir sebanyak 2.500 jiwa dengan kurang lebih 800 Kepala Keluarga (KK) sangat berterima kasih sekali. Kalau dilihat dari geografis, desa ini punya air melimpah kalau hujan, namun musim kemarau malah sangat kekurangan air. Semoga sumur bor bisa dimanfaatkan secara maksimal," kata Zainuri.

Hal senada disampaikan Kepala Bagian Perekonomian Setda Kabupaten Lamongan Munib Syarif. Menurutnya, kebutuhan air bersih di Kabupaten Lamongan sangat vital. Untuk itu, kehadiran sumur bor diharapkan mampu membawa manfaat bagi masyarakat Lamongan.

"Banyak bantuan yang diperoleh oleh Kabupaten Lamongan, termasuk sumur bor. Apalagi karakteristik Kabupaten Lamongan yang punya titik-titik cekungan air tanahnya kurang baik. Mudahan-mudahan kandungan air tanah yang jelek bisa berubah seiring bantuan 10 titik di tahun 2018 ini," kata Munib.

Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019