Jakarta (ANTARA) - Ketua Himpunan Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Susanto yakin bahwa pasar industri Indonesia mampu saingi pasar impor.

"Dari segi kualitas, desain, bahkan jaminan produk, kami lebih unggul", kata Edy saat diwawancara pada acara Keramika di ajang Indonesia Mega Build JCC, Jakarta Selatan, Jumat.

Menurut dia, kalau harga gas turun bisa terealisasi, maka optimistis ekspor bisa tembus di atas 30 persen. Kalau perkembangan saat ini, mungkin (ekspor) masih maksimal 10 persen dari total kapasitas.

Dia mengatakan bahwa secara desain Indonesia sudah menggunakan teknologi paling unggul. Juga keuntungan keramik lokal adalah, sudah jelas siapa yang menjual sehingga untuk melakukan komplain gampang, tidak seperti produk impor yang tidak jelas dibeli dari mana.

Kualitas produk impor juga masih diragukan dibanding produk lokal. Dia mengatakan bahwa keramik lokal sudah mampu diimpor ke berbagai negara seperti Pakistan, Malaysia, Brunei, Filipina.

Indonesia juga sudah memakai digital printing, yaitu teknologi terkini sehingga keramik yang dijual akan memiliki tesktur yang mirip dengan batu alam. Ini merupakan teknologi terbaru dan merupakan tren di kalangan pembeli.

"Kami secara teknologi selalu up to date", ujarnya.

Dia menambahkan bahwa saat ini Indonesia sudah mempunyai teknologi yang mampu membuat keramik 1,6 m×3, 2 m.

Dan produk ini bahkan diimpor ke China karena belum ada teknologi yang bisa membuat keramik berukuran 1,6 m×3,2 m seperti di Indonesia.

Edy juga mengatakan bahwa saat ini para pelaku industri keramik lokal antusias kualitas produk mereka tahun ini. Desain yang beragam menjadi keunggulan keramik lokal.

Aneka ragam produk keramik lokal dapat dilihat di pameran Keramika di JCC. Pameran ini berlangsung dari tanggal 14 hingga 17 maret. Pameran ini menampilkan produk-produk keramik lokal.
 

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019