Dunia harus mengakhiri kebungkaman mengenai kebencian islamofobia
Ankara (ANTARA) - Turki pada Jumat mendesak dunia agar menghentikan terorisme fasis islamofobia, setelah penembakan terjadi di dua masjid di Selandia Baru.

"Serangan terhadap dua masjid di Selandia Baru memperlihatkan titik tempat islamofobia, permusuhan terhadap Muslim dicapai," kata Ibrahim Kalin, Juru Bicara Presiden Turki, di akun Twitter.

Pernyataan Kalin dikeluarkan setelah serangan terhadap dua masjid di Christchurch terjadi pada Jumat siang waktu setempat dan 40 orang dilaporkan meninggal.

Ia mengutuk keras serangan teroris fasis tersebut dan mendoakan semoga Tuhan mengampuni mereka yang meninggal, demikian laporan Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat siang.

"Perbuatan pengecut ini memperlihatkan bagaimana retorika anti-Muslim dan kebencian mengarah kepada pembunuhan. Dunia harus mengakhiri kebungkaman mengenai kebencian islamofobia."

"Kita telah berulangkali menyaksikan retorika islamofobia terhadap Islam dan orang Muslim telah berubah menjadi ideologi jahat dan pembunuhan," kata Kalin.

Polisi Selandia Baru mengkonfirmasi sejumlah orang telah menjadi korban aksi brutal penembakan.

Kantor Berita Reuters melaporkan dari Jakarta, pemimpin Islam dan politik di seluruh Asia menyampaikan kecaman mereka sehubungan dengan penembakan di dua masjid di Selandia Baru pada Jumat, dan sebagian mengungkapkan warga negara mereka berada di tempat tragedi itu terjadi.

Duta besar Indonesia di Selandia Baru Tantowi Yahya mengatakan penyelidikan sedang dilakukan mengenai apakah ada warga negara Indonesia di tempat penembakan. Ada 331 warga Indonesia di Christchurch, termasuk 134 mahasiswa, kata Kementerian Luar Negeri di Jakarta.

Di Malaysia, yang mayoritas warganya pemeluk Islam, Anwar Ibrahim --pemimpin partai terbesar di koalisi yang memerintah-- mengatakan satu warga negara Malaysia telah cedera dalam serangan tersebut, yang gambarkan sebagai tragedi kelam yang dihadapi umat manusia dan perdamaian dunia.

"Saya sangat sedih oleh perbuatan biadab ini, yang bertolak-belakang dengan nilai kemanusiaan dan merenggut nyawa warga sipil," kata Anwar Ibrahim di dalam satu pernyataan.

Virus anti-Muslim

Pendiri All India Muslim Personal Board di India, badan cendekiawan non-pemerintah, Kalam Faruqui, mengatakan serangan tersebut "dikutuk dengan sangat keras".

"Virus anti-Muslim menyebar ke seluruh dunia," kata Faruqui kepada Reuters. "Rakyat dari seluruh agama mesti sangat khawatir."

Duta Besar Afghanistan untuk Australia, Selandia Baru dan Fiji Wahidullah Waisisi mengatakan di akun Twitter tiga warga negara Afghanistan telah cedera.

"Doa saya bersama keluarga warga negara Afghanistan yang telah tertembak dan meninggal dalam peristiwa keji ini," katanya.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan Mohammad Faisal di media sosial mengutuk peristiwa itu. Ia menggunakan tagar #pakistanagainstterror.

Rakyat biasa menyampaikan kengerian mereka mengenai video yang tersebar luas mengenai seorang lelaki yang telihat secara membabi-buta menembaki orang-orang di dalam masjid dengan menggunakan senapan laras panjang.

Video itu diduga merupakan siaran langsung teroris saat menembaki jamaah masjid, termasuk orang yang sedang shalat, pada Jumat waktu setempat. Namun, kebenaran video tersebut belum dikonfirmasi oleh pemerintah.

"Rasanya sangat menjijikkan, orang itu tidak memiliki otak dan brutal," kata seorang pengguna Twitter di Indonesia yang mengaku bernama Farhan Adhitama.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan banyak orang yang terperangkap dalam penembakan itu mungkin adalah migran dan pengungsi.

"Mereka adalah kita. Orang yang melakukan kekerasan terhadap kita, tidak mempunyai tempat di Selandia Baru," kata dia.

Baca juga: Presiden kecam penembakan masjid di Christchurch Selandia Baru

Baca juga: Enam WNI ada di Masjid Al-Noor saat penembakan Christchurch

Baca juga: Dua WNI jadi korban penembakan di masjid di Selandia Baru

Baca juga: 40 tewas, 20 luka parah dalam penembakan masjid di Selandia Baru

 

Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019