... Politik uang bentuk kejahatan demokrasi....
Magelang, Jawa Tengah (ANTARA) - Jemaat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mendeklarasikan penolakan praktik politik uang dalam Pemilu 2019 dalam sosialisasi pengawasan pemilu partisipatif yang selenggarakan Badan Pengawas Pemilu setempat.

"Politik uang bentuk kejahatan demokrasi. Suara rakyat untuk lima tahun ke depan jangan sampai dipengaruhi oleh politik uang," kata Ketua Bawaslu Kabupaten Purworejo, Nur Kholiq, dalam keterangan tertulis yang diterima, di Magelang, Sabtu.

Dalam kegiatan yang berlangsung di Pendopo Mitra Kinasih Kabupaten Purworejo, itu, kata dia, mereka juga menyatakan menolak politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan, berita bohong, serta ujaran kebencian.

Ia mengatakan, jemaat GKJ Kabupaten Purworejo juga memiliki hak yang sama dengan masyarakat setempat lain dalam pengawasan terhadap pelaksanaan Pemilu mendatang di daerah selatan Jateng itu.

"Pemilu adalah hajat bersama milik rakyat. Tidak ada perlakuan yang berbeda kepada para jemaat untuk mengetahui tahapan pelaksanaan pemilu yang tinggal sebulan lagi," kata Kholiq yang mantan wartawan itu.

Koordinator Divisi Hukum, Data, dan Informasi Bawaslu Kabupaten Purworejo Rinto Hariyadi pada kesempatan itu menjelaskan tentang pentingnya sosialisasi pengawasan partisipatif pemilu sebagai bagian dari 13 kegiatan untuk kelompok sasaran yang telah dilaksanakan.

Pendekatan Bawaslu setempat kepada kelompok sasaran, ujar dia, untuk mengajak berbagai kalangan masyarakat mengawasi tahapan pelaksanaan pemilu secara efektif.

"Pendekatan Bawaslu kepada kelompok sasaran ini diharapkan bisa memberikan pengertian bahwa pengawasan partisipasif oleh rakyat bertujuan menciptakan pemilu yang berkualitas. Rakyat secara langsung dapat melaporkan ke penyelenggara pemilu jika ditemui indikasi pelanggaran pemilu," katanya.

Seorang pemuka jemaat GKJ Kabupaten Purworejo, Pendeta Lukas Eko Sukoco, mengatakan, umat di daerah itu menjadi bagian penting dalam pelaksanaan pesta demokrasi 2019.

Mereka, kata dia, memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dalam pemilu, termasuk untuk memilih calon pemimpin yang berbeda agama.

"Memilih pemimpin itu tidak berdasarkan agama, suku, dan ras. Tetapi bagian terpenting dalam memilih calon pemimpin itu harus berdasarkan kebaikan bersama. Pemimpin juga harus bisa menjaga nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945," kata dia.

Pewarta: M. Hari Atmoko
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019