Yogyakarta (ANTARA) - Gunung Merapi yang terletak di perbatasan DIY-Jawa Tengah mengeluarkan awan panas guguran pada Minggu pagi dengan durasi 105 detik, kata Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG).

Melalui akun Twitter resminya, BPPTKG menyatakan luncuran awan panas Merapi yang terjadi pada pukul 08:16 WIB tidak terpantau secara visual karena cuaca di gunung itu berkabut dan mendung.

Sebelumnya, pada Jumat (15/3) luncuran awan panas guguran juga terpantau keluar dari gunung yang terlerak di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah itu dengan durasi 134 detik.

Berdasarkan periode pengamatan Gunung Merapi pada Minggu pukul 00:00-06:00 WIB, BPPTKG mencatat 16 kali gempa guguran, satu kali gempa hembusan, dua kali gempa frekuensi rendah, dan satu kali gempa tektonik jauh.

Pada pengamatan visual, asap kawah Merapi tidak teramati. Angin di gunung itu bertiup lemah hingga sedang ke arah timur laut dan timur dengan suhu udara 15-20.8 derajat celsius, kelembaban udara 63-92 perseb, dan tekanan udara 837.2-945.5 mmHg.

BPPTKG tidak mencatat adanya guguran lava yang terpantau secara visual pada periode pengamatan sejak Sabtu (16/3) pukul 18:00 WIB sampai Minggu (17/3) pukul 06:00 WIB.

Hingga saat ini BPPTKG masih mempertahankan status Gunung Merapi pada Level II atau Waspada, dan untuk sementara tidak merekomendasikan kegiatan pendakian kecuali untuk kepentingan penyelidikan dan penelitian yang berkaitan dengan mitigasi bencana.

BPPTKG mengimbau warga tidak melakukan aktivitas dalam radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi.

Sehubungan dengan kejadian guguran awan panas guguran dengan jarak luncurnya semakin jauh, BPPTKG mengimbau warga yang tinggal di kawasan alur Kali Gendol meningkatkan kewaspadaan.

Masyarakat juga diminta tidak terpancing isu-isu mengenai erupsi Gunung Merapi yang tidak jelas sumbernya dan tetap mengikuti arahan aparat pemerintah daerah atau menanyakan langsung ke Pos Pengamatan Gunung Merapi, media sosial BPPTKG atau ke kantor BPPTKG.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019