Palu (ANTARA) - Jauh sebelum Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) ditetapkan Unesco sebagai salah satu cagar biosfer yang ada di Indonesia pada tahun 1997, Lembah Bada di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah itu sudah dihuni masyakarat,meski penduduknya saat pada masa itu belum sebanyak yang ada sekarang ini.

Namun, secara turun-temurun dari tahun ke tahun sampai saat ini, masyarakat yang bermukim di sepanjang Lembah Bada di Kecamatan Lore Barat dan Lore Selatan tetap mengedepankan kearifan lokal. Salah satu dari kearifan lokal masyarakat Lembah Bada adalah tetap menjaga kelestarian hutan yang ada di sekitarnya.

Masyarakat dilarang keras untuk menebang pohon sembarangan atau membuka lahan untuk areal kebun. Mereka sangat menghargai hutan dan alam yang ada karena menjadi sumber kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan dan berbagai jenis satwa, termasuk satwa endemik babi rusa dan anoa.

Para tokoh adat yang ada di Lembah Bada membuat sanksi bagi mereka yang terbukti melanggar hukum adat, seperti menebang hutan untuk mengambil kayu ataupun membuka kebun dalam kawasan konservasi TNLL  yang luas areanya mencapai 217.000 hektare  maka yang bersangkutan akan dikenakan denda adat.

Denda adat berupa diwajibkan untuk membawa atau menyerahkan satu ekor kerbau kepada lembaga adat sebagai sanksi atas perbuatannya. Sanksi adat tersebut hingga kini dipertahankan. Bahkan jika ada warga yang menebang pohon, maka dia wajib untuk menanam pohon kembali dan denda kerbau.

Denda itu harus dipenuhi oleh yang bersangkutan. Kearifan lokal yang telah dilestarikan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka sampai pada generasi sekarang ini ternyata terus dipertahankan masyarakat yang mendiami Lembah Bada.

Lembah Bada sama seperti sebuah loyang/kuali karena terletak di tengah-tengah dan dikelilingi hutan yang masih terbilang lebat dan bagus. Hutan terlihat hampir tidak ada cela yang membuktikan adanya perambahan hutan untuk kepentingan apapun, termasuk areal kebun. Kebun-kebun masyarakat ada, tetapi semuanya jauh diluar dari kawasan konservasi.

Camat Lore Barat, Nuli Labalu di sela-sela acara penandatangan perjanjian kerja sama (PKS) antara masyarakat di lima desa di wilayah itu dengan Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu pada 14 Maret 2019  membenarkan masyarakat selama ini sangat ramah dengan lingkungan hutan dan alam yang ada.

Ia mengatakan bukan saja ketika sudah menjadi kawasan konservasi dan cagar biosfer, tetapi sejak dari dahulu kala para leluhur/nenek moyang kelestarian hutan dan alam di wilayah ini benar-benar dijaga dan dipertahankan.

Karena bagi masyarakat di Lembah Bada, hutan dan alam yang ada telah memberikan banyak manfaat bagi kelangsungan hidup manusia dari tahun ke tahun dan zaman ke zaman.
Sebagai salah satu bukti, air yang mengalir baik untuk kebutuhan air bersih maupun irigasi persawahan, itu semua berasal dari dalam kawasan konservasi.

"Saya menjamin, masyarakat yang ada di Lembah Bada tidak akan merambah hutan, karena merupakan sumber air bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat," katanya.

Masyarakat di Lembah Bada, lanjut Camat Ruli, hanya minta kepada pemerintah pusat dan juga Balai Besar TNLL sebagai pengelolah kawasan konservasi dan cagar biosfer untuk memberikan akses agar bisa ikut bersama-sama mengelola kawasan dengan tidak merugikan kedua pihak yakni masyarakat dan balai TNLL.

Akses dimaksud antara lain, masyarakat dibolehkan untuk mengambil hasil hutan non kayu/rotan seperti damar dan madu lebah dalam kawasan, tanpa merusak atau mengganggu hutan dan satwa yang ada di dalamnya. Akses lain adalah ikut dilibatkan dalam mengelola obyek-obyek wisata yang ada di sekitar maupun dalam kawasan konservasi untuk meningkatkan ekonomi dan taraf hidup masyarakat yang ada di sekitar kawasan.

Apa yang menjadi harapan masyarakat tersebut, sudah mulai direalisasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta balai Besar Taman Nasional Lore Lindu dengan meluncurkan berbagai program pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan konservasi.

Melalui program pendekatan pemberdaytaan ekonomi yang sudah mulai dikembangkan oleh pihak TNLL dengan masyarakat melalui berbagai bantuan disalurkan lewat kelompok tani dan usaha, selain kesejahteraan masyarakat semakin meningkat, juga tentu berdampak positif bagi keberadaan kawasan konservasi TNLL dan cagar biosfer Lore Lindu, karena masyarakat akan merasa ikut memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseltarian hutan dan satwa yang ada di dalamnya.

Kerja sama kemitraan

Masyarakat di lima desa di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso,Provinsi Sulawesi Tengah, menandatangani perjanian kerja sama (PKS) kemitraan konservasi dengan Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) sebagai tanda keseriusan mereka dalam menjaga dan melestarikan kawasan konservasi di wilayah itu.

Penandatangan PKS tersebut dilakukan lima kepala desa di Lembah Bada bersama Kepala Balai Besar TNLL Jusman disaksikan Direktur Kawasan Konservasi pada Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Diah Murtiningsih dan Kepala Sub Direktorat PKS berlangsung di Desa Kageroa, Kecamatan Lore Barat pada Kamis pekan lalu.

Lima desa yang berkomitmen dan sepakat untuk tetap memelihara dan melestarikan hutan dan seluruh keanikaragaman hayati yang ada di dalam kawasan konservasi di wilayah Lembah Bada, yakni Desa Kalori,Desa Lengketa, Desa Tuare,Desa Lelio dan Desa Kageroa.

Direktur Kawasan Konservasi, Diah Murtiningsih menyambut baik kesepakatan kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah dalam hal ini Balai Besar TNLL untuk mengolah dan menjaga bersama kawasan konservasi Cagar Biosfer Lore Lindu yang kini menjadi paru-paru dunia itu.

Kegiatan ini merupakan suatu program untuk membangun pengelolaan kawasan konservasi bersama dengan masyarakat yang ada di sekitarnya.Jadi pengakuan bahwa masyarakat di Lembah Bada selama ini telah berinteraksi dengan kawasan konservasi, tetapi tidak merusak hutan dan alam tetap terpelihara dengan baik.

"Memang kita harus akui bahwa kawasan konservasi harus memberikan manfaat bagi masyarakat sehingga akses itu kita berikan kepada mereka.Jika selama ini masyarakat telah merasakan manfaat dari kawasan konservasi yang ada di sekitarnya, maka sudah pasti mereka akan memeliharanya. Dan itu sudah terbukti bahwa masyarakat di Lembah Bada dari nenek moyang sampai turun temurun sangatlah ramah dengan lingkungan hutan dan alam yang ada di lembah tersebu," katanya.

TNLL sebagian masuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Poso dan sebagian lagi administrasi pemerintahan Kabupaten Sigi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berterima kasih kepada masyarakat, tokoh adat dan pemerintah Kecamatan Lore Barat dan Lore Selatan serta Pemkab Poso atas keikutsertaan dalam menjaga bersama-sama kawasan konservasi bukan hanya aset pemerintah dan masyarakat Kabupaten Poso dan Sulteng, tetapi aset bangsa dan negara Indonesia.

Dia juga menambahkan ada empat desa lainnya yang juga ke depan ini akan menjalin kemitraan yang sama dengan pihak Balai Besar TNLL."Ini suatu hal yang patut menjadi contoh bagi daerah lainya di Tanah Air." 

Berkomitmen

Sementara Wakil Bupati Poso Zamsuri mengatakan pemerintah dan masyarakat di daerahnya, termasuk di Dataran Napu dan Bada tetap berkomitmen untuk menjaga aset hutan dan alam yang ada di daerah itu.

Menurut dia, kerja sama yang dibangun antara masyarakat lima desa di Kecamatan Lore Barat dengan pihak TNLL merupakan bukti bahwa masyarakat yang ada di sekitar kawasan menginginkan agar hutan dan alam yang ada patut untuk dijaga kelestariannya karena selama ini telah banyak memberikan manfaat bagi mereka.

Mungkin selama ini ada sebagian yang menganggap bahwa hutan lindung adalah momok bagi mereka. Tetapi dengan perjanjian kerja sama kemitraan konservasi akan saling memberi manfaat dan keuntungan bagi kedua bela pihak baik masyarakat maupun TNLL sebagai pengelola kawasan tersebut, ujarnya.

"Pemkab Poso sangat mendukung dan terus mendorong program-program pemberdayaan yang dilakukan TNLL maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah itu," ujar Wabup Zamsuri.

Kedatangan Direktur Kawasan Konservasi dan rombongan di Desa Kageroa, Kecamatan Lore Barat disambut dengan prosesi adat Pepomahile yang merupakan adat masyarakat Lembah Bada yang secara turun temurun terus dilestarikan.

Pepomahile merupakan adat suku Bada yang dilakukan hanya pada acara khusus untuk menghormati tamu-tamu penting pemerintah yang baru pertama kalinya berkunjung ke wilayah itu.

Tamu yang datang pertama-tama disambut dengan tarian momohe-cakalele dan diiringi musik bambu. Setelah itu dilanjutkan dengan penyerahan Pepomahile dengan materi seperti beras putih halus dan tujuh butir telur ayam, satu ekor ayam jantan yang paruhnya berwarna kuning sebagai ketersediaan lauk pauk. Berikutnya nira (saguer manis) sebagai minuman penghormatan dan parang.

Baca juga: Taman Nasional Lore Lindu kembangkan dua objek wisata

Baca juga: Bayar mahal demi lihat Toroku di Taman Nasional Lore Lindu


 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019